Minggu, 5 Oktober 2025

Drone Jiu Tian 'Kapal Induk' Drone Tiongkok akan Terbang Bersama 100 Drone di Ketinggian 50.000 Kaki

Tiongkok akan meluncurkan kendaraan udara nirawak yang inovatif, Jiu Tian, ​​sebuah kapal induk pesawat nirawak yang mampu membawa hingga 100 pesawat

Editor: Muhammad Barir
tangkapan layar instagram/thevigilantheroes
Tiongkok sedang bersiap meluncurkan Jiutian SS-UAV , pesawat induk tak berawak yang dapat mengerahkan 100 UAV kamikaze sekaligus, yang menandakan lompatan dalam kemampuan udara militer. 

Program seperti inisiatif Artemis milik Angkatan Udara AS, yang berfokus pada pesawat nirawak yang digerakkan oleh AI, dan proyek StormShroud milik Inggris, sebuah platform tempur nirawak generasi berikutnya, menunjukkan adanya perlombaan global untuk menggunakan sistem otonom. Penekanan Jiu Tian pada teknologi gerombolan sejalan dengan tren ini, karena militer di seluruh dunia mengeksplorasi cara untuk memanfaatkan AI untuk serangan terkoordinasi.


Pada tahun 2020, Departemen Pertahanan AS melakukan uji coba dengan kawanan pesawat nirawak, yang menunjukkan potensi mereka untuk mengalahkan pertahanan udara melalui jumlah yang sangat banyak. Investasi Tiongkok dalam kemampuan serupa menunjukkan niat untuk menyamai atau melampaui kemajuan Barat.

Persamaan sejarah menggarisbawahi pentingnya Jiu Tian. Selama Perang Dingin, AS dan Uni Soviet mengembangkan platform ketinggian tinggi seperti SR-71 Blackbird dan MiG-25R untuk melakukan pengintaian di wilayah musuh.


Pesawat-pesawat ini mengandalkan kecepatan dan ketinggian untuk menghindari pertahanan, seperti halnya Jiu Tian yang menggunakan taktik ketinggian dan penyerbuan. Dalam konflik modern, pesawat tanpa awak telah terbukti transformatif. Penggunaan pesawat tanpa awak FPV kecil oleh Ukraina terhadap pasukan Rusia sejak 2022 telah menunjukkan bagaimana sistem yang murah dan lincah dapat mengganggu platform konvensional yang lebih besar.


Jiu Tian membawa konsep ini ke skala baru, menggabungkan jangkauan strategis pesawat tanpa awak di ketinggian tinggi dengan dampak taktis dari kawanan pesawat, yang berpotensi mendefinisikan ulang bagaimana kampanye udara dilakukan.

Meskipun menjanjikan, Jiu Tian menghadapi tantangan yang signifikan. Mengkoordinasikan segerombolan 100 drone dalam kondisi dunia nyata memerlukan sistem komunikasi dan AI yang kuat, yang mungkin rentan terhadap gangguan atau serangan siber.

Pengalaman PLA dengan pesawat nirawak sebelumnya, seperti JY-300, mengungkap kesulitan dalam menjaga hubungan data yang andal dalam jarak jauh. Selain itu, meskipun ketinggian Jiu Tian memberikan perlindungan, sistem pertahanan udara canggih, seperti Aegis AS atau S-400 Rusia, dirancang untuk menyerang target di ketinggian tinggi.

Kurangnya fitur siluman yang dikonfirmasi semakin membatasi kemampuan bertahannya terhadap musuh yang canggih. Pertanyaan juga tetap ada tentang kesiapan operasional drone FPV yang lebih kecil, yang harus menyeimbangkan ukuran, muatan, dan daya tahan agar efektif dalam pertempuran.


Pengembangan Jiu Tian terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan Asia-Pasifik. Tindakan tegas Tiongkok di Laut Cina Selatan, termasuk pembangunan pulau buatan yang dimiliterisasi, telah menuai kritik dari AS dan sekutunya. Pengerahan kapal induk tanpa awak yang mampu memproyeksikan kekuatan melintasi jarak yang sangat jauh dapat meningkatkan ketegangan ini, terutama jika digunakan untuk menegaskan dominasi di wilayah yang diperebutkan.

Misalnya, Jiu Tian dapat memantau atau mengganggu aset angkatan laut AS di Pasifik, sehingga mempersulit upaya Washington untuk mempertahankan kebebasan navigasi. Kemampuannya untuk beroperasi di wilayah yang disengketakan, seperti Kepulauan Senkaku, juga dapat memperburuk hubungan dengan Jepang, sekutu utama AS.

Uji coba mendatang pada bulan Juni akan memberikan wawasan penting mengenai kemampuan Jiu Tian. Meskipun spesifikasi platform tersebut mengesankan, kinerjanya di dunia nyata masih belum terbukti. Kemampuan PLA untuk mengintegrasikan pesawat nirawak ke dalam jaringan komando dan kendali yang lebih luas akan menjadi penentu utama keberhasilannya.

Program pesawat nirawak Tiongkok sebelumnya, seperti CH-4, menghadapi penundaan dalam transisi dari pengujian ke pengerahan operasional, yang menunjukkan bahwa Jiu Tian mungkin menghadapi rintangan serupa. Kompleksitas dalam mengelola segerombolan pesawat nirawak di lingkungan yang diperebutkan, tempat peperangan elektronik dan ancaman dunia maya marak, menambah lapisan ketidakpastian lainnya.


Dari perspektif yang lebih luas, Jiu Tian menandakan ambisi Tiongkok untuk menantang AS sebagai kekuatan militer dominan di Asia-Pasifik. Pengembangannya mencerminkan pergeseran ke arah kemampuan asimetris, di mana sistem yang relatif murah seperti pesawat nirawak dapat melawan platform tradisional yang mahal seperti jet tempur atau kapal angkatan laut.

Pendekatan ini mencerminkan investasi Tiongkok dalam rudal balistik antikapal dan senjata hipersonik, yang bertujuan untuk menetralkan keunggulan AS dalam operasi berbasis kapal induk. Namun, ketergantungan Jiu Tian pada teknologi yang belum teruji menimbulkan pertanyaan tentang dampak langsungnya.

Bisakah Tiongkok mengatasi tantangan teknis dan operasional untuk membangun kapal induk pesawat nirawak yang berfungsi penuh? Jawabannya akan membentuk keseimbangan militer di kawasan itu di tahun-tahun mendatang.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved