Konflik Rusia Vs Ukraina
Dapat Dukungan Trump, Rusia Larang Pasukan NATO Injakkan Kaki di Ukraina untuk Bantu Zelensky
Rusia menolak keberadaan pasukan penjaga perdamaian dari negara NATO di Ukraina, penempatan pasukan NATO tidak dapat diterima karena mengancam Rusia
TRIBUNNEWS.COM – Rusia menegaskan bahwa pihaknya menolak usulan agar pasukan penjaga perdamaian dari negara anggota NATO berada di Ukraina untuk membantu tentara negara itu.
Penolakan itu diungkap Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia, Sergey Lavrov usai menggelar pertemuan dengan Menlu Amerika Serikat (AS) Marco Rubio di Arab Saudi, Selasa (18/2/2025).
"Setiap kemunculan angkatan bersenjata di bawah bendera lain tidak mengubah apa pun. Tentu saja itu sama sekali tidak dapat diterima," tegas Sergey Lavrov, sebagaimana dikutip dari BBC International.
"Kami juga menjelaskan kepada rekan-rekan kami hari ini apa yang telah berulang kali ditegaskan oleh Presiden (Vladimir) Putin, bahwa perluasan NATO, penyerapan Ukraina oleh aliansi Atlantik Utara, merupakan ancaman langsung terhadap kedaulatan kami," imbuhnya.
Selain mengecam keberadaan pasukan NATO, Lavrov juga menolak esensi usulan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer.
Starmer berencana mengirim pasukan Inggris dan pasukan anggota NATO lainnya ke Ukraina sebagai pasukan penjaga perdamaian.
Lavrov menegaskan, penempatan pasukan NATO di Ukraina tidak dapat diterima. Sebab kehadiran pasukan NATO mengancam kepentingan Rusia yang berpotensi bisa memicu eskalasi lebih lanjut.
Dalam pertemuan tertutup tersebut, Marco Rubio mengindikasikan, Amerika Serikat tidak akan berpartisipasi untuk mengerahkan pasukan ke Ukraina sebagaimana yang disampaikan Presiden Donald Trump.
“Menghadirkan pasukan di sana akan baik-baik saja, saya tidak keberatan sama sekali, karena (lokasi) kami sangat jauh," katanya.
Isi Pertemuan AS dan Rusia di Saudi
Pertemuan penting di Riyadh, Arab Saudi digelar untuk membahas upaya mengakhiri perang di Ukraina serta memulihkan hubungan diplomatik antara kedua negara yang telah berlangsung sejak akhir 2022 silam.
Pertemua ini dihadiri delegasi tingkat tinggi dari Amerika Serikat dan Rusia.
Baca juga: Hubungan AS-Ukraina Mendidih, Trump Sebut Zelensky Diktator dan Komedian yang Terjun dalam Perang
Penasihat kebijakan luar negeri Presiden Rusia Vladimir Putin, Yuri Ushakov sempat ditanya apakah Washington dan Moskow menyatu.
"Sulit untuk mengatakan bahwa mereka semakin dekat, tetapi kami telah membicarakannya," kata Ushakov.
"Ada pembicaraan yang sangat serius tentang semua masalah yang ingin kami bahas," lanjutnya.
Selain membahas cara mengakhiri perang di Ukraina, AS dan Rusia juga turut membahas kesepakatan lainnya, di antaranya seperti:
- Pertukaran Staf Diplomatik: Kedua negara sepakat untuk mengganti staf di kedutaan masing-masing di Washington dan Moskow.
- Pembentukan Tim Negosiasi Tingkat Tinggi: Kedua belah pihak setuju melanjutkan negosiasi demi penyelesaian konflik di Ukraina secara berkelanjutan dan dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.
- Kerjasama Geopolitik dan Ekonomi: Mulai dilakukan diskusi mengenai kerja sama geopolitik dan ekonomi yang dapat ditindaklanjuti sebagai hasil dari berakhirnya konflik di Ukraina.
- Keterlibatan Diplomat di Lokasi: Lima diplomat yang hadir di lokasi pertemuan akan tetap berada di sana dan terlibat dalam proses tersebut untuk memastikan kelancaran dan produktivitas proses negosiasi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.