Minggu, 5 Oktober 2025

Tunjangan kinerja dosen ASN Kemendikti 'tidak dianggarkan' karena Kementerian Pendidikan dipecah jadi tiga lembaga - 'Itu ngelesnya pemerintah saja'

Aliansi dosen ASN Kemendikti Saintek Seluruh Indonesia (Adaksi) menuntut Mendikti Saintek, Satryo Soemantri Brodjonegoro, segera menerbitkan…

BBC Indonesia
Tunjangan kinerja dosen ASN Kemendikti 'tidak dianggarkan' karena Kementerian Pendidikan dipecah jadi tiga lembaga - 'Itu ngelesnya pemerintah saja' 

Progres yang dimaksud Anggun adalah penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai tukin dosen ASN.

Hitungan Adaksi, jika tukin ini dilaksanakan maka setidaknya ada 60.000-70.000 dosen ASN yang akan mendapatkan tunjangan. Dosen-dosen itu termasuk yang mengajar di perguruan tinggi negeri dan swasta.

Anggun juga bilang dengan adanya tukin kesejahteraan para pengajar setidaknya bisa lebih layak dan tidak harus "ngamen" alias kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Ia khawatir kalau kesejahteraan dosen saja tak layak, maka orang-orang yang sedianya mampu menjadi dosen di Indonesia akan mundur dan memilih bekerja di perusahaan multinasional.

"Saya kuliah di UK bertemu dengan teman-teman Indonesia, dan saya melihat kecenderungan mereka untuk balik ke Indonesia menjadi dosen sangat rendah karena tahu gajinya kecil."

"Yang saya takutkan ketika kesejahteraan dosen tidak layak, kita akan jadi brain drain."

Brain drain adalah fenomena ketika tenaga kerja terampil, berpendidikan tinggi, dan berbakat meninggalkan negara asalnya untuk bekerja di tempat lain. Brain drain secara tidak langsung merugikan negara asal karena kehilangan sumber daya manusia terbaik.

"Tuntutan kami yang utama tukin per 1 Januari 2025 bisa dicairkan dan masuk rekening kami, kalau tidak kami enggak akan berhenti berteriak."

Alasan nomenklatur terlalu mengada-ada

Senada dengan Adaksi, sejumlah pengamat pendidikan menilai Kemendikti Saintek tidak menganggarkan tunjangan kinerja dosen aparatur sipil negara karena perubahan nomenklatur "terlalu mengada-ada".

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengatakan perubahan nomenklatur kerap terjadi tiap kali berganti pemerintahan.

Tapi tunjangan kinerja semestinya mustahil meleset dari anggaran pemerintah lantaran tukin merupakan hak yang melekat pada ASN.

"Saya merasa bukan cuma kelalaian sehingga harus ada audit internal kenapa hak dosen tidak bisa ditunaikan dan alasannya nomenklatur," ujar Ubaid kepada BBC News Indonesia.

Sementara itu, pengamat Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah, mencurigai tak adanya anggaran tukin untuk dosen ASN di Kemendikti Saintek karena adanya "politik anggaran" yang memang menghendaki penghapusan tukin.

Misalnya dikarenakan prioritas pemerintah untuk program lain seperti Makan Bergizi Gratis.

Jika itu yang terjadi, katanya, maka menjadi ironi sekaligus memperlihatkan tidak adanya niat pemerintah menghargai profesi dosen.

"Ini kan ironi dan betapa lucunya negeri ini, di satu sisi program-program pemerintah ada pemborosan seperti Makan Bergizi Gratis tapi di sisi lain ada pengurangan tunjangan yang diterima profesi dosen yang katanya kunci bagi sumber daya manusia di tahun 2045," tutur Jejen kepada BBC News Indonesia.

"Buat saya alasan nomenklatur itu ngelesnya pemerintah aja."

"Bayangkan dosen mulai meniti karir, mengabdi, dibebani tugas-tugas, kuliah S2 bahkan S3, masak negara membayar gaji mereka sama kayak UMR? Kan enggak masuk akal."

Jejen berharap menteri yang baru betul-betul memperjuangkan hak para dosen. Kalau tidak, maka dia bisa disebut bukan pemimpin yang berani dan mengambil risiko.

Berkaca pada Malaysia saja, ungkapnya, gaji dosen dengan pendidikan S3 mencapai Rp18 juta. Belum termasuk tunjangan-tunjangan lainnya.

Apa tanggapan pemerintah dan DPR?

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, mengatakan pihaknya sudah mengajukan tambahan anggaran Rp2,6 triliun kepada Kementerian Keuangan terkait pembayaran tukin dosen.

Tukin itu, klaimnya, akan cair pada 2025 jika sudah mendapat persetujuan dari Kemenkeu dan Badan Anggaran DPR.

Sementara itu, Wamendikti Saintek, Stella Christie, bilang kementerian juga sedang menyelesaikan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai tukin dosen ASN.

Perpres tersebut, katanya, diperlukan sebagai aturan turunan untuk mencairkan anggaran. Adapun rancangan Perpres sedang dalam tahap harmonisasi.

Adapun menurut Ketua Badan Anggaran DPR RI, MH. Said Abdullah, anggaran tukin dosen ASN sebetulnya masuk dalam nomenklatur belanja pegawai di Kemendikti Saintek.

Pembahasan di Banggar, sambungnya, tidak menyangkut rincian belanja pegawai, namun besaran belanja pegawai. Sebab posisi DPR tidak menjangkau sampai rincian alokasi anggaran hingga di satuan terkecil.

"Prinsipnya Badan Anggaran DPR mendukung penuh upaya meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen. Peran guru dan dosen sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia," katanya dalam keterangan tertulis kepada BBC News Indonesia.

"Kalau guru dan dosen tidak dipikirkan kesejahteraannya oleh negara, maka tugas utama guru dan dosen untuk memajukan kualitas pendidikan akan tidak maksimal."

Oleh sebab itu, Badan Anggaran DPR mendorong agar Kemendikti untuk segera membicarakannya dengan Menteri Keuangan jika memang alokasi tunjangan dosen pada tahun 2025 ini tidak dianggarkan.

Dan tentu semua itu juga harus mendapatkan persetujuan dari Presiden Prabowo. Sebab tunjangan dosen harus diatur dalam Peraturan Presiden. Secara prinsip, Badan Anggaran DPR mendukung penuh upaya tersebut.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved