Senin, 6 Oktober 2025

Donald Trump Pimpin Amerika Serikat

Setelah Dideportasi dari AS, 238 Anggota Geng Dijebloskan ke Penjara Tanpa Jendela El Salvador

Pemerintahan Donald Trump mendeportasi lebih dari 200 warga Venezuela, yang diduga anggota geng ke El Salvador.

YouTube WSJ News
PENJARA EL SALVADOR - Gambar merupakan tangkap layar dari YouTube WSJ News yang diambil pada Senin (17/3/2025), menunjukkan ratusan anggota geng yang dijebloskan ke penjara El Salvador setelah dideportasi dari Amerika Serikat (AS). Pemerintahan Donald Trump mendeportasi lebih dari 200 warga Venezuela, yang diduga anggota geng ke El Salvador. 

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintahan Donald Trump mendeportasi lebih dari 200 warga Venezuela, yang diduga anggota geng ke El Salvador.

Hakim federal AS sempat memerintahkan agar mereka dikembalikan ke AS.

Gedung Putih menegaskan mereka memiliki hak untuk mengabaikan putusan hakim tersebut, dengan alasan k eamanan nasional.

Menurut laporan Reuters, deportasi ini mencakup anggota Tren de Aragua, geng Venezuela yang dikaitkan dengan penculikan, pemerasan, dan pembunuhan kontrak.

Presiden Trump menggunakan Undang-Undang Musuh Asing tahun 1798, yang sebelumnya hanya digunakan dalam konflik besar seperti Perang Dunia I dan II, untuk mendeportasi para tersangka anggota geng.

Hakim Distrik AS James Boasberg menangguhkan penggunaan undang-undang tersebut selama 14 hari.

Alasannya bahwa tindakan itu hanya bisa diterapkan dalam situasi perang.

Sebagian dari mereka sudah berada dalam penerbangan menuju El Salvador sebelum keputusan pengadilan diumumkan.

Reaksi El Salvador

Presiden El Salvador Nayib Bukele mengonfirmasi kedatangan 238 anggota geng tersebut di negaranya.

Dalam unggahan di media sosial X, Bukele menulis "Waduh... Terlambat" dan menambahkan emoji tertawa menanggapi keputusan hakim AS.

Baca juga: Strategi Investasi Bitcoin El Salvador: Pembelian Harian dan Jangka Panjang

Video yang dirilis pemerintah El Salvador menunjukkan para tersangka anggota geng diturunkan dari pesawat di tengah pengamanan ketat.

Menurut Al Jazeera, Bukele menyatakan bahwa para tahanan akan dikirim ke Pusat Penahanan Terorisme (CECOT), sebuah penjara keamanan maksimum yang dapat menampung hingga 40.000 narapidana.

Amerika Serikat akan membayar biaya "sangat rendah" untuk menahan mereka, meskipun jumlah pastinya tidak diungkapkan.

Deportasi ini mendapat kritik dari pemerintah Venezuela, yang menuduh Trump mengkriminalisasi migran Venezuela.

Mereka menyatakan bahwa sebagian besar warganya adalah pekerja yang jujur, bukan teroris.

American Civil Liberties Union (ACLU) juga mengecam tindakan Trump dan menuntut agar pemerintah AS memastikan tidak ada satu pun migran yang dideportasi secara ilegal.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut pemindahan ini sebagai bagian dari upaya AS untuk menangani geng kriminal, termasuk MS-13.

Selain itu, dia mengklaim bahwa beberapa pemimpin tinggi geng juga telah dideportasi ke negara asal mereka.

Penjara Tanpa Jendela

Dikutip dari Al Jazeera, El Salvador dikenal dengan pendekatan keras terhadap kejahatan geng.

CECOT, penjara tempat para tersangka akan ditempatkan, terkenal dengan kondisi ekstremnya.

Sel tidak memiliki jendela, narapidana tidur di ranjang logam tanpa kasur, dan tidak diizinkan menerima pengunjung.

Sementara tindakan Bukele menuai pujian karena keberhasilannya menekan angka kejahatan di El Salvador, ia juga menghadapi kritik dari kelompok hak asasi manusia karena kebijakan represifnya.

Tawaran Bukele untuk menampung tahanan dari AS pun menimbulkan kekhawatiran di kalangan rakyat Salvador, yang khawatir hal itu bisa menghambat perjuangan negara mereka dalam melawan kejahatan kekerasan.

Pemerintahan Trump berencana mengajukan banding terhadap perintah pengadilan yang menangguhkan deportasi ini.

Jaksa Agung AS Pam Bondi menilai keputusan tersebut membahayakan keamanan masyarakat dan penegak hukum.

Sementara itu, perdebatan tentang penggunaan Undang-Undang Musuh Asing untuk menangani migran dan kriminalitas masih berlanjut.

Kasus ini menjadi contoh terbaru dari kebijakan imigrasi keras yang diterapkan oleh pemerintahan Trump di tengah meningkatnya ketegangan politik dan keamanan di kawasan Amerika Tengah.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved