Rabu, 1 Oktober 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

Salah Kaprah tentang Tarif Impor AS: Bukan Negara Lain yang Membayar

Bukan negara-negara yang dikenai tarif AS yang harus membayar pajaknya, hal ini masih menjadi kesalahpahaman umum, bahkan Donald Trump sendiri.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
Tangkap layar YouTube The White House
TARIF TRUMP - Tangkap layar YouTube The White House pada 3 April 2025, saat Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato di Hari Pembebasan 2 April 2025. Bukan negara-negara yang dikenai tarif AS yang harus membayar pajaknya, hal ini masih menjadi kesalahpahaman umum, bahkan Donald Trump sendiri. 

TRIBUNNEWS.COM – Kebijakan tarif atau pajak impor yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap puluhan negara mulai berlaku pada Rabu (9/4/2025) hari ini, termasuk pungutan sebesar 104 persen terhadap barang-barang dari China, The Guardian melaporkan.

Tarif (tariff dalam Bahasa Inggris) adalah pajak yang dikenakan atas barang impor dari luar negeri.

Namun, terdapat kesalahpahaman umum mengenai tarif ini, khususnya terkait siapa yang sebenarnya membayarnya.

Bahkan Donald Trump dan wakilnya, JD Vance, juga keliru dalam memahami hal tersebut.

Mengutip laporan CNN International pada 9 September 2024, Trump berulang kali mengklaim bahwa China-lah yang akan membayar tarif tersebut.

Dalam sebuah kampanye pemilihan presiden di Arizona pada pertengahan Agustus lalu, Trump berkata:

“Saya akan mengenakan tarif pada negara lain yang mengekspor ke negara kita, dan itu tidak ada hubungannya dengan pajak bagi kita. Itu adalah pajak bagi negara lain,” kata Trump.

Kemudian pada bulan September 2024, Trump mengulangi klaim serupa dalam sebuah wawancara dengan Fox News:

“Ini bukan pajak untuk kelas menengah. Ini pajak untuk negara lain.”

Ia juga menyampaikan hal serupa dalam kampanye di Wisconsin:

“Ini tidak akan menjadi beban bagi Anda, ini akan menjadi beban bagi negara lain.”

Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui tentang Tarif Impor Donald Trump: Daftar Negara yang Terdampak

Sementara itu, Vance menyatakan pada akhir Agustus bahwa tarif yang diberlakukan Trump selama masa jabatannya justru menurunkan harga bagi warga Amerika.

“Harga naik bagi warga China, tetapi turun bagi rakyat kita,” ujarnya.

Namun, pernyataan tersebut tidaklah benar.

Tarif adalah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat, bukan oleh negara asing, saat barang dari luar negeri tiba di perbatasan AS.

Salah satu tujuan penerapan tarif adalah untuk menaikkan harga barang impor, dengan harapan konsumen akan lebih memilih produk buatan dalam negeri (AS).

Saat AS memberlakukan tarif atas barang impor, biaya tarif biasanya dipotong langsung dari rekening bank milik importir Amerika.

Perusahaan-perusahaan AS yang mengimpor barang dari luar negeri diwajibkan membayar tarif tersebut kepada Departemen Keuangan AS.

Namun di sinilah persoalan menjadi lebih kompleks.

Setelah perusahaan importir Amerika membayar tarif tersebut, mereka dapat memilih untuk menanggung biaya itu sepenuhnya, atau membebankan sebagian atau seluruhnya kepada pembeli, baik pengecer maupun konsumen akhir.

Contohnya adalah Deer Stags, sebuah penjual sepatu asal Amerika yang mengimpor sebagian besar produknya dari China, menggunakan kombinasi strategi.

Akan lebih sulit meminta pelanggan membayar lebih untuk model sepatu yang sudah lama dijual, kata Presiden Deer Stags, Rick Muskat, kepada CNN.

Oleh karena itu, perusahaan memutuskan untuk menanggung biaya tarif atas beberapa model lama, dan menaikkan harga untuk sebagian produk baru.

Banyak faktor yang memengaruhi keputusan pengecer dalam menaikkan harga sebagian produk, sementara tetap mempertahankan harga untuk produk lainnya.

Beberapa barang yang dikenai tarif oleh Trump memang mengalami kenaikan harga signifikan, namun secara keseluruhan, dampak tarif terhadap harga eceran cukup beragam, menurut sebuah studi yang diterbitkan pada 2019.

Baca juga: Pasar Kripto Amblas Imbas Tarif Impor Trump, Kapitalisasi Bitcoin CS Susut 1 Triliun Dolar AS  

“Seseorang di Amerika Serikat harus membayar pajak ini,” ujar Howard Gleckman, peneliti senior di Urban-Brookings Tax Policy Center, sebuah lembaga yang cenderung berhaluan kiri.

“Jika bukan konsumen, maka perusahaan yang akan menanggungnya.”

“Dan jika perusahaan yang membayarnya, pada akhirnya, beban itu akan dialihkan ke pekerja,” tambahnya.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved