Apakah Gen Z siap untuk memimpin perusahaan?
Pekerja muda semakin banyak menduduki posisi kepemimpinan. Tanpa pengalaman puluhan tahun di dunia korporat, apakah mereka memiliki…
Data dari Pew Research Center menunjukkan Gen Z adalah generasi yang paling beragam secara etnis dan berpendidikan terbaik dalam sejarah AS.
Laporan terpisah dari lembaga nirlaba Annie E Casey Foundation menunjukkan bahwa Generasi Z pada umumnya progresif, inklusif, dan paham teknologi. Mereka tumbuh dengan ponsel pintar di tangan dan memiliki pemahaman intuitif terhadap teknologi.
“Generasi ini ditentukan oleh keberagaman, keterbukaan, dan kemampuannya menavigasi dunia yang berubah dengan cepat,” kata Cooper. “Inilah kualitas-kualitas yang kita perlukan dalam diri para pemimpin saat ini.”
Banyak pekerja Gen X dan milenial yang merasa nyaman menggunakan teknologi digital. Namun, kata Cooper, ketangkasan digital yang dimiliki Gen Z, dibandingkan generasi sebelumnya, memberi mereka keunggulan.
“Era digital telah mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi dengan dunia. Memahami nuansa ini sangat penting untuk masa depan,” ujarnya. “Gen Z dapat membantu kita memanfaatkan era digital semaksimal mungkin.”
'Saya yakin dari dalam lubuk jiwaku'
Beberapa pemimpin muda sadar bahwa mereka mungkin tidak memiliki ciri-ciri kepemimpinan tradisional – dan mengandalkan semangat muda dan keyakinan buta mereka untuk menginspirasi dan berhasil dalam peran mereka.
Pada tahun 2018, Jake Bjorseth, keluar dari perguruan tinggi untuk mengejar ide bisnis untuk perusahaan konsultan Gen Z.
Saat ini, Bjorseth, 24, menjalankan Trndsttrs yang berbasis di AS , biro iklan beranggotakan 30 orang yang menciptakan konten pemasaran untuk berbagai merek termasuk Denny's, Loreal, dan The North Face.
Pada awalnya, dia mengatakan bahwa dia sangat menyadari bahwa dia tidak memiliki banyak pengalaman, jaringan dan pendidikan formal dibandingkan rekan-rekan profesionalnya yang lebih tua.
“Semua orang di sekitar saya mengatakan kepada saya bahwa saya melakukan kesalahan,” katanya. “Tetapi saya tahu di dalam jiwa saya, di alam bawah sadar atau apa pun sebutannya, bahwa jika saya terjebak tanpa pilihan, saya akan mampu mencari jalan keluarnya.”
Dia mengaku awalnya terkejut ketika, pada tahun 2020, McDonald's mempekerjakan timnya untuk membuat video ucapan terima kasih kepada para pekerja esensial di masa-masa awal pandemi Covid-19.
“Tetapi ketika perusahaan memberi tahu kami bahwa mereka ingin menjangkau kelompok usia 18 hingga 21 tahun, saya menyadari: kami adalah konsumen tersebut. Kami menguasai platform media sosial ini luar dan dalam. Kami belum pernah bekerja selama bertahun-tahun di perusahaan, dan itu bisa menjadi keuntungan bagi kami.”
De Freitas, dari Wonderkind, setuju. Ia mengatakan bahwa timnya yang muda merupakan sebuah keuntungan bagi bisnis ini – untuk sebagian besarnya.
“Mereka adalah pemikir kreatif. Mereka tidak terjebak dalam cara mereka sendiri. Mereka tidak menerima proses dan aturan hanya karena seseorang 25 tahun lalu mengatakan hanya ada satu cara untuk melakukan sesuatu.”
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.