Konflik Palestina Vs Israel
Lewat Telepon, Sandera Israel Curhat ke Keluarga, Beri Kritik Pedas untuk Pemerintah Netanyahu
Elkana Bohbot, sandera Israel, sempat telepon keluarganya dan ungkap rasa kecewanya terhadap pemerintahan Netanyahu yang dinilainya tidak peduli.
TRIBUNNEWS.COM - Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), merilis sebuah video yang memperlihatkan sandera berkewarganegaraan Kolombia-Israel, Elkana Bohbot, sedang berbicara lewat telepon dengan keluarganya.
Dalam video itu, yang dipublikasikan pada Sabtu (19/4/2025), Elkana menyampaikan keluhan terhadap pemerintah Israel yang dinilainya abai terhadap nasib para sandera.
Di awal panggilan, Elkana menyapa istrinya, Rivka, dan menyampaikan kerinduannya kepada istri dan anaknya. Ia mengaku terus memimpikan mereka dan berharap segera bisa bertemu.
Elkana juga mendesak keluarganya untuk terus menekan pemerintah Israel agar segera menyepakati pertukaran tahanan dengan Hamas.
Ia mengatakan bahwa sudah berusaha berbicara kepada berbagai pihak, termasuk pemerintah, tentara, dan organisasi buruh, untuk mendukung pembebasan para sandera.
Dalam percakapannya, Elkana menyebut bahwa tentara, veteran, dan akademisi Israel telah menandatangani petisi untuk menghentikan perang di Gaza dan menuntut pembebasan para sandera.
Ia menilai mereka lebih peduli daripada pemerintah sendiri.
Ia kemudian meminta untuk berbicara dengan anaknya yang berusia lima tahun, Ram, dan menyampaikan pesan haru agar anaknya menjaga ibunya dan tumbuh menjadi warga negara yang baik.
Kepada ibunya, ia juga berpesan agar selalu melindungi anak dan istrinya.
Elkana sempat berbicara dengan saudaranya, Uriel Andykov, yang memiliki kewarganegaraan ganda Israel-AS.
Ia meminta saudaranya untuk pergi ke Gedung Putih dan berbicara langsung kepada Presiden Trump guna mendesak pembebasan para sandera, sesuai janji yang pernah disampaikan.
Baca juga: Nasib Sandera Israel-AS Masih Jadi Misteri, Brigade Al-Qassam Sebut Penjaganya Ditemukan Tewas
Brigade Al-Qassam merilis video ini sebagai bagian dari peringatan bahwa keterlambatan Israel dalam menyetujui gencatan senjata membahayakan keselamatan para tawanan karena melakukan serangan udara di lokasi yang diketahui terdapat para sandera.
Sebelumnya, pada tahap pertama gencatan senjata yang dimulai 19 Januari 2025, sebanyak 33 sandera Israel dibebaskan, termasuk delapan jenazah, sebagai imbalan pembebasan ribuan warga Palestina.
Namun, sejak serangan Israel kembali dilanjutkan pada 18 Maret, negosiasi untuk tahap kedua mengalami kebuntuan.
Hingga kini, serangan Israel di Jalur Gaza yang berlangsung sejak Oktober 2023 telah membunuh lebih dari 51.000 warga Palestina meninggal dunia dan lebih dari 116.000 lainnya terluka, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.