Konflik Palestina Vs Israel
Berkabung untuk Gaza, Warga Betlehem Pilih Rayakan Natal tanpa Gemerlap Lampu dan Pohon Hias
Warga kota Betlehem yang terletak di Tepi Barat memutuskan untuk menggelar perayaan Natal 2023 secara sederhana
Perayaan Natal di Betlehem tidak akan digelar secara meriah seperti tahun sebelumnya.
Namun, sebagai simbolisasi Patriark Latin Yerusalem menuturkan bahwa ia akan datang untuk menyampaikan khotbah tengah malam dengan total jemaat yang dibata'
“Natal kali ini datang ke Betlehem dalam bentuk yang berbeda. Saat ini Betlehem, seperti kota-kota Palestina lainnya, sedang berduka. Kami merasa sedih,” kata Wali Kota Hanna Hanania sambil menyalakan lilin di Lapangan Manger.
Warga Betlehem Kehilangan Pendapatan
Perang yang terjadi di Gaza belakangan juga membuat roda pariwisata di kawasan Betlehem meredup.
Bisnis pariwisata biasanya menyumbang sebagian besar pendapatan daerah tersebut, kata Wali Kota Bethlehem, Hanna Hanania, terutama selama musim liburan.
Akan tetapi setelah perang meletus pada 7 Oktober silam, orang-orang tidak datang ke Betlehem hingga kehidupan ekonomi kini lumpuh.
"Rata-rata, 1,5 juta hingga 2 juta wisatawan asing mengunjungi kota Betlehem setiap tahunnya. Namun sejak perang dimulai, sektor pariwisata terhenti total," kata Hanania.
Rony Fakhouri, seorang pekerja sosial berusia 27 tahun dan manajer di wisma Dar Al Majus, juga mengeluhkan hal serupa.
Ia mengatakan bahwa perusahaannya telah kehilangan pendapatan sekitar 100.000 shekel, atau sekitar 27.000 dolar sejak dimulainya perang.
"Wisma biasanya menerima sedikitnya 200 tamu antara bulan Oktober hingga pertengahan Januari. Tetapi sejak 7 Oktober dan hari ini, kami hanya memiliki 12 orang,” kata Fakhouri.
Fakhouri bukanlah satu–satunya pemilik toko yang terdampak usahanya.
Akibat serangan sejumlah warga Tepi Barat, aktivitas jual–beli di wilayah di sana lumpuh total hingga perekonomian Palestina diperkirakan amblas miliaran dolar AS.
Bahkan, karena serangan tersebut, lebih dari 200.000 pekerja Palestina di Tepi Barat kini kehilangan pekerjaan dan menganggur karena pabrik-pabrik terpaksa menurunkan kapasitas produksinya lantaran tidak dapat mengangkut produknya ke wilayah lain di Tepi Barat.
"Selama lima tahun terakhir, perekonomian Palestina pada dasarnya mengalami stagnasi, dan diperkirakan tidak akan membaik kecuali kebijakan di lapangan diubah," kata Stefan Emblad, Direktur Bank Dunia untuk Tepi Barat dan Gaza dikutip dari Al Jazeera.
(Tribunnews.com / Namira Yunia Lestanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.