Konflik Palestina Vs Israel
Tentara Israel Menyerang Seorang Jurnalis yang Meliput hingga Cedera Kepala
Pasukan pendudukan Israel menyerang jurnalis foto Mustafa Al-Kharouf di Wadi Al-Joz, yang mengakibatkan cedera kepala.
TRIBUNNEWS.COM - Seorang jurnalis foto terluka hari ini, Jumat (15/12/2023) saat meliput penyerangan pasukan Israel terhadap jamaah yang sedang melaksanakan salat Jumat di luar ruangan di lingkungan Wadi Al-Joz dan Ras Al-Amud di wilayah pendudukan, Yerusalem.
Koresponden WAFA melaporkan bahwa pasukan pendudukan Israel menyerang jurnalis foto Mustafa Al-Kharouf di Wadi Al-Joz, yang mengakibatkan cedera kepala.
Dalam video yang ditayangkan oleh CNN Turk, seorang perwira militer Israel terlihat memukul fotografer tersebut dengan senjata pribadinya sebelum petugas kedua mencengkeram lehernya dan mendorongnya ke tanah.
Al-Kharouf kemudian ditendang dengan keras di kepala saat dia terjatuh, dikutip dari Al Jazeera.
Para jamaah sedang melaksanakan salat di sana setelah ditolak masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa oleh pasukan Israel.
Setidaknya tujuh jamaah ditahan oleh pasukan Israel setelah kejadian tersebut.

Baca juga: Kronik Shejaiya, Lingkungan Gagah Berani Gaza yang Tidak Dapat Dihancurkan Israel
Saksi mata melaporkan bahwa pasukan pendudukan Israel menghalangi pekerjaan kru pers.
Pasukan Israel mencegah mereka menghubungi rekan mereka Al-Kharouf untuk memeriksa kondisinya setelah dia dievakuasi dari tempat kejadian untuk mendapatkan perawatan medis.
Dalam konteks terkait, Wakaf Islam, otoritas yang dikelola Yordania yang bertanggung jawab atas tempat-tempat suci di Yerusalem, melaporkan bahwa hanya 7.000 jamaah yang diizinkan untuk salat di Masjid Al-Aqsa karena pembatasan yang dilakukan Israel, dan ratusan orang ditolak masuk. Izin salat dibatasi hanya untuk warga Kota Tua Yerusalem.
Sementara itu pada hari Kamis (14/12/2023), Prancis mengatakan bahwa mereka prihatin dengan banyaknya jumlah jurnalis yang meliput konflik antara Israel dan Hamas, dan mereka mendorong agar reporter Agence France-Presse keluar dari Jalur Gaza.
"Kami terus berupaya terkait karyawan AFP," kata Christophe Lemoine, wakil juru bicara Kementerian Luar Negeri Paris, dikutip dari Al Arabiya.
Ini adalah "operasi yang kompleks", tambahnya.
"Sejak Oktober, kami telah berupaya untuk mengizinkan warga Prancis di lapangan meninggalkan Gaza, serta tanggungan mereka," tambah Lemoine.
Komentar tersebut muncul setelah sekelompok jurnalis, di antaranya staf AFP, menerbitkan opini di harian Prancis Le Monde yang meminta Presiden Prancis Emmanuel Macron membantu mengamankan evakuasi jurnalis Palestina yang bekerja dengan media Prancis.
Penyeberangan Rafah dari Gaza ke Mesir telah ditutup sejak dimulainya perang Israel setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.
Meskipun penyeberangan perbatasan sesekali dibuka dalam beberapa pekan terakhir, hanya orang-orang yang namanya tercantum dalam daftar yang disetujui yang diizinkan keluar.
"Sejak awal perang, warga negara asing dapat meninggalkan Gaza, namun penyeberangan Rafah tertutup bagi jurnalis Palestina yang bekerja untuk media Prancis di lapangan," tulis opini tersebut.
"Amerika telah melakukannya... Prancis juga bisa melakukannya. Prancis harus melakukannya. Ini adalah tanggung jawab kita bersama," tambahnya, seraya menyerukan Macron untuk bekerja sama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk membantu mengeluarkan para jurnalis tersebut.
Dalam sambutannya, Lemoine menggarisbawahi bahwa Perancis telah berhasil mengeluarkan warga Palestina yang bekerja di sebuah lembaga kebudayaan Perancis di Gaza dari wilayah tersebut, di antara 154 orang yang telah dibantu untuk dievakuasi.
"Mengenai pekerja Palestina di perusahaan-perusahaan Prancis, kelompok bantuan dan tokoh masyarakat yang dilaporkan kepada kami, kami masih mencari solusi dengan mitra kami di wilayah tersebut agar mereka mendapatkan keselamatan di luar Jalur Gaza," kata Lemoine.
Paris juga memuji kerja para jurnalis yang terbunuh saat meliput konflik tersebut.
Prancis "kekhawatiran mengenai besarnya kerugian yang harus dibayar oleh jurnalis dalam konteks konflik antara Israel dan Hamas", kata Lemoine.
"Warga sipil harus dilindungi, dan ini khususnya berlaku bagi jurnalis. Mereka harus dapat dengan bebas dan aman melakukan pekerjaannya," tambahnya.
Setidaknya 59 jurnalis dan pekerja media – 56 warga Palestina dan tiga warga Lebanon – telah dibunuh oleh Israel sejak 7 Oktober, menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang berbasis di AS.
Sekitar 40 jurnalis yang bekerja untuk AFP dan tanggungan mereka masih menunggu untuk keluar dari Gaza.
(Tribunnews.com, Widya)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.