Budaya Membangunkan Sahur: Antara Tradisi dan Toleransi
Pro dan kontra tradisi membangunkan sahur masih terjadi. Sebagian menganggapnya penuh kenangan. Pemuka agama ingatkan toleransi, serukan…
"Main alat musik dan membangunkan sahur orang-orang di kampung itu bentuk euphoria terhadap peristiwa yang tengah terjadi. Semua agama punya," katanya kepada DW Indonesia.
"Tapi, mengajak orang untuk melakukan hal baik itu harus pakai cara yang baik pula. Kan ngajak melakukan kebaikan dan menyampaikan kebenaran, masa bikin jadi jantungan. Tidak boleh mengganggu yang lain, dan yang diteriakkannya juga harus yang benar."
"Sebaliknya yang berkeliling itu pun juga harus paham situasi, dan konteks, bijaksana dengan kondisi sekitar, misalnya ada yang sakit, meninggal, atau ada bayi."
Menurutnya, adab untuk membangunkan sahur ataupun mengajak orang lain beribadah ada aturannya sendiri di dalam Alquran.
"Apabila menyampaikan kebenaran maka cara harus benar, yaitu bil hikmah (menyampaikan sesuatu dengan bijaksana), dan bil mauidzah hasanah (menyampaikan dengan nasihat, bukan dengan kata kasar)."
"Jadi kalau ada yang merasa terganggu, boleh lho didiskusikan keberatannya dengan orang yang tepat dan kompeten. Kedua belah pihak harus bijaksana menyikapinya, diskusikan baik-baik biar harmonis."
Toleransi tetap yang utama
Diungkapkannya, saat ini pemerintah sudah membuat berbagai aturan terkait hal tersebut. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama telah mengeluarkan tuntunan penggunaan pengeras suara sejak 1978. Intruksi tersebut tertuang dalam KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musalla.
"Takmir masjid juga harus tegas mengatur penggunaan alat pengeras suara atau Toa masjid, misalnya untuk membangunkan sahur pada pukul 02.30 - 03.00 dan 03.30, durasi penggunaannya cukup satu menit, dengan suara yang baik dan cara yang baik," menurut pelaksana Subdirektorat Kemasjidan Fakhry Affan, dikutip dari laman Kementerian Agama.
Hal ini juga dituangkan melalui Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) Nomor 05 Tahun 2022 yang mengatur segala hal ihwal terkait pengeras suara rumah ibadah.
"Jadi toleransi itu harus yang utama. Makanya saat ini ada rambu-rambu yang dibuat pemerintah agar kehidupan beragama berjalan harmonis," kata Ustaz Wahyul.
"Perlu diingat aturan ini dibuat bukan untuk menghalangi ibadah atau toleransi, tapi aturan ini untuk menjaga kehidupan toleransi jadi lebih baik dan lestari." (ae)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.