Konflik Palestina Vs Israel
Panglima Perang dan Kepala Mata-Mata Israel Diam-Diam ke Mesir Bahas Penyerbuan Rafah
Kunjungan rahasia itu bertujuan untuk meyakinkan para pejabat Mesir kalau serangan Israel di Rafah tidak akan menyebabkan masuknya pengungsi ke Sinai
Panglima Perang dan Kepala Mata-Mata Israel Diam-Diam ke Mesir Bahas Penyerbuan Benteng Terakhir Hamas di Rafah
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Staf Angkatan Pertahanan Israel, Herzi Halevi dan Direktur badan keamanan Shin Bet, Ronen Bar mengunjungi Mesir pekan lalu untuk membahas rencana serangan tentara Israel terhadap Rafah di selatan Jalur Gaza, Selasa (27/2/2024).
Situs berita Axios, mengutip dua pejabat AS, melaporkan kunjungan rahasia tersebut bertujuan untuk meyakinkan para pejabat Mesir kalau operasi Israel di Rafah tidak akan menyebabkan masuknya pengungsi Palestina ke Semenanjung Sinai Mesir.
Baca juga: Tembok Tujuh Meter di Rafah dan Perjanjian Rahasia Mesir-Israel-AS Buat Hancurkan Hamas
Sebagai gambaran, lebih dari 1,4 juta warga Palestina saat ini berlindung di Rafah.
Banyak dari mereka telah mengungsi dari tempat lain di Gaza setelah Israel memulai perang di wilayah kantong yang terkepung tersebut.
Senin malam, kabinet Israel membahas rencana tentara untuk “mengevakuasi warga sipil” dari Rafah sebelum menyerbunya, meskipun ada peringatan internasional.
Baca juga: Israel Setuju Usulan Baru dalam Proposal Gencatan Senjata di Paris, Netanyahu Omeli Bos Mossad
Dalam pernyataannya kepada jaringan CBS pada Minggu (25/2/2024), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Tel Aviv akan menunda invasi ke Rafah jika kesepakatan pertukaran tahanan dicapai dengan Hamas.
“Jika kami mencapai kesepakatan, operasi militer di Rafah akan sedikit tertunda, namun jika tidak ada kesepakatan, kami akan melancarkan operasi militer di Rafah,” Netanyahu menegaskan.
“Setelah kami memulai operasi militer di Rafah, operasi militer (perang) di Gaza akan berakhir dalam beberapa minggu. Namun benteng terakhir Hamas tidak dapat dipertahankan tanpa menanganinya,” klaimnya.
Baca juga: Pembantaian Rafah Dimulai, Anak-anak Palestina Mandi Darah Karena Bom Israel: Ambulans Pun Dihajar

Bisa Picu Meluasnya Perang
Di tengah meningkatnya ketegangan di Jalur Gaza, Brigadir Jenderal Pasukan Pendudukan Israel (IDF) Itzhak Brik pada Sabtu (24/2/2024) mengeluarkan peringatan keras terhadap rencana invasi militer darat Israel ke Rafah, Gaza Selatan, Palestina.
Dalam pernyataannya, Brik menyoroti potensi konsekuensi bencana bagi warga sipil, tidak hanya di pihak Palestina tetapi juga di pihak Israel.
"Brik juga menekankan perlunya solusi diplomatik ketimbang serangan militer," kata laporan Al-Ghad, dikutip Senin (26/2/2024).
Baca juga: Intelijen Israel Cemas Hamas Meledak dan Kobarkan Api Perang di Tepi Barat Saat Bulan Suci Ramadan
Peringatan Brik datang di tengah meningkatnya kekhawatiran atas potensi peningkatan kekerasan di wilayah tersebut dan menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan upaya diplomatik untuk mengatasi konflik bersenjata antara Israel dan Palestina.
Kekhawatiran Brik diungkapkan dalam serangkaian konsultasi militer dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan anggota dewan perangnya, di mana rencana rinci untuk menyerang Rafah di bagian paling selatan Jalur Gaza sedang dibahas dan dipertimbangkan.
Peringatan Brik dipublikasikan di media Israel, Haaretz dan disampaikan melalui berbagai wawancara media, sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat Israel.
“Kemenangan dalam perang tidak dapat dicapai hanya melalui pertempuran taktis atau operasi penyelamatan yang luar biasa,” tegas Brik.
Baca juga: Puluhan Tank Teronggok di Gaza, Mayor Jenderal Israel: Garis Komando IDF dalam Kekacauan Total

Peperangan akan Menjalar ke Yudea dan Samaria
Dia menekankan perlunya strategi politik komprehensif yang mempertimbangkan risiko dan implikasi aksi militer di Rafah.
Ia mengajukan pertanyaan kritis mengenai kelayakan dan konsekuensi relokasi 1,4 juta pengungsi, potensi kepanikan massal, dan krisis kemanusiaan.
Menurut dia, serbuan darat ke Rafah akan memicu konflik meluas, termasuk di Yudea dan Samaria.
Yudea dan Samaria adalah nama teritorial dalam sejarah Alkitab yang saat ini utamanya merujuk kepada Tepi Barat.
Distrik Wilayah Yudea dan Samaria juga salah satu distrik administratif Israel, mengoperasikan Wilayah C di Tepi Barat, kecuali Yerusalem Timur.
“Memasuki Rafah selama bulan Ramadan dapat memicu ketegangan di Yudea dan Samaria,” Brik memperingatkan.

Brik juga menekankan implikasi geopolitik yang lebih luas dari eskalasi militer dengan negara-negara tetangga seperti Mesir dan potensi dampak terhadap posisi internasional Israel.
Menyoroti kompleksitas situasi, Brik mengusulkan pendekatan alternatif yang berfokus pada pembebasan tawanan Israel dan pembentukan pemerintahan sipil internasional untuk menggantikan otoritas Hamas di Gaza.
Ia memperingatkan dampak jangka panjang dari intervensi militer, dan mendesak para pembuat kebijakan untuk memprioritaskan solusi diplomatik dibandingkan tindakan militer.
“Kalaupun kita masuk ke Rafah, kita tidak akan berhasil sepenuhnya melenyapkan Hamas,” pungkas Brik.
“Sebaliknya, kita berisiko mengalami kerusakan parah pada politik, keamanan, dan kekebalan nasional Israel. Kita harus mendorong tercapainya kesepakatan untuk membebaskan para sandera, sehingga memungkinkan kita keluar dari situasi ini dengan bermartabat,” katanya.
(oln/axios/memo/*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.