Donald Trump Pimpin Amerika Serikat
Trump Sanksi ICC, Uni Eropa Geram, Sebut Sistem Peradilan Pidana Internasional Terancam
Presiden Dewan Eropa, Antonio Costa sebut sanksi AS terhadap ICC ancam independensi Pengadilan dan merusak sistem peradilan pidana internasional
TRIBUNNEWS.COM - Semakin banyak negara, kelompok hak asasi manusia, dan badan internasional yang menyatakan kekhawatiran atas keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjatuhkan sanksi kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan stafnya.
Dalam sebuah posting di X, Presiden Dewan Eropa, Antonio Costa, ikut mengungkapkan kekhawatirannya.
"Sanksi tersebut mengancam independensi Pengadilan dan merusak sistem peradilan pidana internasional secara keseluruhan," tulisnya, dikutip dari Al Jazeera.
Belanda yang merupakan negara tuan rumah ICC, mengatakan pihaknya "menyesalkan" perintah tersebut.
Amsterdam menyatakan pekerjaan pengadilan tersebut "penting dalam memerangi impunitas".
Amnesty International menyebut tindakan tersebut "ceroboh".
PBB dan para ahli hukum mengatakan bahwa rencana tersebut ilegal menurut hukum internasional.
Pemindahan paksa juga merupakan kejahatan menurut Statuta Roma yang mengatur ICC.
Trump menandatangani Perintah Eksekutif yang menjatuhkan sanksi kepada ICC terkait penyelidikan terhadap Israel, sekutu dekat Amerika Serikat pada Kamis (6/2/2025).
Baik AS maupun Israel tidak mengakui atau menjadi anggota ICC, Time Magazine melaporkan.
Pengadilan tersebut sebelumnya mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu atas dugaan kejahatan perang yang terkait dengan respons militer Israel di Gaza setelah serangan Hamas terhadap Israel pada Oktober 2023.
Akibat tanggapan militer tersebut, puluhan ribu warga Palestina, termasuk anak-anak, tewas.
Perintah Eksekutif yang ditandatangani Trump menuduh ICC terlibat dalam "tindakan tidak sah dan tidak berdasar yang menargetkan Amerika Serikat dan sekutu dekat kami, Israel."
Baca juga: Donald Trump Jatuhkan Sanksi kepada ICC Akibat Surat Perintah Penangkapan Terhadap Netanyahu Cs
Trump juga menilai ICC menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengeluarkan "surat perintah penangkapan yang tidak berdasar" terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant.
Perintah tersebut menegaskan "ICC tidak memiliki yurisdiksi atas Amerika Serikat atau Israel" dan tindakan pengadilan ini telah menciptakan "preseden berbahaya" bagi kedua negara tersebut.
Trump mengumumkan keputusan ini saat Netanyahu sedang berada di Washington.
Pada Selasa (4/2/2025), Netanyahu mengadakan pembicaraan dengan Trump di Gedung Putih.
Kemudian pada Kamis (5/2/2025), Netanyahu melanjutkan kunjungannya dengan bertemu anggota parlemen di Capitol Hill.
Perintah Eksekutif tersebut juga menyatakan bahwa AS akan memberikan "konsekuensi nyata dan signifikan" bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas "pelanggaran" yang dilakukan ICC.
Sanksi yang dapat dikenakan termasuk pemblokiran properti dan aset serta larangan masuknya pejabat, karyawan, dan kerabat ICC ke Amerika Serikat.
Netanyahu Sambut Sanksi ICC
Menanggapi sikap Trump, Netanyahu menyambut baik sanksi terhadap ICC dan stafnya.
"Terima kasih, Presiden Trump, atas Perintah Eksekutif ICC yang berani. Perintah ini akan membela Amerika dan Israel dari pengadilan anti-Amerika dan anti-Yahudi yang korup yang tidak memiliki yurisdiksi atau dasar untuk terlibat dalam perang hukum terhadap kami," kata Netanyahu dalam posting di X.
"ICC melancarkan kampanye kejam terhadap Israel sebagai uji coba tindakan terhadap Amerika. Perintah Eksekutif Presiden Trump melindungi kedaulatan kedua negara dan prajuritnya yang pemberani. Terima kasih, Presiden Trump," tambahnya.
ICC yang beranggotakan 125 orang merupakan pengadilan permanen yang dapat mengadili individu atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan agresi terhadap wilayah negara anggota atau oleh warga negaranya.
AS, China, Rusia dan Israel bukan anggota.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.