Pendaki Tewas di Gunung Rinjani
Brasil akan Membawa Kasus Juliana Marins ke Pengadilan Internasional, Indonesia Harus Siap-siap
Jenazah Juliana Marins (26 tahun) tiba di Rio de Jenerio Brasil, Selasa (1/7/2025) malam sekitar pukul 19.30 waktu setempat.
TRIBUNNEWS.COM, BRASIL - Jenazah Juliana Marins (26 tahun) tiba di Rio de Jenerio Brasil, Selasa (1/7/2025) malam sekitar pukul 19.30 waktu setempat.
Jenazah diangkut menggunakan pesawat militer milik Angkatan Udara Brasil (FAB) dari Bandara Internasional Guarulhos (SP).
Jenazah awalnya tiba di Pulau Governador, Zona Utara Rio, sore harinya dengan penerbangan Emirates dari Dubai .
Dari sana, jenazah langsung menuju ke Institut Medis Hukum Afrânio Peixoto (IML) dengan pengawalan polisi dan dukungan dari Departemen Pemadam Kebakaran.
Perempuan muda ini meninggal jatuh ke jurang di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) akhir pekan lalu.
Kematiannya mengundang simpati luas dari warga Brasil.
Autopsi kedua terhadap jenazah akan dilakukan di Brasil pada hari ini, menurut media Brasil Globo.
Ini adalah permintaan keluarga meski autopsi pertama telah dilakukan di Bali.
Alasannya, menurut pembela Taísa Bittencourt Leal Queiroz, karena kurangnya klarifikasi tentang penyebab dan saat pasti di mana korban meninggal.
Autopsi pertama dilakukan pada Kamis (26/6/2025) di sebuah rumah sakit di Bali tak lama setelah jenazah dievakuasi dari Taman Nasional Gunung Rinjani.
Hasilnya dinyarakan korban meninggal dunia akibat beberapa patah tulang dan luka dalam, tidak mengalami hipotermia, dan bertahan hidup selama 20 menit setelah mengalami trauma .
Akan dibawa ke pengadilan internasional
Kantor Pembela Umum Federal Brasil juga mengirimkan surat yang meminta Polisi Federal untuk membuka penyelidikan atas kasus tersebut.
Hasil dari autopsi kedua jenazah Juliana Marins dapat menentukan apakah otoritas Brasil akan meminta penyelidikan internasional terkait keadaan kematiannya di Gunung Rinjani, Indonesia.
Informasi tersebut diberikan oleh Taísa Bittencourt, pembela HAM regional di Kantor Pembela Umum Federal (DPU), dalam wawancara dengan Globo.
DPU pada Senin (30/6/2025) lalu meminta Kepolisian Federal (PF) untuk menyelidiki apakah ada tindak pidana kelalaian dalam penelantaran Juliana oleh pihak berwenang Indonesia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.