Selasa, 30 September 2025

Konflik Iran Vs Israel

Israel Dalam Bahaya, Iran Tunjukkan Minat Serius 'Rafale Killer' Jet J-10C yang Siap Dilepas China 

Serangan udara oleh jet tempur yang kerap menjadi andalan Israel bakal bisa dibalas langsung Iran lewat serangan yang sama menggunakan Jet J-10C.

DSA/Tangkap Layar
NAIK DAUN - Jet tempur J-10C milik Pakistan yang tengah naik daun lantaran dilaporkan menembak jatuh jet Rafale India buatan Perancis. J-10 adalah jet buatan China yang disebut-sebut dibantu Israel secara teknis dalam pengembangannya. Iran kini meminati jet tempur ini guna mengimbangi superioritas Israel. 

Israel Dalam Bahaya, Iran Tunjukkan Minat Serius Jet J-10C yang Siap Dilepas China 

 

TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertahanan China dilaporkan tidak lagi menyembunyikan kesediaannya untuk memasok jet tempur J-10 yang diproduksi oleh industri pertahanannya ke "negara-negara sahabat," mereka.

Bersedianya China menyuplai negata-negara sekutunya ini terjadi pada saat Iran dilaporkan semakin tertarik untuk memperoleh pesawat tersebut.

Niat Iran ini dilaporkan guna mengisi kesenjangan besar dalam kemampuan angkatan udaranya yang menua.

Baca juga: Rusia Ogah-ogahan Bantu Iran Saat Dibombardir Israel: Antara Perang Ukraina dan Takut Dicontek China

Jika Iran mendapatkan jet J-10 China ini, maka Teheran kemungkinan besar bisa mengimbangi superioritas Israel, musuh bebuyutan Teheran, dalam serangan udara.

Dalam pernyataan resmi yang disusun dengan baik, juru bicara kementerian Jiang Bin menekankan bahwa Beijing siap untuk "berbagi pencapaian pengembangan alutsista dengan negara-negara sahabat".

Pernyataan ini menjadi sebuah sinyal bahwa Tiongkok kini lebih terbuka untuk memperluas ekspor senjata ke negara-negara sahabat.

Meskipun Jiang tidak menyebut Iran secara langsung, beberapa laporan menyebutkan bahwa pimpinan Teheran telah mengadakan negosiasi serius dengan Beijing untuk memperoleh J-10C — jet tempur multiperan generasi 4,5 yang sering dijuluki "Rafale Killer" oleh para analis regional.

JET BUATAN CHINA - Jet tempur generasi 4,5 Chengdu J-10C buatan China. Pesawat ini dilaporkan diterima oleh Angkatan Udara Mesir pada awal 2025.
JET BUATAN CHINA - Jet tempur generasi 4,5 Chengdu J-10C buatan China. Pesawat ini dilaporkan diterima oleh Angkatan Udara Mesir pada awal 2025. (DSA/Tangkap Layar)

Baca juga: Rusia Ogah-ogahan Bantu Iran Saat Dibombardir Israel: Antara Perang Ukraina dan Takut Dicontek China

Beralihnya Iran dari Rusia ke China

Ketertarikan ini bukan sekadar spekulasi.

Kelemahan pertahanan udara Iran menjadi semakin jelas setelah serangkaian serangan udara besar-besaran Israel bulan lalu, yang menimbulkan pertanyaan mendesak tentang ketergantungan Teheran pada armada pesawat tua buatan Rusia dan jet Amerika era Shah yang masih beroperasi.

Sebagai informasi, selama beberapa dekade, Moskow telah menjadi pemasok utama aset udara strategis Iran.

Baca juga: Rusia Ogah-ogahan Bantu Iran Saat Dibombardir Israel: Antara Perang Ukraina dan Takut Dicontek China

Namun, kesepakatan Su-35 Flanker-E yang banyak digembar-gemborkan kini terperangkap dalam ketidakpastian geopolitik — setelah pesawat yang awalnya dipesan oleh Mesir ditawarkan kembali ke Teheran dengan imbalan pengiriman  pesawat tak berawak Iran ke Rusia dalam perangnya melawan Ukraina.

Kekecewaan para pengambil keputusan di sektor pertahanan Iran terhadap Kremlin semakin meningkat.

"Sekarang Iran menghadapi dilema yang jelas: terus bergantung pada jadwal pengiriman Rusia yang tidak jelas atau beralih sepenuhnya ke platform China yang canggih seperti J-10C," tulis ulasan situs militer dan pertahanan, DSA, Kamis (10/7/2025).

Langkah ini memiliki implikasi besar.

Kesediaan Beijing untuk berbagi jet tempur canggih tidak hanya menjanjikan solusi langsung bagi Iran untuk mengatasi kekurangan kekuatan udaranya tetapi juga menandakan bahwa China semakin berhasil menggantikan peran Rusia sebagai pemasok utama senjata strategis Teheran.
  
Dalam sebuah pernyataan di Shanghai, Konsul Jenderal Israel, Ravit Baer, ​​​​secara terbuka memperingatkan bahwa "China adalah satu-satunya yang mampu memengaruhi Iran".
Ia menambahkan bahwa “Iran akan runtuh jika Tiongkok berhenti membeli minyaknya.”

Pernyataan ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh ekonomi dan politik Beijing dapat membentuk kembali perilaku geopolitik Teheran — pukulan nyata terhadap memudarnya pengaruh Rusia dalam pembelian senjata Iran.

Sumber-sumber pertahanan mengonfirmasi bahwa minat Iran terhadap J-10C bukan sekadar tindakan 'cadangan' tetapi respons langsung terhadap realitas keamanan yang makin kompleks dengan Israel, Arab Saudi, dan negara-negara Teluk yang berinvestasi besar-besaran pada jet tempur generasi kelima atau generasi 4,5 yang canggih.

Adapun jet J-10C telah terbukti mampu berdiri tegak di tantangan semacam itu.

Kehadiran operasionalnya di Pakistan — tempat 'Vigorous Dragon' dilaporkan terlibat dalam pertempuran udara dengan Rafale, MiG-29, dan Su-30MKI milik India — hanya menambah reputasinya.

Pakistan mengklaim jet J-10C-nya, yang dilengkapi dengan rudal jarak jauh Beyond-Visual-Range (BVR) PL-15E, menembak jatuh beberapa pesawat India bulan lalu — sebuah klaim yang masih dibantah keras oleh New Delhi tetapi cukup untuk meyakinkan para perencana Iran bahwa pesawat itu mampu menyaingi jet Barat dalam situasi pertempuran udara di masa depan.

Di sisi lain, pesawat Su-35 yang diinginkan Teheran masih tertahan di Moskow, di tengah kendala logistik akibat konflik Ukraina.

Situasi ini mendorong Iran lebih dekat ke Beijing — tidak hanya untuk pesawat seperti J-10C tetapi juga untuk sistem canggih lainnya termasuk drone dan sistem pertahanan udara.
 
Baru-baru ini, media Arab melaporkan bahwa Iran telah menerima beberapa baterai sistem rudal permukaan-ke-udara jarak jauh HQ-9B buatan China, yang mencerminkan perubahan besar dalam teknologi pertahanan China setelah pertempuran sengit selama 12 hari dengan Israel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat.

Sumber intelijen Arab mengklaim bahwa unit HQ-9B — yang sering dibandingkan atau dikatakan lebih unggul dari sistem S-400 Triumf Rusia — tiba di Iran segera setelah gencatan senjata diumumkan pada tanggal 24 Juni.

"Diketahui bahwa Iran telah membeli sistem pertahanan udara HQ-9B dan telah menerima beberapa baterai yang dibayar dengan minyak," kata sumber intelijen Arab seperti dikutip media regional.

Sebanding F-16 Barat

Pada saat yang sama, J-10C yang diproduksi oleh Chengdu Aircraft Corporation jauh lebih canggih daripada J-10A buatan China.

Desain canard-delta, sistem kendali digital fly-by-wire, dan mesin WS-10B berkekuatan tinggi memberikan pesawat ini kemampuan manuver dan intersepsi yang sebanding dengan F-16 Barat dan Typhoon Eropa.

Namun, kombinasi radar Active Electronically Scanned Array (AESA) dan rudal PL-15E membuat J-10C menjadi senjata yang ditakuti.

Versi domestik PL-15 dikatakan mampu mencapai jangkauan 200–300 km, sementara versi ekspor, PL-15E, masih menawarkan jangkauan 145 km — setara dengan rudal AIM-120 AS terbaru yang dipasok ke Israel dan mitra-mitra Teluknya.
 
Kombinasi ini memungkinkan negara mana pun yang mengoperasikan J-10C untuk memiliki keunggulan jangkauan atas pesawat musuh premium — yang sebelumnya hanya didominasi oleh jet Barat atau model canggih Rusia.

Bagi Teheran, faktor ini penting karena mereka menilai risiko pertempuran udara langsung dengan F-35I Adir dan F-16I Sufa Israel.

Lebih dari sekadar keuntungan taktis, langkah Iran yang semakin dekat ke Beijing mencerminkan pergeseran strategis yang semakin pragmatis — muncul dari bayang-bayang negosiasi senjata Rusia yang sering kali dimotivasi oleh kepentingan pribadi.

Analis pertahanan menunjukkan bahwa ekspor senjata China sering kali terstruktur dengan risiko sanksi sekunder yang lebih rendah, jadwal pengiriman yang lebih terjamin, dan dukungan purna jual yang lebih kompetitif — sesuatu yang sangat menarik bagi rezim seperti Teheran.
  
Pertemuan puncak itu semakin memperkuat tren ini.

Kehadiran Menteri Pertahanan Iran Aziz Nasirzadeh di KTT Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) di Qingdao bukan sekadar simbol diplomatik tetapi juga tanda bahwa saluran pengadaan senjata antara Teheran dan Beijing aktif.

Dalam kerangka SCO, peran China sebagai pusat senjata Eurasia semakin menonjol, sehingga melemahkan posisi Rusia sebagai pemasok tradisional aset pertahanan skala besar.

SKUADRON COBRA - Jet tempur J-10C Pakistan yang digunakan skuadron 15 Cobra Angkatan Udara negara tersebut. Jet tempur buatan China ini digunakan para pilot Pakistan untuk menembak enam jet India, termasuk 3 jet Rafale buatan Perancis, pada pertempuran udara, 7 Mei 2025 silam.
SKUADRON COBRA - Jet tempur J-10C Pakistan yang digunakan skuadron 15 Cobra Angkatan Udara negara tersebut. Jet tempur buatan China ini digunakan para pilot Pakistan untuk menembak enam jet India, termasuk 3 jet Rafale buatan Perancis, pada pertempuran udara, 7 Mei 2025 silam. (DSA/Tangkap Layar)

Bahaya Bagi Israel

Bagi Israel, taruhannya jelas.

Setiap akuisisi J-10C oleh Iran akan menambah lapisan kompleksitas baru pada keseimbangan strategis Asia Barat.

Ini memaksa Tel Aviv untuk beradaptasi dengan skenario di mana kemampuan udara Teheran tidak lagi sepenuhnya bergantung pada kemauan Moskow.

Serangan udara oleh jet tempur yang kerap menjadi andalan Israel bakal bisa dibalas langsung Iran lewat serangan yang sama menggunakan Jet J-10C.

Selama ini, serangan Iran mengandalkan rudal-rudal balistik dan pesawat nirawak (drone).

Bagi China, imbalannya jauh lebih besar daripada sekadar penjualan senjata senilai miliaran dolar, tergantung pada paketnya.

Ini akan memperkuat status Beijing sebagai mitra strategis yang tak tergantikan dalam rencana modernisasi militer Iran — dengan konsekuensi geopolitik yang membentang dari Selat Hormuz hingga Dataran Tinggi Golan.

Di era persaingan kekuatan besar yang semakin mendefinisikan ulang pasar senjata global, kesediaan Tiongkok untuk menjual "Rafale Killer" ke Iran membuktikan kalau lanskap kekuatan udara generasi baru Asia Barat tidak lagi sepenuhnya ditentukan oleh Moskow atau Washington.
 
"Semakin banyak keputusan kini dibuat di Beijing — dan Teheran tampaknya siap untuk terlibat sepenuhnya," tulis penutup ulasan DSA.

 

 

 

(oln/dsa/*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan