Konflik Palestina Vs Israel
Putus Asa, Komandan Pasukan Elite Brigade Nahal Israel: Terowongan di Rafah Tak Ada Habisnya
Terowongan di Rafah tersebut menghubungkan rumah-rumah di kota, membentuk satu labirin yang luas. Banyak tentara Israel yang tewas karena jebakan
Putus Asa, Komandan Pasukan Elite Brigade Nahal Israel: Terowongan di Rafah Tak Ada Habisnya
TRIBUNNEWS.COM - Komandan pasukan elite Brigade Nahal Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan keputusasaan mereka menghadapi situasi pertempuran di Rafah, Gaza Selatan.
“Rafah penuh dengan terowongan, yang sepertinya tidak ada habisnya,” lapor media Israel pada Rabu (19/6/2024).
Komandan tersebut, Kolonel Yair Zuckerman, menyatakan kalau terowongan ini terdapat di banyak rumah di Rafah.
Baca juga: IDF Segera Mundur dari Rafah, Media Israel: Dua Batalyon Hamas Belum Terlibat Pertempuran
“Hampir tidak ada rumah tanpa terowongan, yang merupakan tantangan terbesar bagi tentara,” jelas Kolonel Yair Zuckerman.
“Terowongan tersebut menghubungkan rumah-rumah di kota, membentuk satu labirin yang luas.”
Dia menunjukkan bahwa tentaranya telah menemukan tujuh belas terowongan di Rafah dalam beberapa hari terakhir saja.
Merujuk pada insiden pekan lalu di mana empat tentara tewas ketika sebuah bom meledak di sebuah rumah yang diyakini bebas dari bahan peledak, Zuckerman mengatakan:
Baca juga: Jebakan Presisi Al Qassam, Detail Tewasnya Perwira & Tentara Elite Brigade Givati IDF di Shaboura
“Rumah-rumah tersebut dipasangi jebakan dengan bahan peledak berkabel yang dapat diledakkan dari jarak jauh. Ini adalah jenis medan perang yang berbeda, di mana tentara bertempur di atas dan di bawah tanah.”
Pertempuran itu, akunya, “berat dan lambat.”
Pejuang Hamas telah memasang banyak kamera di Rafah untuk mengatur pertempuran dari atas dan bawah tanah, tambah perwira senior tersebut.
Baca juga: Perwira IDF: Hamas Pasang Kamera Pengintai di Tiap Sudut Rafah, Tentara Israel Sengsara Kena Jebakan

IDF Frustrasi pada Netanyahu
Terpisah, Juru Bicara IDF, Daniel Hagari, mengatakan tentara Israel selalu merasa frustrasi terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, bahkan sejak sebelum perang dimulai.
Tetapi, menurut Hagari, sejak 7 Oktober 2023, perselisihan antara militer dan pemerintahan Netanyahu telah mencapai puncaknya.
"Siapapun yang mengira Hamas bisa dihancurkan adalah kesalahan," ujarnya dalam wawancara Channel 13 Israel, Rabu, dikutip dari Palestine Chronicle.
"Mengatakan Hamas bisa dihancurkan dan dihilangkan sama saja dengan melempar debu ke mata publik," imbuhnya.
Pernyataan terbaru ini sangat berbeda dari setiap pengumuman yang dibuat Hagari sendiri soal tujuan serangan Israel di Gaza.
Dalam pernyataan pers hariannya, Hagari menggambarkan kehancuran sistematis kemampuan militer Hamas di seluruh wilayah kantong itu.
Baru-baru ini, pernyataan Hagari juga bertentangan dengan pernyataan Netanyahu, di mana sang perdana menteri sekali lagi menekankan "kemenangan total" di Gaza.
Kontradiksi itu dapat secara mudah dikaitkan dengan meningkatnya konflik antara Israel dan Netanyahu, serta menteri sayap kanan.
Meski demikian, ketegangan antara dua kubu itu beberapa kali dapat diatasi, karena fakta mengenai perang Israel di Gaza dan Lebanon sebagian besar dikelola oleh Dewan Perang.
Baca juga: Al-Qassam dan Al-Quds Kompak Targetkan Tempat Sembunyi Pasukan Israel, Serang Pakai Peluru dan Roket
Seperti diketahui, Dewan Perang melibatkan para pemimpin oposisi dan individu berkredibilitas tinggi dalam institusi militer.
Antisipasi pengunduran diri pemimpin oposisi Israel, Benny Gantz, yang merupakan Kepala Staf tentara Israel pada tahun 2014, Gadi Eisenkot, dan lainnya, serta pembubaran Dewan Perang mengubah dinamika politik yang memerintah Israel selama sembilan bulan terakhir.
IDF kini merasa berani dan secara terbuka menyuarakan rasa frustrasinya karena tidak adanya rencana politik pasca-perang.
Perlu juga dinyatakan, meskipun tentara Israel mempunyai peran penting dalam pendirian negara Israel, konflik seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Secara historis, para jenderal Israel dimasukkan ke dalam lembaga politik setelah mereka pensiun, atau mereka cenderung bekerja sebagai konsultan di perusahaan manufaktur militer besar Israel.
Namun, formasi politik baru Netanyahu sengaja mengesampingkan kekuatan militer.
Pimpinan militer Israel pasti menyadari skenario pasca-perang di Israel harus mencakup kembalinya peran politiknya sebagai bagian dari institusi politik.
Untuk melakukan hal ini, tokoh sayap kanan seperti menteri Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, keduanya tidak memiliki pengalaman militer, tidak dapat menjadi bagian dari formasi politik skenario "hari setelahnya".
Hal ini seharusnya menjelaskan konteks persaingan yang sedang berlangsung di Israel, yang konsekuensinya tentu saja sangat luas.
(oln/khbrn/memo/*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.