Mereka yang Jadi Tawanan Perang Rusia
Setelah berhasil pulang ke negaranya, tentara Ukraina melaporkan beragam penyiksaan yang dilakukan Rusia selama masa penahanan.
Diagnosa PTSD ini secara praktis diberikan kapada siapa pun yang menjadi tawanan Rusia.
"Kini telah diputuskan, penahanan juga menjadi dasar untuk mengajukan pensiun disabilitas," kata Wlad Sadorin, yang berencana untuk memperoleh surat keterangan disabilitas.
"Disabilitas juga berdampak negatif seperti sulit untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi bisa mendapatkan tunjangan. Saya belum memutuskan. Penting bagi saya untuk melihat diri saya bukan sebagai penyandang disabilitas dan penting mengatakan kepada diri sendiri, bahwa saya sehat.” tegasnya.
Bebas dari tawanan, apa selanjutnya?
Baik Jurij Hulchuk maupun Wlad Sadorin dapat memutuskan apakah akan kembali bertugas di militer atau tidak.
Keduanya pun memilih untuk meninggalkan militer.
Sejak keluar dari militer, Jurij bekerja paruh waktu sebagai guru bahasa Inggris.
"Saya ingin hidup tenang tahun ini, memulihkan diri secara fisik dan mental. Kemudian saya ingin pergi ke Jerman untuk belajar dan mencari pekerjaan di sana," jelasnya.
Setelah berhenti bergabung dengan militer Ukraina, Wlad memilih berkarya di sektor informasi.
Dia pun menetap di Odessa, dan bekerja untuk "Break the Fake," sebuah organisasi yang memerangi disinformasi Rusia.
Wlad muncul di media dan berbagai acara di Eropa, membagikan pengalamannya.
Menurutnya, otoritas Rusia seringkali tidak mengklasifikasikan warga Ukraina yang ditangkap sebagai tawanan perang, terutama tentara Ukraina yang masuk ke dalam daftar hilang dalam tugas.
Dengan tidak mengakui tentara Ukraina yang ditangkap sebagai tawanan perang, Rusia menghindari tanggung jawab hukum Internasional.
Hal ini menyebabkan para tentara tersebut berada dalam situasi sangat berbahaya baik secara fisik maupun hukum. Keluarga mereka pun hidup dalam ketidakpastian.
Wlad Sadorin menganggap angka-angka yang dipublikasikan oleh media mengenai tawanan Ukraina di Rusia terlalu minim.
Ada lebih dari 250 tempat penahanan di Rusia. Dia sendiri pernah ditahan di tujuh tempat yang berbeda.
"Beberapa penjara punya kondisi yang normal, tawanan tidak sering dipukuli dan mungkin mendapat cukup makanan," jelasnya.
Menurutnya inilah yang menentukan, apakah seorang tawanan akan kembali pulang sebagai orang normal atau tidak.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.