Selasa, 7 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Bantah Komandan Senior Mereka Tewas Akibat Serangan Israel di Gaza

Puluhan anggota Hamas tengah berada di kompleks terowongan bawah tanah yang sama dengan Biari

Editor: Erik S
BASHAR TALEB / AFP
Warga Palestina memeriksa kehancuran pasca serangan Israel malam sebelumnya di kamp Jabalia untuk pengungsi Palestina di Jalur Gaza, pada 1 November 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan gerakan Hamas Palestina. 

TRIBUNNEWS.COM, GAZA -  Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan bahwa serangan jet-jet tempur di Jabalia, kamp pengungsi terbesar di Jalur Gaza, menewaskan Ibrahim Biari.

"Dia sangat penting, bahkan bisa saya katakan sangat penting dalam perencanaan dan pelaksanaan pada serangan 7 Oktober lalu terhadap Israel dari bagian timur laut Jalur Gaza," ungkap juru bicara IDF, Letnan Kolonel Jonathan Conricus.

Puluhan anggota Hamas tengah berada di kompleks terowongan bawah tanah yang sama dengan Biari dan terbunuh seketika terowongan itu runtuh dalam serangan tersebut, kata Conricus.

Baca juga: Tambahan Pasukan Militer Masuk Jalur Gaza Malam Hari, Tentara Israel: Empat Petinggi Hamas Tewas

"Dan saya memahami bahwa itu juga alasan mengapa ada banyak laporan tentang kerusakan tambahan dan korban nonperang. Kami juga sedang menyelidiki hal itu," tambahnya.

Sementara, juru bicara Hamas Hazem Qassem membantah bahwa ada komandan senior yang berada di terowongan itu dan menyebut klaim tersebut justru merupakan dalih pihak Israel untuk membunuh banyak warga sipil.

Hamas mengatakan bahwa setidaknya 400 orang tewas di Jabalia, yang merupakan tempat tinggal para pengungsi perang sejak tahun 1948. Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen berapa jumlah pasti korban yang dilaporkan.

Israel mengeklaim telah mengirimkan peringatan berulang kali kepada penduduk Gaza untuk mengungsi dari wilayah utara. Meskipun banyak warga sipil yang pergi ke selatan, tetapi masih banyak juga yang tidak mengungsi.


Krisis kesehatan melanda warga Gaza

Generator listrik di Kompleks Medis Al Shifa dan Rumah Sakit Indonesia di Gaza akan berhenti beroperasi dalam beberapa jam ke depan, demikian ungkap Ashraf Al Qidra, juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Selasa (31/10/2023).

Al Qidra meminta para pemilik pom bensin di Jaur Gaza atau wilayah sekitar untuk segera memasok bahan bakar ke kedua rumah sakit tersebut jika memungkinkan.

Baca juga: Memori Tragedi Sabra Shatila dan Genosida di Jalur Gaza

PBB dan pejabat dari badan bantuan lainnya mengatakan bahwa warga sipil Palestina yang terkepung itu dilanda krisis kesehatan, di mana rumah sakit berjuang sangat keras untuk merawat para korban, sedangkan pasokan listrik terus berkurang.

Persediaan obat-obatan semakin menipis, pemadaman listrik sering terjadi, dan guncangan serangan udara di dekat gedung-gedung rumah sakit menjadi kendala para dokter bedah Gaza yang bekerja siang dan malam untuk menyelamatkan pasien yang terus berdatangan.

"Kami menangani (pasien) satu jam sekali, karena kami tidak tahu kapan kami akan menerima pasien. Beberapa kali kami harus menyiapkan ruang bedah di koridor dan bahkan terkadang di ruang tunggu rumah sakit," kata Dr Mohammed Al Run.

Hamas yang didukung oleh Iran, mengatakan kepada para mediator bahwa pihaknya akan membebaskan beberapa tawanan asing beberapa hari ke depan, ungkap Abu Ubaida, juru bicara kelompok bersenjata, Brigade Al-Qassam, dalam sebuah video di aplikasi Telegram pada Selasa (31/10).

Ubaida tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang berapa banyak jumlah tawanan yang akan dibebaskan.

Sementara itu, keluarga korban imbas serangan 7 Oktober lalu mengajukan banding ke Mahkamah Pidana Internasional pada Selasa (31/10/2023) untuk meminta penyelidikan atas pembunuhan dan insiden penculikan tersebut.

"Kemajuan" dalam negosiasi mengamankan warga asing Amerika Serikat (AS) telah membuat "kemajuan nyata" dalam beberapa jam terakhir atas negosiasinya untuk mengamankan jalur aman bagi warga Amerika dan warga negara asing lainnya yang ingin meninggalkan Gaza, kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller.

Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken rencananya akan mengunjungi Israel pada Jumat (3/11/2023) untuk melakukan pertemuan dengan anggota delegasi Pemerintah AS di sana dan kemudian melakukan pemberhentian lain di wilayah konflik, kata departemen tersebut.

Sedangkan di Washington, sekelompok pengunjuk rasa mengangkat tangan bernoda merah untuk menginterupsi sidang dengar pendapat di Kongres tentang pemberian lebih banyak bantuan untuk Israel.

Baca juga: Qatar Kirim 2 Pesawat Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina di Jalur Gaza

Para demonstran meneriakkan slogan-slogan seperti, "Gencatan senjata sekarang juga!", "Lindungi anak-anak Gaza!", hingga "Hentikan pendanaan genosida."

Polisi setempat akhirnya mengeluarkan mereka secara paksa dari ruangan sidang. AS, Qatar, dan Mesir telah berusaha keras untuk membuka penyeberangan Rafah di Mesir, agar memungkinkan orang dan bantuan internasional masuk, sekaligus jalur penyelamatan bagi para warga asing untuk pergi meninggalkan Haza.

Pihak berwenang Mesir akan mengizinkan 81 warga yang terluka parah dalam beberapa minggu gempuran serangan udara di Jalur Gaza, untuk memasuki wilayah Mesir pada Rabu (1/11/2023) agar dapat mendapatkan perawatan yang layak, kata otoritas perbatasan Palestina.

Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menolak seruan "jeda kemanusiaan” oleh banyak negara internasional, untuk memungkinkan pengiriman bantuan darurat kepada warga sipil yang menderita kekurangan makanan, obat-obatan, air minum, dan bahan bakar. -

Netanyahu telah bertekad untuk terus maju dengan rencana utama memusnahkan kelompok Hamas, yang mengambil alih Jalur Gaza pada tahun 2007.

Baca juga: Siapa Membom Rumah Sakit Al Ahli di Jalur Gaza?  

Sebelumnua, serangan udara Israel menghantam sebuah kamp pengungsi di Jalur Gaza, menewaskan sedikitnya 50 warga sipil Palestina dan seorang komandan Hamas, sedangkan 150 orang lainnya terluka.

Tank-tank militer Israel terlihat aktif di Jalur Gaza, setidaknya selama empat hari setelah serangan udara berminggu-minggu, imbas pembalasan atas serangan Hamas terhadap sebagian besar warga sipil Israel pada tanggal 7 Oktober lalu, yang juga menyandera lebih dari 200 orang.

Wanita Palestina Terpaksa Konsumsi Pil Penunda Haid

Serangan Israel ke Gaza menyebabkan banyak perempuan Palestina terpaksa mengonsumsi pil penunda menstruasi.

Hal itu disebabkan keadaan yang tidak sehat akibat serangan Israel di Gaza.

Perempuan-perempuan di Gaza menghadapi pengungsian, tempat tinggal yang terlalu padat, kurangnya akses terhadap air bersih dan produk kesehatan untuk menstruasi seperti pembalut, tampon.

Baca juga: Profil Craig Mokhiber, Direktur HAM PBB yang Mundur, Kecewa PBB Tak Bisa Tangani Pembantaian di Gaza

Para perempuan tersebut mengonsumsi tablet norethisterone. Tablet itu biasanya diresepkan untuk pasien kasus pendarahan saat menstruasi, endometriosis, nyeri haid untuk mencegah ketidaknyamanan akibat sakit saat menstruasi.

Berdasarkan keterangan Dr Walid Abu Hatab, konsultan obstetri dan ginekologi di Nasser Medical Complex di Southern City of Khan Younis, tablet norethisterone menjaga level hormon progesteron tetap tinggi guna menghentikan rahim melepaskan lapisannya, sehingga menunda menstruasi. 

Pil tersebut mungkin memiliki efek samping seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual,  mengubah siklus menstruasi, pusing dan perubahan perasaan.

Namun perempuan-perempuan tersebut tidak memiliki pilihan lain, misalnya saja Salma Khaled (41).

Salma mengatakan mereka tidak punya pilihan dan harus mengambil risiko di tengah pemboman tanpa henti dan blokade Gaza yang dilakukan Israel . (Tribunnews/Kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved