Pengungsi banjir Sumbar terancam tiga gelombang penyakit, mulai dari penyakit menular hingga stres pascatrauma - 'Jika ada hujan saya sangat takut'
Banjir bandang dan lahar di Sumatra Barat, yang sejauh ini menewaskan 59 orang, telah menyebabkan setidaknya 3.396 jiwa mengungsi.…
Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan, Sumarjaya, mengatakan korban luka berat yang dirawat inap sebanyak tujuh orang dan luka ringan 92 orang.
Mereka yang masih dalam perawatan dirujuk ke sejumlah rumah sakit terdekat.
Berdasarkan data petugas kesehatan di lapangan, korban banjir bandang di Kabupaten Agam yang paling banyak menderita penyakit.
Rinciannya, luka robek ada sembilan orang, dyspepsia atau gangguan pencernaan delapan orang, demam, sakit kepala, hipertensi, penyakit kulit dan infeksi saluran pernapasan akut.
"Itu beberapa penyakit yang muncul, dan sudah ada pos kesehatan di beberapa lokasi."
"Kami melihat tenaga kesehatan di sana cukup banyak. Jadi secara kapasitas tenaga kesehatan cukup memenuhi kapasitas."
Namun begitu, Kepala Bidang Penanggulangan Bencana di Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Lucky Tjahjono, mengatakan Kementerian Kesehatan perlu memerhatikan berbagai penyakit menular yang kemungkinan bakal menyerang warga korban banjir bandang beberapa hari setelah bencana itu mereda.
Gelombang pertama, penyakit menular yang berpotensi muncul adalah diare dan penyakit kulit.
Ketika banjir menerjang, warga yang tinggal di daerah yang terkena dampak sudah pasti menyentuh atau menelan bahan organik yang berasal dari saluran air atau selokan.
Kemudian dalam rentang satu hingga tiga hari kemudian, situasi yang disebutnya 'keos' tersebut tidak tertangani dengan baik oleh pemerintah daerah, petugas kesehatan, atau relawa.
Bahkan ada kalanya bantuan belum sampai. Termasuk air bersih.
Dalam kondisi seperti itu, orang dewasa dan anak-anak bakal terkena diare dan penyakit kulit.
"Penyakit itu dari air yang terkontaminasi, jadi baik warga dan relawan harus hati-hati mengonsumsi air di sana. Pastikan airnya higienis dan sudah dimasak," jelas Lucky Tjahjono kepada BBC News Indonesia.
"Untuk mencegah, pakai air kemasan. Jangan pakai air sumur dulu, karena masih terkontaminasi apalagi bencananya masif. Air sumur harus disterilkan terlebih dahulu dengan kaporisasi dan harus dicek lagi pakai alat rapid test."
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.