Konflik Rusia Vs Ukraina
Suramnya Perundingan Damai Rusia-Ukraina: Moskow Ajukan Syarat Gila Bagi Kiev
Dalam memorandum itu, Ukraina juga menolak pembatasan militer apapun yang diusulkan oleh Rusia, menandakan kalau perundingan damai berujung suram
Suramnya Perundingan Damai Rusia-Ukraina: Moskow Ajukan Syarat Gila Bagi Kiev
TRIBUNNEWS,COM. MOSKOW - Perundingan damai kedua antara Rusia dan Ukraina pada Senin (2/6/2025) lalu di Istambul, Turki, dinilai banyak pengamat kembali menemui jalan terjal untuk perdamaian.
Suramnya perundingan itu tergambar dari memorandum dari pihak Rusia yang berisi syarat-syarat untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung sejak 2022 lalu.
Baca juga: Daftar Tuntutan Rusia ke Ukraina Kalau Mau Berdamai: Bahasa Rusia Harus Jadi Bahasa Resmi Ukraina
Syarat-syarat gencatan senjata yang diusulkan oleh Rusia ini tidak lagi mengejutkan, cenderung disebut sebagai syarat 'gila' bagi Kiev untuk diterima.
Syarat-syarat maksimalis itu sudah lama diusulkan oleh Kremlin, dan secara konsisten ditolak mentah-mentah oleh Ukraina dan sekutu Baratnya.
Sebagai informasi, Ukraina telah memperjelas sikapnya sebelum perundingan damai di Istanbul tersebut.
Kiev siap melakukan gencatan senjata 30 hari tanpa syarat apapun seperti yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Namun, Ukraina menolak untuk menghilangkan niatnya bergabung dalam keanggotaan pakta pertahanan NATO.
Kiev juga menolak untuk mengakui aneksasi wilayah Ukraina mana pun oleh Rusia.
Kedua belah pihak memiliki prinsip masing-masing --dan prinsip-prinsip ini saling berbenturan, sehingga perdamaian dalam waktu dekat terasa tidak mungkin untuk terjadi.
Baca juga: Ukraina Cuma Dapat Jet F-16 Usang, Kalah Jauh Dibanding Jet Tempur dan Sistem Pertahanan Udara Rusia
Syarat Rusia untuk Gencatan Senjata Selama 30 Hari
Seperti dikutip dari kantor berita AP News pada Rabu (4/6/2025) Rusia menawarkan dua opsi kepada Ukraina sebagai syarat untuk gencatan senjata selama 30 hari.
Opsi pertama menuntut Ukraina untuk menarik seluruh pasukannya dari Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson—empat wilayah yang Moskow aneksasi secara ilegal pada September 2022, meskipun belum sepenuhnya mereka kuasai.
Opsi kedua, yang Moskow sebut sebagai proposal “paket” mendesak Ukraina untuk menghentikan segala upaya mobilisasi militer, seperti perekrutan, pelatihan dan pengerahan pasukan baru.
Serangkaian tuntutan Kremlin dalam proposal ‘’paket’’ ini juga mengharuskan Ukraina untuk menghentikan penerimaan senjata, amunisi dan bantuan militer dari negara-negara Barat.
Kyiv juga diminta untuk mulai membubarkan sebagian pasukannya yang sudah ada.
Proposal “paket” ini selanjutnya menuntut agar Ukraina mengakhiri keadaan darurat militer yang telah diberlakukan sejak invasi dan mengadakan pemilihan umum.
Penandatanganan perjanjian damai hanya akan terjadi setelah semua syarat di atas dipenuhi oleh Ukraina.
Syarat Rusia untuk Perjanjian Damai Permanen
Untuk perjanjian damai permanen, Rusia menuntut pengakuan hukum internasional atas aneksasi Rusia di Semenanjung Krimea pada 2014 dan empat wilayah Ukraina lainnya di Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia pada 2022 lalu.
Dokumen itu juga menyebutkan bahwa di masa depan, Ukraina harus menyatakan status netral, artinya Kyiv tidak memihak Rusia maupun Barat.
Ukraina juga harus membatalkan upayanya untuk bergabung dengan NATO dan membatasi angkatan bersenjatanya.
Tak hanya itu, Ukraina diminta untuk mengakui bahasa Rusia sebagai bahasa resmi setara dengan bahasa Ukraina.
Rusia juga melarang Ukraina untuk “memuja dan mempropagandakan Nazisme dan neo-Nazisme”, serta Ukraina harus membubarkan kelompok-kelompok nasionalis.
Tuduhan bahwa kelompok neo-Nazi membentuk politik Ukraina di bawah Presiden Volodymyr Zelenskyy, yang seorang Yahudi, telah dibantah oleh Kyiv dan sekutu Baratnya.
Menurut Rusia, perjanjian damai ini juga harus membuat semua sanksi internasional dihapuskan kepada kedua negara yang beperang.
Kedua negara dapat melanjutkan kembali perdagangan, komunikasi, dan menjalin kembali hubungan diplomatiknya dengan negara-negara lain.
Kedua negara juga harus meniadakan kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan karena perang.
Posisi Ukraina juga Tetap Tegas
Ukraina, dalam memorandum yang diserahkan kepada Moskow sebelum perundingan damai langsung pada Senin (2/6/2025), menegaskan kesiapannya untuk gencatan senjata 30 hari penuh tanpa syarat apapun agar membuka jalan damai.
Kyiv secara konsisten menolak tuntutan Rusia untuk tetap netral, menegaskan kalau ia bebas memilih aliansinya.
Dalam memorandum itu, Ukraina juga menolak pembatasan militer apapun yang diusulkan oleh Rusia, baik itu untuk membatasi jumlah tentara, jenis senjata, maupun kapabilitas militer lainnya.
Ukraina juga menolak untuk mengakui aneksasi wilayah manapun oleh Rusia di Ukraina.
Kyiv mengajukan bahwa garis kontak saat ini dapat dinegosiasikan sebagai perbatasan wilayah antara kedua negara.
Ukraina juga menekankan perlunya jaminan keamanan dari internasional untuk memastikan perjanjian damai benar-benar diimplementasikan guna mencegah agresi lebih lanjut.
Memorandum perdamaian Ukraina juga menuntut pengembalian anak-anak yang dibawa secara paksa oleh Rusia dan meminta pertukaran tahanan antara kedua negara.
Ukraina membuka pintu untuk mencabut secara bertahap beberapa sanksi terhadap Rusia jika Rusia mematuhi perjanjian tersebut.
Sikap Sama-sama Keras Membuat Perdamaian Tampak Sulit Dicapai*
Tuntutan yang saling bertentangan dari kedua negara yang berkonflik ini membuat kemajuan signifikan dalam negosiasi terasa tidak mungkin untuk dicapai.
Rusia tetap konsisten dengan tuntutan maksimalisnya, seolah tidak terpengaruh oleh ancaman sanksi berulang kali dari Barat.
Beberapa pengamat melihat memorandum Rusia sebagai ‘’cara Moskow untuk memformalkan’’ posisinya.
“Bahkan dokumen yang tidak ditandatangani memberikan Kremlin pijakan diplomatik yang lebih kuat,” kata Analis Pertahanan yang berbasis di Moskow, Sergei Poletaev.
Tatiana Stanovaya dari Carnegie Russia Eurasia Center berpendapat bahwa dokumen tersebut menunjukkan bahwa tujuan utama Putin adalah untuk mengamankan Ukraina yang “ramah tanpa militer” dan tidak berhubungan dengan sekutu Baratnya.
Dia menyoroti alasan mengapa Rusia menawarkan dua opsi (menarik pasukan dari wilayah yang dicaplok vs. proposal "paket" yang lebih luas).
Menurutnya, Rusia tahu bahwa penarikan total pasukan Ukraina dari empat wilayah yang dianeksasi tidak realistis atau tidak akan dapat diterima oleh Ukraina.
Oleh karena itu, Rusia mengusulkan opsi tersebut untuk mendorong Kyiv menuju opsi kedua (proposal "paket" yang melumpuhkan militer dan ikatan Barat Ukraina) sebagai jalur utama.
Menurutnya, ini adalah taktik negosiasi untuk membuat opsi kedua terlihat lebih "masuk akal" atau "lebih ringan" dibandingkan opsi pertama yang sangat ekstrem.
‘’Karena Moskow tahu bahwa Ukraina akan menarik pasukannya dari empat wilayah tersebut tidak layak dan berusaha mendorong Kyiv menuju yang kedua sebagai jalur utama,” katanya.
Di saat yang sama, ia menilai bahwa, memorandum Moskow tampaknya menunjukkan bahwa “Rusia terbuka untuk mempertimbangkan meninggalkan bagian-bagian wilayah yang mereka aneksasi, yang tidak dikuasainya untuk dikembalikan kepada Ukraina”
Stanovaya mengatakan bahwa selama Rusia tetap mempertahankan tuntutan maksimalisnya, pertempuran akan terus berlanjut, meskipun ada interaksi atau pembicaraan bilateral antara kedua belah pihak.
‘’Pertempuran akan terus berlanjut, meskipun interaksi bilateral tetap ada,” katanya.
(Grace Sanny Vania/*)
Konflik Rusia Vs Ukraina
Update Kasus Ledakan Pipa Gas Nord Stream 2022, Italia Ekstradisi Seorang Warga Ukraina ke Jerman |
---|
Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.302: AS Setujui Paket Bantuan Senjata Pertama Era Trump untuk Ukraina |
---|
Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-1.301: Pussy Riot Dihukum Penjara In Absentia |
---|
Pamer Kekuatan: Rusia–Belarus Gelar Latihan Perang, Kerahkan Rudal Nuklir, Jet Bomber, hingga Tank |
---|
Diplomasi Besi Putin ke NATO, AS Kirim Perwira Pantau Latihan Perang Besar-besaran Rusia-Belarus |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.