Rabu, 1 Oktober 2025

Hotline pencegahan bunuh diri ‘belum memadai’ dan rentan ‘bikin kapok’ – ‘Masa orang mau bunuh diri dijawab jutek’

Ketersediaan layanan hotline pencegahan bunuh diri di Indonesia dinilai “masih belum memadai”. Sejumlah penyintas menceritakan…

BBC Indonesia
Hotline pencegahan bunuh diri ‘belum memadai’ dan rentan ‘bikin kapok’ – ‘Masa orang mau bunuh diri dijawab jutek’ 

Karina pun berupaya mencari pertolongan melalui dunia maya. Saat itu dia menemukan tiga digit nomor yang menyatakan dapat memberi bantuan.

Layanan itu adalah 119 ext 8 atau SEJIWA yang diluncurkan Kementerian Kesehatan pada 2020 lalu sebagai saluran bantuan psikologi bagi masyarakat yang membutuhkan.

Karina kemudian memberanikan diri untuk menghubungi nomor itu, dan ternyata tersambung.

“Waktu itu posisinya lagi di kasur, lagi nangis sesenggukan.Terus aku perlu waktu buat napas sebentar. Pas dijawab itu [operator] yang menjawab nadanya agak jutek, entah itu cuma penangkapanku, tapi dia bilang, ‘Halo? Halo? Halo?’ yang agak maksa supaya aku cepat jawab, sedangkan aku butuh waktu untuk napas,” kenang Karina.

“Padahal itu enggak terlalu lama. Terus aku dengar dia mendecak, ‘ck’ terus dia matikan teleponnya,” kata Karina.

“Masa orang mau bunuh diri, dijawabnya jutek? Orang itu benar-benar butuh bantuan, jangan disepelekan.”

Respons itu membuat Karina kesal. Satu-satunya hal yang menyelamatkan nyawa Karina pada saat itu, kata dia, adalah karena dirinya “tidak memiliki akses untuk melakukannya”. Sejak saat itu, dia enggan mencari pertolongan melalui hotline.

Usai kejadian itu, kondisi mentalnya tidak membaik. Karina sempat mengutarakan kondisi mentalnya yang tidak baik-baik saja kepada ibunya, meskipun dia tidak jujur bahwa ada keinginan untuk bunuh diri.

Ibunya kemudian membawa Karina konseling ke psikolog di puskesmas. Tetapi respons yang dia dapat justru membuatnya kapok ke psikolog.

“Waktu aku bilang kecemasan-kecemasanku, ‘Gimana kalau aku enggak dapat kuliah?’ Dia malah kasih situs berita, dia cari 10 universitas top di Indonesia, terus dia tunjukkan satu-satu,” kenang Karina.

“Aku juga mengeluh ke dia bahwa salah satu [penyebab] kenapa kondisi mentalku tidak stabil adalah kondisi ekonomi keluargaku juga memang tidak stabil. Dia malah bilang, ‘Saya kasih Rp100.000, kamu mau enggak?’” kata dia.

Pengalaman itu membuat Karina trauma. Setiap kali keinginan untuk mencari pertolongan muncul, ketakutan akan mendapat respons yang sama kembali membayangi dirinya.

“Kalau [mencari pertolongan] ke teman-teman dan ke mama, aku merasa sungkan. Keluarga enggak ada yang bisa aku datangi.”

“Pihak berwenang yang semestinya membantu aku untuk mengatasi ini, ternyata enggak bisa diandalkan. Terus aku harus ke mana?” tanya Karina, mengaku tak berdaya.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved