Kekuatan Militer Taiwan, Bisakah Bertahan Jika China Menginvasi?
Seberapa besar kekuatan militer Taiwan? Bisakah melawan jika nantinya China menginvasi? Berikut perbandingan kekuatan keduanya.
TRIBUNNEWS.COM – Taiwan sedang menggelar latihan militer besar-besaran pekan ini.
Latihan ini dilakukan di tengah meningkatnya ancaman invasi dari China.
China telah lama mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan menyatakan kesiapannya untuk merebut pulau itu, termasuk dengan kekuatan militer jika diperlukan.
Militer China terus meningkatkan tekanan terhadap Taipei, lapor Newsweek.
China secara rutin mengirimkan pesawat tempur yang melintasi garis tengah Selat Taiwan, yang berfungsi sebagai batas de facto antara kedua pihak.
Pejabat Taiwan menyatakan bahwa latihan militer kali ini dirancang dengan asumsi bahwa China akan melancarkan invasi pada tahun 2027.
Tahun tersebut juga disebut oleh mantan Kepala Komando Indo-Pasifik AS, Philip Davidson, sebagai waktu potensial bagi serangan militer China terhadap Taiwan.
Namun, seberapa kuat sebenarnya militer Taiwan? Dan apakah Taiwan mampu bertahan jika China benar-benar menginvasi?

Perbandingan Kekuatan Militer Taiwan dan China
Berdasarkan laporan tahunan Departemen Pertahanan Amerika Serikat tentang Republik Rakyat China tahun 2024 yang dikutip Capitalist Visual, terlihat perbandingan ukuran dan kemampuan militer China dan Taiwan, terutama dalam konteks skenario konflik potensial.
China memiliki lebih dari 427.000 personel militer aktif, dibandingkan 104.000 personel di pihak Taiwan.
Dalam hal artileri, China juga unggul lebih dari dua kali lipat.
Baca juga: Ada Sistem Roket Canggih Amerika Serikat dalam Latihan Militer Besar-besaran Taiwan
Perbedaan ini menjadi krusial dalam skenario invasi lintas selat.
China telah menghabiskan puluhan tahun untuk memodernisasi pasukan daratnya guna memproyeksikan kekuatan di kawasan.
Kekuatan Angkatan Laut dan Udara
China memiliki keunggulan besar dalam kekuatan laut, dengan 30 kapal perusak, 36 fregat, 51 kapal pendarat amfibi dan 1 kapal induk.
Taiwan mempertahankan keseimbangan hanya dalam jumlah kapal pendarat, namun tidak memiliki kapal induk.
Menurut laporan dari CSIS, angkatan laut China kini menjadi salah satu yang terbesar di dunia berdasarkan jumlah kapal.
Dalam kekuatan udara, China mengoperasikan sekitar 800 jet tempur dan 300 pesawat pengebom atau pesawat serang, sementara Taiwan memiliki sekitar 350 jet tempur dan tidak memiliki pesawat pengebom.
Namun, Taiwan memiliki lebih banyak pesawat angkut, yang dapat berperan penting dalam mobilisasi logistik dan pasukan.
Data Perbandingan Militer Taiwan vs China
Personel
China: 427.000
Taiwan: 104.000
Tank
China: 1.000
Taiwan: 800
Artileri
China: 2.300
Taiwan: 1.100
Kapal induk
China: 1
Taiwan: 0
Kapal perusak
China: 30
Taiwan: 4
Frigat
China: 36
Taiwan: 22
Kapal pendarat/dermaga pengangkut
China: 51
Taiwan: 51
Kapal selam
China: 39
Taiwan: 4
Pesawat tempur
China: 800
Taiwan: 350
Pesawat pengebom/serangan
China: 300
Taiwan: 0
Pesawat pengangkut
China: 40
Taiwan: 50
Ketergantungan pada Amerika Serikat
Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), sejak 1950 Taiwan telah menerima ekspor senjata dari berbagai negara seperti Kanada, Prancis, Jerman, Israel, dan Inggris.
Namun, menurut moderndiplomacy.eu, hubungan pertahanan Taiwan dengan Amerika Serikat yang paling menonjol, baik dari segi skala maupun kontinuitas.
AS telah menyalurkan bantuan persenjataan ke Taiwan hampir setiap tahun selama lebih dari tujuh dekade, kecuali pada 1950 dan 2009.
Sejak 2008 saja, AS telah menjual senjata senilai lebih dari 24 miliar dolar AS ke Taiwan, termasuk jet tempur, tank, dan sistem rudal.
Laporan dari Strategic Defence Intelligence (SDI) menunjukkan bahwa 98 persen impor pertahanan Taiwan berasal dari Amerika Serikat.
Amerika Serikat menegaskan komitmennya terhadap keamanan Taiwan melalui berbagai skema bantuan, seperti Pendanaan Militer Asing (FMF), Otoritas Penarikan Pasukan Presiden (PDA) dan Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional (IMET).
Namun, terjadi perubahan di bawah pemerintahan Donald Trump.
Selama kampanye kepresidenannya, Trump mendesak Taiwan untuk menanggung lebih banyak tanggung jawab atas pertahanannya sendiri.
Trump bahkan menyarankan agar Taiwan meningkatkan anggaran pertahanannya hingga 10?ri Produk Domestik Bruto (PDB).
Menanggapi hal tersebut, Perdana Menteri Cho Jung-tai menyatakan di hadapan legislatif bahwa kenaikan anggaran sebesar itu tidak layak secara fiskal.
Ketergantungan Taiwan pada penjualan senjata AS yang dilandasi Undang-Undang Hubungan Taiwan tahun 1979 terbukti krusial, tetapi juga menghadirkan masalah.
Salah satu tantangan terbesar saat ini adalah tunggakan senilai 19 miliar dolar AS dalam pengiriman sistem persenjataan dari AS, yang memperlambat proses modernisasi militer Taiwan.
Penundaan tersebut sebagian disebabkan oleh gangguan rantai pasokan global serta hambatan birokrasi dalam sistem pengadaan pertahanan AS.
Modernisasi pertahanan Taiwan juga dihambat oleh berbagai tantangan domestik, seperti, terbatasnya uji coba tempur pada sistem senjata utama, tidak adanya teknologi siluman pada beberapa platform, hingga ketergantungan tinggi terhadap material tanah jarang dari China.
Selain itu, pelatihan lintas matra di kalangan militer Taiwan juga masih tergolong minim.
Kurangnya operasi gabungan dan latihan antar-angkatan menyebabkan kekompakan dan efektivitas militer secara keseluruhan belum optimal.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.