Konflik Palestina Vs Israel
Gara-Gara Gaji Dipotong, Ribuan Guru di Israel Mogok Kerja dan Ratusan Sekolah Ditutup
Pemotongan gaji memicu aksi mogok besar-besaran di kalangan guru Israel. Ratusan sekolah di Israel tengah ditutup total pada Senin (5/5/2025).
TRIBUNNEWS.COM - Pemotongan gaji memicu aksi mogok besar-besaran di kalangan guru Israel.
Ini mengakibatkan ratusan sekolah di Israel tengah ditutup total pada Senin (5/5/2025).
Para guru memilih izin sakit massal sebagai bentuk protes, meskipun kesepakatan baru saja dicapai antara Kementerian Keuangan dan Serikat Guru Israel.
Banyak guru merasa tidak puas dengan konsesi yang diberikan oleh pemimpin serikat, Yaffa Ben David, yang menyetujui pemotongan gaji sebesar 0,95 persen dari rencana awal 3,3 persen.
Usulan pemotongan gaji ini akan mulai berlaku pada Mei hingga akhir Desember 2025, dikutip dari The Times of Israel.
Keputusan ini mengakibatkan sekitar 17.000-20.000 guru dan sekitar 10 persen dari tenaga kerja dilaporkan memilih izin sakit pada Senin.
Di Tel Aviv saja, lebih dari 218 taman kanak-kanak serta 50 sekolah dasar dan menengah tutup.
Aksi mogok dimulai Minggu (4/5/2025) pagi, dengan sekitar 25.000 guru ikut serta, sebagian tidak masuk kerja hingga pukul 10 pagi, sebagian lainnya tidak masuk sama sekali.
Banyak sekolah akhirnya memilih untuk tutup sepanjang hari.
Serikat Guru mengklaim bahwa kesepakatan ini adalah 'pencapaian signifikan'.
Namun media Ibrani melaporkan ada pengurangan lain dalam kenaikan gaji, promosi, dan tunjangan sekolah sebagai kompensasi pemotongan, meski guru mendapat tambahan hari libur.
Akan tetapi, Channel 12 melaporkan pemotongan gaji ini tidak berlaku bagi guru di sekolah Haredi.
Baca juga: Pengunjuk Rasa Berkumpul di Luar Kedutaan Israel di London, Tuntut Diakhirinya Serangan ke Suriah
Seorang guru dari Yehud, Ilana Ohel yang memimpin aksi protes ini mengatakan kepada Ynet bahwa ia tidak setuju dengan kesepakatan ini.
Ia menuntut uangnya dikembalikan karena menilai keputusan ini tidak adil.
“Saya ingin uang saya kembali. Perjanjian ini mempermalukan kami. Mereka mengambil Lag B’Omer (hari libur) dari kami, membekukan promosi, dan memotong komponen gaji lainnya," tegasnya.
Tidak hanya itu, ia menuntut uang lembur untuk para guru yang telah bekerja hingga malam hari karena menerima panggilan telepon dari orang tua siswa.
Sementara itu, laporan dari Walla menyebut para guru berencana melanjutkan aksi hingga tercapai kesepakatan yang lebih baik.
Di sisi lain, Kementerian Pendidikan dan Keuangan memperingatkan bahwa hari sakit para guru tidak akan diakui sebagai cuti resmi.
Sehingga Kementerian Pendidikan mengatakan bahwa para aksi protes ini justru akan membuat para guru tidak menerima gaji di hari protesnya.
Kepemimpinan Orang Tua Nasional dilaporkan tengah mengajukan banding ke pengadilan ketenagakerjaan atas penggunaan 'cuti sakit' yang dinilai tidak sah.
Kondisi ini memperparah lumpuhnya aktivitas belajar mengajar di berbagai daerah.
Mogok massal ini menjadi salah satu yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir di sektor pendidikan Israel.
Ini menunjukkan konflik internal Israel semakin meluas, tidak hanya di kalangan pejabat, namun juga di kalangan masyarakat.
Sementara itu, agresi masih berlanjut di Gaza sejak Oktober 2023.
Di mana Israel tak henti melancarkan berbagai serangan di Gaza.
Hingga saat ini, korban tewas akibat serangan Israel di Gaza telah mencapai 52.615 orang.
Sebagian besar korban merupakan wanita dan anak-anak.
(Tribunnews.com/Farrah)
Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.