Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Beri Jawaban soal Proposal Gencatan Senjata, Tunggu Respon Israel

Hamas menyerahkan tanggapannya mengenai proposal gencatan senjata selama 60 hari kepada mediator dan menunggu respon dari Israel.

Telegram Brigade Al-Quds
BRIGADE AL-QUDS - Foto ini diambil pada Kamis (13/2/2025) dari publikasi resmi Telegram Brigade Al-Quds (sayap militer Jihad Islam), memperlihatkan anggota Brigade Al-Quds diapit oleh anggota Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) saat berpatroli selama pertukaran tahanan gelombang ke-3 Kamis (30/1/2025). Pada 23 Juli 2025, Hamas mengumumkan mereka telah menyerahkan tanggapannya mengenai proposal gencatan senjata. 

TRIBUNNEWS.COM - Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) mengumumkan mereka telah menyerahkan tanggapannya terhadap usulan gencatan senjata di Jalur Gaza kepada para mediator.

Sementara media Israel melaporkan delegasi negosiasi Israel telah menerima mandat untuk membahas penghentian perang.

"Hamas baru saja menyampaikan tanggapannya dan tanggapan faksi-faksi Palestina terhadap usulan gencatan senjata kepada saudara-saudara yang menjadi mediator," kata Hamas dalam pernyataannya, Kamis (24/7/2025), tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Gedung Putih mengatakan pada hari Rabu bahwa Amerika Serikat (AS) ingin mencapai gencatan senjata di Gaza dan membebaskan para tahanan sesegera mungkin.

Sementara itu, Utusan AS Steve Witkoff akan bertemu dengan para pejabat Timur Tengah di Eropa untuk membahas usulan perjanjian.

Laporan pers AS dan Israel mengindikasikan Steve Witkoff akan mengadakan pertemuan di Italia dengan pejabat tinggi dari Timur Tengah, lapor Al Jazeera.

Hal ini terjadi setelah AS berupaya menghidupkan perundingan tersebut setelah Donald Trump kembali menjabat sebagai presiden pada Januari lalu.

Tuntutan Palestina

Mengenai rincian negosiasi yang sedang berlangsung di Doha, surat kabar Israel Hayom melaporkan Hamas telah meminta agar pasukan Israel dikerahkan hanya 800 meter dari pagar keamanan di Jalur Gaza.

Ia menunjukkan Hamas menuntut pembebasan lebih banyak tahanan Palestina untuk setiap tentara Israel yang ditangkap.

Setidaknya 59.219 warga Palestina telah tewas dalam perang genosida Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023, kata Kementerian Kesehatan pada hari Rabu (23/7/2025).

Baca juga: Hamas Kecam Negara-negara Arab Hanya Melongo Lihat Kelaparan Kritis di Gaza

Pernyataan kementerian mengatakan bahwa 113 jenazah dibawa ke rumah sakit dalam 24 jam terakhir, sementara 534 orang terluka, sehingga jumlah korban luka menjadi 143.045 dalam serangan Israel, lapor Anadolu Agency.

Serangan mematikan Israel di Jalur Gaza terjadi setelah Hamas meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023 dengan menyerbu ke perbatasan Jalur Gaza dan Israel.

Hamas menangkap setidaknya 250 orang selama operasi tersebut.

Hamas menggambarkan operasi tersebut sebagai perlawanan terhadap pendudukan Israel atas tanah Palestina selama beberapa dekade.

Sejak Oktober 2023, mediator Qatar dan Mesir, berupaya untuk menengahi perundingan antara perwakilan Hamas dan Israel untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza.

Riwayat Kesepakatan Israel-Hamas

Beberapa putaran negosiasi tidak langsung diadakan antara Israel dan Hamas, yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir sejak pertempuran dimulai pada Oktober 2023.

Selama periode ini, dua kesepakatan parsial dicapai, yang pertama yaitu pertukaran tahanan pada November 2023.

Kesepakatan kedua dicapai melalui perjanjian gencatan senjata tahap pertama yang dimulai pada 19 Januari 2025 yang berlangsung selama enam minggu, namun kedua pihak gagal melanjutkan ke tahap kedua setelah tahap pertama berakhir.

Pada 18 Maret 2025, Israel kembali meningkatkan serangan ke Jalur Gaza dan memutus rantai penyaluran bantuan dari penyeberangan Rafah.

Hamas

Harakat al-Muqawama al-Islamiya atau Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) adalah kelompok bersenjata Palestina yang dibentuk pada tahun 1987 di Jalur Gaza.

Hamas didirikan oleh seorang imam, Sheikh Ahmed Yasin dan ajudannya Abdul Aziz al-Rantisi, setelah dimulainya intifada pertama yaitu pemberontakan melawan pendudukan Israel atas wilayah Palestina.

Gerakan ini awalnya dibentuk dari cabang organisasi Islam, Ikhwanul Muslimin, di Mesir.

Hamas kemudian menciptakan sayap militer bernama Brigade Al-Qassam, untuk melakukan perjuangan bersenjata melawan Israel.

Kelompok tersebut terjun ke dunia politik dan berkuasa di Gaza sejak tahun 2007 setelah perang singkat melawan pasukan Fatah yang setia kepada Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas, dikutip dari Al Jazeera.

Fatah merupakan salah satu faksi di Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang dibentuk oleh Liga Arab pada tahun 1946 untuk mewakili Palestina di kancah internasional.

Fatah dikepalai oleh Yasser Arafat, yang menjadi presiden Palestina pertama dan pemimpin PLO pada tahun 1960-2004.

Selama kepemimpinan Yasser Arafat, PLO berupaya mengakui Israel dan ingin mewujudkan perdamaian melalui perjanjian Oslo pada tahun 1993 dan 1995.

Yasser Arafat dari PLO dan Perdana Menteri Israel saat itu, Yitzhak Rabin menandatangani perjanjian itu pada 4 November 1995 di AS.

Namun, perjanjian tersebut kian tenggelam setelah pembunuhan Yasser Arafat dan Yitzhak Rabin.

Tidak seperti PLO, Hamas tidak mengakui kenegaraan Israel tetapi menerima negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967 sebelum perang Arab melawan Israel.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved