Tiongkok Tawarkan Jet Tempur J-10CE ke Kolombia, Kolombia Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Membeli
China telah menawarkan untuk menjual dua skuadron jet tempur multiperan J-10CE ke Kolombia saat negara Amerika Selatan itu berupaya mengganti armada
Tiongkok Tawarkan Jet Tempur J-10CE ke Kolombia, Kolombia Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Membeli
TRIBUNNEWS.COM- China telah menawarkan untuk menjual dua skuadron jet tempur multiperan J-10CE ke Kolombia saat negara Amerika Selatan itu berupaya mengganti armada tempurnya yang sudah tua.
Penawaran tersebut diajukan selama kunjungan Presiden Kolombia Gustavo Petro ke Beijing dalam pembicaraan dengan Presiden China Xi Jinping.
Dalam perkembangan mencolok yang telah menarik perhatian pengamat pertahanan di seluruh dunia, Tiongkok telah memberikan tawaran untuk menjual dua skuadron jet tempur multiperan Chengdu J-10CE yang canggih ke Kolombia.
Usulan tersebut disampaikan selama kunjungan penting Presiden Kolombia Gustavo Petro ke Beijing, di mana ia bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Tawaran tersebut, yang dilaporkan oleh berbagai sumber termasuk media pertahanan Infodefensa, menandai langkah berani Tiongkok untuk menembus pasar pertahanan Amerika Latin, kawasan yang secara tradisional didominasi oleh pemasok Barat seperti Amerika Serikat dan Israel.
Bagi Kolombia, usulan tersebut tiba di titik kritis karena angkatan udaranya bergulat dengan armada pesawat tempur yang menua dan sangat membutuhkan penggantian. Kesepakatan potensial tersebut menimbulkan pertanyaan tentang pergeseran keselarasan geopolitik dan masa depan modernisasi militer di Amerika Selatan.
Waktu penawaran China sangat penting. Angkatan udara Kolombia saat ini bergantung pada armada pesawat tempur Kfir buatan Israel, yang telah menjadi tulang punggung penerbangan tempurnya selama beberapa dekade tetapi mendekati akhir masa operasionalnya. Dengan anggaran terbatas dan kebutuhan mendesak untuk memodernisasi, Bogotá menghadapi keputusan penting tentang masa depan pertahanan udaranya.
Proposal China, yang mencakup hingga 24 jet J-10CE dengan ketentuan pembiayaan yang fleksibel, menempatkan Beijing sebagai pesaing serius di pasar yang selama ini kurang diminati. Menurut postingan di X, tawaran tersebut dilihat bukan hanya sebagai transaksi komersial, tetapi juga manuver strategis untuk memperdalam pengaruh China di kawasan yang selama ini dianggap sebagai wilayah pengaruh AS.
Chengdu J-10CE, varian ekspor J-10C yang dioperasikan oleh Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok, adalah pesawat tempur multiperan generasi 4,5 yang dirancang untuk bersaing dengan platform Barat seperti F-16 Fighting Falcon Amerika dan Saab Gripen Swedia.
Dikembangkan oleh Chengdu Aircraft Corporation, J-10CE memiliki sayap delta dan tata letak canard, desain yang meningkatkan kemampuan manuver dan kelincahan dalam pertempuran udara. Pesawat ini ditenagai oleh satu mesin, biasanya turbofan WS-10B buatan China atau AL-31FN Rusia, yang menghasilkan kecepatan maksimum Mach 1,8 dan radius tempur sekitar 1.200 mil dengan tangki bahan bakar eksternal.
Rangka pesawatnya menggunakan material komposit untuk mengurangi bobot dan penampang radar, memberinya kemampuan semi-siluman yang membuatnya lebih sulit dideteksi dibandingkan dengan pesawat tempur lama seperti Kfir.
Inti dari kemampuan J-10CE adalah rangkaian avioniknya yang canggih, yang mencakup radar Active Electronically Scanned Array [AESA], yang kemungkinan merupakan varian dari KLJ-10. Radar ini menawarkan deteksi target yang unggul, dengan laporan yang menunjukkan bahwa radar ini dapat melacak beberapa target pada jarak hingga 170 kilometer, melampaui sistem radar pesawat tempur generasi sebelumnya seperti F-16C Block 52.
Jet ini juga dilengkapi sensor pencarian dan pelacakan inframerah [IRST], yang memungkinkannya mendeteksi dan menyerang target secara pasif tanpa bergantung pada emisi radar. Untuk persenjataan, J-10CE dilengkapi dengan 11 titik keras yang mampu membawa beragam amunisi.
Persenjataan udara-ke-udaranya meliputi rudal jarak jauh PL-15E, dengan perkiraan jangkauan 145 kilometer untuk model ekspor, dan rudal jarak pendek PL-10, yang dikenal karena kemampuan penargetan off-boresight-nya yang tinggi.
Untuk misi serangan darat, jet tersebut dapat menggunakan bom luncur berpemandu LS-6, rudal antiradiasi YJ-91, dan rudal antikapal, menjadikannya platform serbaguna untuk berbagai skenario pertempuran.
Sistem peperangan elektronik J-10CE semakin meningkatkan kemampuan bertahannya. Rangkaian penanggulangan elektronik di dalam pesawat dapat mengganggu radar musuh, sementara penyebar sekam dan suar membantu menghindari rudal yang datang.
Fitur-fitur ini memposisikan J-10CE sebagai alternatif yang hemat biaya untuk pesawat tempur Barat, dengan perkiraan harga $40-50 juta per unit dibandingkan dengan $60-70 juta untuk varian F-16 yang lebih baru.
Bagi Kolombia, yang beroperasi dengan anggaran pertahanan terbatas, keterjangkauan J-10CE bisa menjadi daya tarik utama, terutama jika dipadukan dengan reputasi China yang menawarkan pengaturan pembiayaan fleksibel.
Namun, mengintegrasikan platform China ke dalam angkatan udara yang berpihak pada Barat akan menghadirkan tantangan signifikan, termasuk pelatihan, pemeliharaan, dan interoperabilitas dengan sistem yang ada.
Armada pesawat tempur Kfir milik Kolombia saat ini, yang diperoleh dari Israel pada tahun 1980-an, merupakan peninggalan dari era sebelumnya.
Jet bermesin tunggal ini, yang berasal dari Mirage 5 milik Prancis, ditingkatkan pada tahun 2000-an dengan avionik dan radar modern, tetapi tidak memiliki sensor dan persenjataan canggih yang telah digunakan Michaela selama berjam-jam, mungkin berhari-hari.
Rangka pesawat Kfir mendekati batas umur strukturalnya, dan suku cadang semakin sulit diperoleh, sehingga meningkatkan biaya perawatan.
Angkatan Udara Kolombia telah menggunakan Kfir terutama untuk operasi kontrapemberontakan, termasuk serangan udara terhadap kelompok-kelompok seperti Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia [FARC] selama konflik internal negara tersebut yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Contoh yang menonjol adalah Operasi Jaque pada tahun 2008, ketika jet tempur Kfir memberikan perlindungan udara untuk misi penyelamatan sandera yang berani dan membebaskan 15 tawanan, termasuk mantan kandidat presiden Ingrid Betancourt.
Operasi tersebut menunjukkan kemampuan Kfir untuk melakukan serangan presisi, tetapi sistemnya yang sudah tua membatasi efektivitasnya terhadap ancaman modern.
J-10CE dapat meningkatkan kemampuan udara Kolombia secara signifikan. Radar AESA dan rudal jarak jauh PL-15E akan memungkinkan angkatan udara untuk menyerang target pada jarak yang lebih jauh, meningkatkan kemampuannya untuk berpatroli di wilayah udara dan perbatasan laut Kolombia yang luas.
Amunisi berpemandu presisi milik jet tersebut, seperti LS-6, akan menawarkan peningkatan akurasi untuk misi serangan darat, yang berpotensi mengurangi kerusakan tambahan dalam operasi kontrapemberontakan. Namun, mengadopsi platform China akan memerlukan perombakan total pelatihan pilot, infrastruktur perawatan, dan rantai logistik.
Angkatan udara Kolombia tidak memiliki pengalaman mengoperasikan pesawat China, dan mengintegrasikan J-10CE dengan helikopter dan pesawat angkut buatan Barat yang sudah ada dapat terbukti rumit.
Transisi tersebut kemungkinan akan memakan waktu bertahun-tahun dan menuntut investasi yang signifikan, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang apakah penghematan biaya J-10CE akan lebih besar daripada biaya jangka panjang untuk membangun rantai pasokan baru.
Tawaran China ini muncul di tengah meningkatnya ambisinya untuk memperluas pengaruhnya di pasar senjata global, khususnya di kawasan-kawasan yang selama ini dominasi Baratnya tak tertandingi. Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm [SIPRI], China telah menjadi eksportir senjata terbesar kelima di dunia, dengan penjualan ke negara-negara seperti Pakistan, Bangladesh, dan Myanmar.
J-10CE telah meraih kesuksesan di Pakistan, di mana angkatan udaranya mulai membeli 36 jet pada tahun 2022 untuk melawan akuisisi jet tempur Rafale Prancis oleh India.
J-10CE Pakistan dilaporkan berperan dalam konflik baru-baru ini dengan India, dengan klaim yang belum diverifikasi bahwa mereka menembak jatuh beberapa pesawat India, termasuk Rafale, menggunakan rudal PL-15. Meskipun klaim ini tidak memiliki konfirmasi independen, klaim ini telah memicu minat terhadap J-10CE sebagai alternatif yang kredibel bagi jet tempur Barat.
Di Amerika Latin, ekspor senjata China terbatas, dengan Venezuela sebagai pengecualian. Pada tahun 2000-an, Venezuela membeli jet latih K-8 dan sistem radar China, tetapi transaksi tersebut dirusak oleh masalah logistik dan tantangan pemeliharaan, yang menyebabkan sebagian besar peralatan tidak beroperasi.
Sejarah ini dapat membuat Kolombia berhati-hati dalam berkomitmen pada platform China, terutama mengingat hubungan militernya yang erat dengan Amerika Serikat. Sebagai mitra global NATO, Kolombia berpartisipasi dalam latihan gabungan dengan pasukan AS dan menerima bantuan militer yang signifikan, termasuk peningkatan helikopter UH-60 Black Hawk miliknya. Pergeseran ke arah perangkat keras China dapat membebani hubungan ini, terutama jika Washington menganggap kesepakatan itu sebagai tantangan bagi pengaruh regionalnya.
Penawaran J-10CE juga mencerminkan tren geopolitik yang lebih luas. Tiongkok semakin banyak menggunakan penjualan senjata sebagai alat untuk membangun kemitraan strategis, sering kali menggabungkan kesepakatan militer dengan investasi infrastruktur melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan.
Di Brasil, misalnya, Tiongkok baru-baru ini mengusulkan untuk menyumbangkan jet J-10CE sebagai ganti akses ke Pusat Peluncuran Luar Angkasa Alcantara, aset strategis untuk peluncuran satelit. Brasil menolak, dengan alasan komitmennya terhadap program Saab Gripen dan kekhawatiran tentang keterkaitannya yang terlalu erat dengan Beijing.
Kolombia, seperti Brasil, harus mempertimbangkan konsekuensi geopolitik dalam menerima perangkat keras China, terutama di kawasan di mana AS tetap menjadi mitra keamanan dominan.
Bagi Kolombia, keputusan ini bukan hanya tentang mengganti Kfir, tetapi juga tentang mendefinisikan postur militernya untuk beberapa dekade mendatang. Kemampuan canggih J-10CE dapat memberi Angkatan Udara keunggulan teknologi, khususnya dalam pertempuran udara-ke-udara dan serangan presisi.
Dibandingkan dengan opsi lain, seperti F-16 atau Gripen, J-10CE menawarkan biaya awal yang lebih rendah, tetapi kelangsungan jangka panjangnya bergantung pada kemampuan Kolombia untuk mempertahankan ekosistem pelatihan dan pemeliharaan yang baru. F-16, misalnya, diuntungkan oleh jaringan operator dan suku cadang global, yang menjadikannya pilihan yang lebih aman untuk interoperabilitas dengan sekutu seperti Chili, yang mengoperasikan F-16.
Gripen, yang dipilih oleh Brasil, menawarkan avionik canggih dan biaya operasi yang lebih rendah tetapi harganya lebih mahal. Sebaliknya, J-10CE belum teruji di Amerika Latin, dan penerapannya akan menandakan perubahan besar dari strategi pertahanan Kolombia yang berorientasi ke Barat.
Secara historis, angkatan udara Kolombia mengutamakan fleksibilitas dan keterjangkauan, seperti yang terlihat dalam penggunaan Kfir untuk kontrapemberontakan dan pertahanan teritorial. Selama tahun 1990-an dan 2000-an, Angkatan Udara memainkan peran penting dalam melemahkan FARC melalui serangan udara yang ditargetkan, yang sering kali dikoordinasikan dengan pasukan darat.
Kesederhanaan dan biaya operasi Kfir yang rendah membuatnya sangat cocok untuk misi-misi ini, tetapi kurangnya sensor dan rudal modern membatasi kegunaannya terhadap ancaman-ancaman yang muncul, seperti lalu lintas udara gelap yang terkait dengan penyelundupan narkoba. Radar IRST dan AESA J-10CE dapat meningkatkan kemampuan Kolombia untuk mencegat ancaman-ancaman tersebut, sementara rudal antikapalnya dapat memperkuat keamanan maritim di sepanjang pantai Pasifik dan Karibia negara itu.
Namun pertanyaannya tetap apakah kebutuhan operasional Kolombia membenarkan kompleksitas pengadopsian platform China dibandingkan alternatif Barat yang lebih dikenal.
Dorongan Tiongkok ke Amerika Latin merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk menantang hegemoni AS di Belahan Bumi Barat. Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah memperluas jejak ekonominya melalui investasi di pelabuhan, rel kereta api, dan proyek energi.
Namun, kerja sama militer masih tertinggal, sehingga tawaran J-10CE berpotensi mengubah permainan. Jika Kolombia menerima tawaran tersebut, hal itu dapat membuka jalan bagi negara-negara Amerika Latin lainnya untuk mempertimbangkan perangkat keras China, yang akan mengubah lanskap pertahanan kawasan tersebut.
Sebaliknya, penolakan akan memperkuat status quo, dengan AS dan sekutunya mempertahankan cengkeraman mereka di pasar. Hasilnya akan bergantung pada penilaian Kolombia terhadap keunggulan teknis J-10CE, persyaratan pembiayaan China, dan biaya politik yang harus ditanggung karena berbeda dengan mitra tradisionalnya.
Dari perspektif yang lebih luas, tawaran Tiongkok menggarisbawahi dinamika yang terus berkembang dalam perdagangan senjata global. Seiring Beijing menyempurnakan kemampuan kedirgantaraannya, platform seperti J-10CE mampu menutup kesenjangan dengan pesaing Barat, menawarkan akses yang terjangkau bagi negara-negara berkembang terhadap teknologi canggih.
Bagi Kolombia, keputusan ini merupakan gambaran kecil dari pilihan yang dihadapi banyak negara di belahan bumi selatan: apakah akan menerima jet tempur baru dari negara yang sedang naik daun.
Munculnya J-10CE sebagai pilihan yang layak menyoroti meningkatnya kepercayaan diri Tiongkok dan kemauannya untuk menantang pemain yang sudah mapan.
Namun, saat Kolombia mempertimbangkan pilihannya, momok pengalaman Venezuela yang bermasalah dengan peralatan China tampak besar, yang menjadi kisah peringatan tentang risiko kemitraan yang belum teruji.
Apakah Bogotá melihat J-10CE sebagai langkah maju yang berani atau pertaruhan yang terlalu jauh masih menjadi pertanyaan terbuka, yang dapat mendefinisikan ulang perannya di dunia yang berubah dengan cepat.
SUMBER: BULGARIAN MILITARY
AS dan Tiongkok Gelar Pertemuan di Spanyol, Penjualan TikTok Ikut Jadi Bahasan utama |
![]() |
---|
Rusia Unjuk Kekuatan, Jet Tempur MiG-31 Bawa Rudal Balistik Hipersonik Terbang di Laut Barents |
![]() |
---|
Taiwan Deteksi 31 Pesawat, 13 Kapal, 3 Kapal Utama China di Dekat Pulau, Tanda-tanda Serbuan? |
![]() |
---|
Ketegangan Memanas, Venezuela Tuding AS Cegat Kapal Nelayan di Zona Ekonomi Eksklusif Laut Karibia |
![]() |
---|
Sosok Yu Menglong, Aktor Beken Tiongkok yang Tewas Usai Terjatuh dari Lantai 5 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.