Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Pakar Israel Ini Ungkap Skenario Kehancuran Negaranya pada HUT ke-100 Israel di Tahun 2048

konflik internal saat ini adalah "pertempuran eksistensial yang akan menentukan bentuk Israel dalam beberapa dekade mendatang

Rony Shapiro/Pro-Democracy Protest Movement
DEMONSTRASI - Warga Israel berunjuk rasa di Lapangan Habima, Kota Tel Aviv, Sabtu, (29/3/2025). Mereka menuntut pembebasan sandera. 

Pakar Israel Ini Ungkap Skenario Kehancuran Pada HUT ke-100 Israel di Tahun 2048

TRIBUNNEWS.COM - Dr Oren Yahya Shalom, pakar budaya Israel, memperingatkan kalau Israel menghadapi disintegrasi kelembagaan dan kekacauan ekonomi dan sosial yang dapat menyebabkan runtuhnya negara.

Dalam analisis yang menimbulkan pertanyaan di kalangan warga Israel tentang masa depan entitas Israel, Shalom, pendiri inisiatif "Deklarasi Kemerdekaan Yahudi", mencatat kalau konflik internal saat ini adalah "pertempuran eksistensial yang akan menentukan bentuk Israel dalam beberapa dekade mendatang."

Baca juga: Didorong Krisis, Militer Israel Rekrut Gelombang Pertama Kaum Yahudi Ultra-Ortodoks ke Brigade IDF

Shalom, yang juga merupakan penulis "Shema Israel - Yudaisme Sekuler dari Rambam hingga Ahad Ha'am," menyampaikan pernyataan tersebut dalam wawancara eksklusif dengan media Yedioth Ahronoth.

Dia secara khusus menyoroti keretakan mendalam yang dihadapi negara Yahudi tersebut, diperburuk oleh perang di Gaza dan perpecahan masyarakat yang tajam.

Shalom yakin kalau inti krisis negara pendudukan ini  terletak pada konflik antara dua model Yudaisme.

"Yang pertama adalah model Deklarasi Kemerdekaan, yang berdasarkan demokrasi dan kesetaraan, dan yang kedua adalah model fanatik yang diwakili oleh blok-blok seperti (Bezalel) Smotrich, yang mengancam untuk mengubah Israel menjadi negara teokrasi," katanya dikutip dari lansiran Khaberni, Minggu (11/5/2025)

Ia menjelaskan, "Jika ke-Yahudian mayoritas bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, maka tidak akan ada demokrasi... Para fanatik pada dasarnya berusaha untuk mencabut Deklarasi Kemerdekaan, meskipun mereka tidak secara eksplisit menyatakan hal ini."

Ia menambahkan, "Perang ini (Gaza) bersifat pribadi bagi saya. Saya tidak berjuang untuk Zionisme, tetapi untuk kelangsungan hidup putri saya, Abigail. Namun, banyak orang yang saya kenal telah meninggalkan negara ini."

Dengan pesimisme yang luar biasa, Shalom menggambarkan skenario yang “mengerikan” bagi orang Israel terkait dengan “ulang tahun keseratus Israel” pada tahun 2048 jika tren saat ini terus berlanjut.

Baca juga: Investigasi Israel: Tentara IDF Justru Melarikan Diri dari Serangan Petempur Hamas pada 7 Oktober

Para pengunjuk rasa berkumpul di luar Kirya, markas militer Israel, di Tel Aviv, untuk mendesak pemerintah menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, 16 Januari 2025. (
Para pengunjuk rasa berkumpul di luar Kirya, markas militer Israel, di Tel Aviv, untuk mendesak pemerintah menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, 16 Januari 2025. ( (Gerakan Pro-Demokrasi/Yael Gadot)

Skenario mengerikan itu antara lain:

  • - Disintegrasi lembaga negara dan runtuhnya layanan publik Israel.
  • - Kekacauan ekonomi menyebabkan modal dan sumber daya manusia (bakat) melarikan diri.
  • - Migrasi massal kaum elite Israel, yang jika mencapai 300.000 orang, “akan membuat keberlangsungan negara menjadi mustahil.”
  • - Israel telah menjadi negara yang tidak menarik, di mana “struktur politiknya tetap ada tetapi tidak ada seorang pun yang ingin tinggal di dalamnya.”

Ia berkomentar, "Kita menghancurkan dengan tangan kita sendiri apa yang telah kita bangun selama 75 tahun. Ini bukan hanya pengkhianatan terhadap Zionisme, tetapi juga kontradiksi yang nyata terhadap seluruh sejarah Yudaisme," katanya.

Shalom mengungkap kedalaman perpecahan Israel lewat masalah pembebasan sandera Israel di Gaza, yang seharusnya, kata dia, justru menyatukan orang Israel.

"Kaum mesianis mengalihkan prioritas dari menebus tawanan ke balas dendam... Para sandera dilucuti senjatanya karena mereka mewakili nilai-nilai yang bertentangan dengan retorika palsu tentang kemenangan total," kata dia.

Shalom mengakhiri analisisnya dengan seruan mendesak lewat ujaran, "Kita sekarang harus memilih: Kita berdiri sebagai mayoritas dan berkata, 'Ini adalah ke-Yahudi-an kita,' atau kita membiarkan para fanatik menghancurkan Israel. Kita berada di titik kritis... Kita menghentikan keruntuhan, atau kita memikul tanggung jawab atas kehancuran negara."

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved