Kamis, 2 Oktober 2025

Gaduh soal rencana penetapan tarif KRL berbasis NIK - Bagaimana mekanismenya dan mengapa dinilai tak tepat sasaran?

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, mengatakan di belahan dunia mana pun transportasi massal…

BBC Indonesia
Gaduh soal rencana penetapan tarif KRL berbasis NIK - Bagaimana mekanismenya dan mengapa dinilai tak tepat sasaran? 

Ia mencontohkan biaya produksi untuk satu penumpang dengan jarak 25 kilometer bisa mencapai Rp20.000.

Namun karena pemerintah memberikan subsidi PSO, maka tarif yang dikenakan kepada pengguna hanya Rp3.000.

"Jadi pemerintah mensubsidi satu orang Rp17.000. Mahal memang, tapi kan ada benefitnya [keuntungan]," ujar Herlambang kepada BBC News Indonesia.

Keuntungan yang dimaksudnya itu antara lain bisa mengurangi kemacetan, mengurangi emisi karbon alias polusi, hingga mengurangi angka kecelakaan di jalan raya.

Itu mengapa baginya pemberian PSO untuk transportasi publik harus digelontorkan sebanyak-banyakanya. Tujuannya agar makin banyak orang beralih menggunakan transportasi umum.

Karena bagaimanapun dananya berasal dari pajak rakyat.

"Nah bagaimana kalau semisal orang bayar pajak lalu justru naik angkutan umum subsidinya dicabut? Itu kan masalah."

"Di China itu angkutan umumnya murah tarifnya, tapi kalau beli bensin mahal karena BBM tidak disubsidi. Di Hong Kong juga demikian, pengguna angkutan umumnya sudah 92%."

"Dan yang harus diketahui ya, di belahan dunia mana pun enggak ada dalam satu kelas pelayanan kereta tapi tarifnya berbeda-beda, enggak ada... mungkin kalau ada cuma di Indonesia," ucapnya sembari tertawa.

Bersandar atas hal itulah, Herlambang mengaku heran dan tak mengerti dasar pemerintah ingin menerapkan skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Selain karena data masyarakat miskin di Indonesia amburadul dan rentan salah sasaran, pemerintah juga dianggap pilih kasih.

Merujuk pada Dokumen Buku Nota Keuangan RAPBN 2025 disebutkan anggaran subsidi untuk kendaraan listrik termasuk sepeda motor, mobil dan bus akan mencapai Rp9,2 triliun pada 2024.

Sedangkan untuk Public Service Obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik hanya Rp7,9 triliun.

"Ini kan aneh harusnya subsidi untuk angkutan massal lebih banyak."

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved