Selasa, 7 Oktober 2025

Muhammadiyah terima tawaran Presiden Jokowi kelola konsesi tambang - 'Klaim Muhammadiyah akan mengelola tambang yang ramah lingkungan omong kosong,' kata pegiat

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengikuti langkah Nahdlatul Ulama (NU) menerima tawaran izin usaha pertambangan dari pemerintahan…

BBC Indonesia
Muhammadiyah terima tawaran Presiden Jokowi kelola konsesi tambang - 'Klaim Muhammadiyah akan mengelola tambang yang ramah lingkungan omong kosong,' kata pegiat 

Ketua Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam di Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah, Wahyu Perdana, juga kecewa dengan sikap yang diambil organisasinya.

Ini karena sejak gonjang-ganjing adanya jajaran pimpinan PP Muhammadiyah yang menginginkan agar lembaga tersebut mengikuti langkah Nahdlatul Ulama (NU), pihaknya sudah mengajukan keberatan dengan membuat laporan berjudul Kertas Kebijakan LHKP PP Muhammadiyah.

Di situ ia menjabarkan bagaimana penerimaan izin usaha pertambangan bisa menimbulkan dampak hukum yang berat bagi organisasi dan para pimpinannya.

Selain itu, sambungnya, risiko lingkungan menjadi salah satu kekhawatiran utama mengingat industri ekstraktif pertambangan seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan dan bencana lingkungan. Termasuk potensi konflik dan pelanggaran hak asasi manusia.

Berpijak pada kajian itulah ia berharap Muhammadiyah berani menolak tawaran konsesi tambang.

"Jadi buat saya ini akan menjadi ujian integritas. Karena kalau mau berbisnis apa pun konteksnya yang dikelola organisasi, enggak harus menunggu menggunakan pemberian politik pemerintah. Ikuti saja prosedur yang sudah ada," ujar Wahyu Perdana kepada BBC News Indonesia, Minggu (28/07).

"Dengan taksiran aset yang dimiliki, bisa saja membuat perusahaan sendiri untuk masuk [dalam bisnis] tambang."

"Karena dalam praktiknya pengurus daerah, beberapa juga mengelola sawit tapi bukan dalam pemberian politik, namun dengan memenuhi syarat formil dan materil semisal ajukan amdal," lanjutnya.

Itu mengapa Wahyu menilai keputusan yang diambil sekarang berpotensi sebagai "risywah politik". Sebab dalam lima tahun ke depan hampir dipastikan tidak ada suara kritis lembaganya terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Ia mencontohkan bagaimana sikap Muhammadiyah yang belakangan kencang mengkritisi operasional tambang di daerah-daerah.

Mulai dari tambang andesit di Desa Wadas, Jawa Tengah, yang disebut adanya pelanggaran hukum dan hak asasi manusia.

Kemudian Muhammadiyah juga mendesak agar Proyek Strategis Nasional (PSN) di Rembang dicabut, dan sempat bersuara keras membatalkan pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Karena di Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2024, penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus untuk ormas kemasyarakatan keagamaan berlaku cuma lima tahun," tutur Wahyu.

"Artinya selama lima tahun ke depan saya menduga suara kritis akan hilang karena dianggap [pemerintah] sudah menundukkan [Muhammadiyah]."

Dan yang bikin dia tambah kecewa, dalih bahwa Muhammadiyah bakal mengelola tambang sehingga jauh dari konflik sosial dan berpihak pada lingkungan "hampir tidak mungkin terjadi".

Sepanjang pengalamannya berada di organisasi lingkungan, katanya, wacana "green mining" merupakan "utopis" semata.

"Bahkan sependek pengetahuan saya, lahan bekas tambang yang sudah direklamasi pun tidak bisa mengembalikan daya resapan air jadi 100%, paling hanya 20%."

'Eskalasi konflik akan semakin kompleks, warga versus elit ormas'

Juru kampanye LSM Jaringan advokasi tambang (JATAM), Alfarhat Kasman, sependapat.

Dia bilang narasi PP Muhammadiyah yang ingin mengembangkan model pertambangan ramah lingkungan dan menyerahterakan warga sekitar adalah "omong kosong dan tidak bisa dipercaya".

Sebab, klaimnya, tidak ada pertambangan di Indonesia yang tak merusak lingkungan, melenyapkan sumber air, dan sumber pangan warga.

"Dan tidak ada tambang yang menyejahterakan warga di sekitarnya. Itu yang kami lihat faktanya di lapangan. Selalu bertolak belakang dengan apa yang dinarasikan oleh pemerintah dan perusahaan," jelas Alfarhat kepada BBC News Indonesia.

Salah satu contoh nyata dampak buruk operasional tambang, kata Koordinator Jatam Melky Nahar, adalah ribuan lubang bekas galian tambang yang dibiarkan menganga oleh perusahaan.

Catatan JATAM pada tahun 2020 menyebut ada 3.092 lubang tambang yang tidak direklamasi di Indonesia dan telah menelan banyak korban jiwa.

Di Kalimantan Timur setidaknya 40 orang meninggal akibat keberadaan lubang tambang, ungkap Melky.

Tapi lebih dari itu, Alfarhat khawatir keputusan Muhammadiyah menerima konsesi tambang dari pemerintah bakal meredam gerakan masyarakat yang selama ini kencang melawan daya rusak tambang.

Seperti yang sedang dilakukan warga Muhammadiyah di Trenggalek, Jawa Timur, dalam menuntut pembatalan izin tambang emas yang disebut terbesar di Jawa.

"Jangan sampai mereka menarasikan [tambang emas] adalah untuk kesejahteraan rakyat."

Selain meredam gerakan masyarakat, Melky Nahar juga memperkirakan situasi ini akan memicu eskalasi konflik yang semakin kompleks yaitu antara warga versus perusahaan, elit politik, dan elit ormas.

Seperti apa aturan pemberian konsesi tambang untuk ormas keagamaan?

Rencana pemberian IUP tambang kepada ormas keagamaan muncul sejak tahun 2021. Kala itu Presiden Jokowi berjanji di Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) untuk memberikan izin usaha pertambangan kepada generasi muda NU sebagai apa yang disebutnya pemberdayaan masyarakat dan pemerataan kesejahteraan.

"Saya juga mau memberi konsesi minerba, yang ingin bergerak di usaha nikel misalnya atau batu bara atau tembaga, silakan," ujar Jokowi.

Wacana itu rupanya diwujudkan pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 25 tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan barubara.

Pasal 83A ayat 1 menyebutkan "dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan".

Ayat 2 kemudian merincikan bahwa, "WIUPK itu merupakan wilayah eks PKP2B atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara".

Ayat 6 menegaskan bahwa, "penawaran WIUPK tersebut berlaku dalam jangka 5 tahun sejak peraturan ini berlaku".

Kementerian Energi dan Sumber Daya Minel (ESDM) pernah mengatakan pemerintah telah menyediakan enam lahan eks PKP2B yang akan diberikan ke ormas keagamaan.

Di antaranya lahan bekas tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.

Untuk PBNU, pemerintah memberikan lahan bekas salah satu anak usaha grup milik pengusaha Aburizal Bakrie, PT Kaltim Prima Coal.

Wartawan Nindias Ajeng di Yogyakarta dan Zamzoeri di Trenggalek berkontribusi untuk laporan berita ini.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved