Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Israel Bingung dan Ribut Sendiri Soal Gaza, Hamas Masih Bercokol dan Atur Alur Skenario Perang

niat Israel untuk memperlebar invasinya ke Gaza selatan menunjukkan kalau di Gaza Utara 'tidak ada apa-apa' yang mereka cari selain kematian

FADEL SENNA / AFP
Asap mengepul selama pemboman militer Israel di Jalur Gaza utara pada 15 November 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. 

Israel Bingung dan Ribut Sendiri Soal Gaza, Hamas Masih Bercokol dan Atur Alur Skenario Perang

Pemimpin negara tersebut sedang memperdebatkan apakah akan menyerang Gaza selatan atau mencapai kesepakatan sementara mengenai sandera, lapor Jerusalem Post

TRIBUNNEWS.COM - Kepemimpinan militer dan sipil Israel terlibat dalam perpecahan “di tingkat tertinggi” mengenai langkah selanjutnya yang harus diambil di Gaza.

Laporan Jerusalem Post pada Kamis (18/11/2023), mengutip sumber yang mengetahui diskusi tersebut, menyebut kebingungan Israel dalam menentukan langkah ke depan terhadap Gaza terbagi atas beberapa pilihan.

Pilihan yang ada dilaporkan termasuk memperluas operasi militer yang sedang berlangsung ke bagian selatan wilayah kantong Palestina.

Baca juga: Isi Surat Komandan Korps Garda Revolusi Iran ke Komandan Brigade Al-Qassam

Opsi lain adalah mencapai kesepakatan sementara dengan kelompok militan Hamas dengan menukar setidaknya beberapa sandera Israel untuk beberapa hari gencatan senjata.

Opsi lain adalah membebaskan tahanan Palestina.

Menurut surat kabar tersebut, bahkan jika kemungkinan bahwa Israel dan Hamas hampir mencapai kesepakatan, itu hanya akan memperlambat upaya Israel masuk ke Gaza selatan.

Artinya, Israel bersikukuh akan tetap melebarkan invasi militernya ke Gaza Selatan setelah tidak mendapatkan apa yang mereka cari seusai bombardemen Gaza Utara.

Baca juga: Acak-acak Gaza Utara Tapi Tak Temukan Markas Hamas, Israel Kini Mau Invasi Gaza Selatan

Asap mengepul selama ledakan militer Israel di Jalur Gaza utara pada 15 November 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. Ribuan warga sipil, baik warga Palestina maupun Israel, telah tewas sejak 7 Oktober 2023, setelah militan Hamas Palestina yang berbasis di Jalur Gaza memasuki Israel selatan dalam serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang memicu perang yang diumumkan oleh Israel terhadap Hamas dengan pemboman balasan di Gaza.
Asap mengepul selama ledakan militer Israel di Jalur Gaza utara pada 15 November 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. Ribuan warga sipil, baik warga Palestina maupun Israel, telah tewas sejak 7 Oktober 2023, setelah militan Hamas Palestina yang berbasis di Jalur Gaza memasuki Israel selatan dalam serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang memicu perang yang diumumkan oleh Israel terhadap Hamas dengan pemboman balasan di Gaza. (FADEL SENNA / AFP)

Hamas Masih Bercokol dan Atur Alur Skenario Perang

Baik kepemimpinan militer maupun sipil di Israel telah berulang kali berjanji untuk menghancurkan Hamas dan menjamin pembebasan sandera Israel yang ditangkap oleh kelompok Palestina pada awal konflik.

"Sejauh ini, Israel belum membuat banyak kemajuan dalam mencapai tujuan terakhirnya," demikian laporan media tersebut.

Laporan menambahkan kalau sekarang mungkin merupakan momen ketika “penyeimbangan” dari dua tujuan yang dicanangkan tersebut terjadi.

Secara spesifik, langkah Israel ini menggambarkan kegagalan atas upaya mereka mengacak-acak Gaza Utara demi memburu Hamas.

Nyatanya, niat Israel untuk memperlebar invasinya ke Gaza selatan menunjukkan kalau di Gaza Utara 'tidak ada apa-apa' yang mereka cari selain kematian puluhan ribu warga sipil dan kutukan segambreng negara internasional atas serangan-serangan ke rumah sakit dan fasilitas sipil lainnya.

Fakta lainnya, Hamas justru masih bisa bercokol dan melancarkan serangan-serangan mematikan ke tentara Israel di Gaza.

Terlebih, Hamas dinilai sejumlah pengamat, masih mengontrol alur skenario konflik bermodal ratusan sandera Israel yang masih belum ditemukan IDF.

Laporan terbaru menyebut, Pemimpin gerakan Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, menyetop segala bentuk upaya negosiasi setelah tentara Israel menyerbu Kompleks Medis Al-Shifa.

Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth, menggambarkan kalau pemimpin Hamas tersebut menjalankan taktik negosiasi yang bikin dongkol Israel.

“Awalnya yang dibicarakan adalah pelepasan 100, lalu jumlahnya turun menjadi 80, dan kemarin kami hanya mencapai 50,” katanya.

Dengan kata lain, menurut laporan tersebut, Sinwar dapat, atas kemauannya pihaknya, melepaskan 10 orang per hari, dan atas kemauannya sendiri, berhenti melepaskan karena dia tidak puas dengan sesuatu, mengetahui bahwa tentara Israel tidak akan terburu-buru untuk kembali beroperasi, " tulis laporan itu.

Terlepas dari kekuatan luar biasa yang ditunjukkan Isarel di Gaza lewat bombardemennya tanpa pandang bulu, sejumlah pengamat menilai, sikap Sinwar ini menunjukkan kalau Hamas masih aktif mengontrol alur dan skenario konflik.

Meluasnya eskalasi konflik dengan pejuang Hamas hingga Tank Merkava Israel bergerak ke posisi di utara Israel dekat perbatasan dengan Lebanon. Minggu (15/10/2023). (Jalaa MAREY/AFP)
Meluasnya eskalasi konflik dengan pejuang Hamas hingga Tank Merkava Israel bergerak ke posisi di utara Israel dekat perbatasan dengan Lebanon. Minggu (15/10/2023). (Jalaa MAREY/AFP) (AFP/JALAA MAREY)

Israel Bersiap Gempur Gaza Selatan

Belum habisnya Hamas membuat tentara Israel bernafsu ke Gaza Selatan setelah tak meraih hasil signifikan di Gaza Utara.

Laporan Jerusalem Post menunjukkan kalau militer Israel tampaknya 'bersemangat' untuk terus berperang, apa pun yang terjadi.

Pada Kamis, kepala staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Letnan Jenderal Herzi Halevi, secara jelas mengatakan bahwa dia akan bergerak lebih jauh ke selatan, jika keputusan ada di tangannya.

"Pada saat yang sama, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant berbicara tentang memindahkan perang ke “tahapan” baru namun tidak mengatakan apa pun tentang serangan di bagian selatan Gaza," kata surat kabar itu.

Eskalasi terbaru antara Hamas dan Israel dimulai pada tanggal 7 Oktober, ketika kelompok militan Palestina melancarkan serangan mendadak di selatan negara itu, menembus perbatasan di beberapa lokasi.

Kelompok ini menyandera puluhan orang, baik militer maupun sipil, dan menahan mereka di Gaza sejak saat itu.

Hanya sebagian kecil yang dibebaskan, sementara beberapa sandera terbunuh oleh serangan udara Israel selama operasi di Gaza, klaim Hamas.

Israel menanggapi serangan tersebut dengan bombardemen besar-besaran di Gaza, yang mengakibatkan banyak korban sipil dan kehancuran luas di wilayah kantong tersebut.

IDF juga melancarkan operasi darat, membelah daerah kantong itu menjadi dua dan memusatkan perhatian di utara, tempat militer Israel berhasil menguasai wilayah yang luas.

Gagasan yang dianut oleh beberapa orang adalah bahwa posisi strategis IDF di bagian utara Gaza berarti mereka dapat mengambil “jeda alami” sambil memperluas operasinya ke selatan.

"Namun, pergerakan ke wilayah selatan akan mengharuskan militer mengerahkan “pasukan udara, laut, dan darat dalam jumlah besar” dan “menggerakkan kompleks logistik yang sangat besar” di seluruh negeri untuk mempertahankannya," laporan Jerusalem Post memperingatkan.

(oln/*RT/)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved