Selasa, 7 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

"Semua orang menyukainya," Kata Donald Trump tentang Rencana Pembersihan Etnis Palestina di Gaza

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa telah menegaskan kembali bahwa masa depan Gaza harus ditentukan melalui negosiasi diplomatik,

Editor: Muhammad Barir
Tangkapan layar YouTube White House
MASA DEPAN GAZA - Tangkapan layar YouTube White House yang diambil pada Rabu (5/2/2025), menampilkan Presiden AS Donald Trump menggelar konferensi pers bersama PM Israel Benjamin Netanyahu setelah pertemuan mereka di Gedung Putih pada Selasa (4/2/2025). Dalam pengumuman yang mengejutkan, Trump mengatakan AS akan mengambil alih dan memiliki Jalur Gaza. 

"Semua orang menyukainya," Kata Donald Trump tentang Rencana Pembersihan Etnis Palestina di Gaza

TRIBUNNEWS.COM- Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa telah menegaskan kembali bahwa masa depan Gaza harus ditentukan melalui negosiasi diplomatik, bukan tindakan sepihak.

Presiden AS Donald Trump pada hari Rabu tetap pada usulannya yang kontroversial agar Amerika Serikat mengambil alih kendali Jalur Gaza, menepis kritik internasional dan menegaskan bahwa rencana tersebut telah diterima dengan baik.

"Semua orang menyukainya," kata Trump kepada wartawan di Ruang Oval ketika ditanya tentang reaksi negatif yang sangat besar dari Palestina, para pemimpin Timur Tengah, dan pemerintah global. Namun, ia menolak untuk menjelaskan lebih lanjut, dengan menyatakan bahwa saat ini "bukan saat yang tepat" untuk berdiskusi karena ia sedang memimpin pelantikan Jaksa Agung AS yang baru, Pam Bondi .

Rencana Trump, yang membayangkan pemindahan penduduk Palestina di Gaza ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania, telah dikecam secara luas oleh para pemimpin internasional. Para kritikus, termasuk pejabat Palestina, kelompok hak asasi manusia, dan pemerintah asing, berpendapat bahwa pemindahan paksa melanggar hukum internasional dan akan meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.

Pemerintah Timur Tengah, termasuk Yordania, Mesir, Arab Saudi, dan Qatar, telah dengan tegas menolak usulan tersebut. 

Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menyatakan bahwa negaranya tidak akan berpartisipasi dalam pemindahan paksa warga Palestina, sementara Mesir menolak rencana tersebut karena khawatir akan implikasi demografi dan keamanan. 

Arab Saudi dan UEA juga telah menjauhkan diri dari usulan tersebut, dengan menegaskan kembali bahwa resolusi apa pun harus selaras dengan kerangka kerja perdamaian yang ada.

Di Eropa, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengecam usulan tersebut, dengan memperingatkan bahwa pemindahan penduduk sipil Gaza akan "mengakibatkan penderitaan dan kebencian baru". 

Kementerian Luar Negeri Prancis menolak segala bentuk kendali asing atas Gaza, dengan menegaskan kembali bahwa solusi dua negara tetap menjadi satu-satunya jalan yang sah ke depan. 

Menteri Luar Negeri Spanyol José Manuel Albares menyuarakan sentimen ini, dengan menekankan bahwa Gaza adalah milik negara Palestina di masa depan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa telah menegaskan kembali bahwa masa depan Gaza harus ditentukan melalui negosiasi diplomatik, bukan tindakan sepihak. 

PBB secara khusus memperingatkan bahwa pemindahan paksa akan mengganggu stabilitas kawasan, memperburuk situasi yang sudah tidak stabil.

Masalah Hukum

Organisasi hak asasi manusia telah melangkah lebih jauh, dengan menyebut usulan tersebut sebagai bentuk pembersihan etnis

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved