Senin, 6 Oktober 2025

TikTok: Ketika keributan di TikTok berujung kerusuhan di dunia nyata

Mantan pegawai TikTok dan pengguna berkata kepada BBC bahwa algoritme aplikasi tersebut telah mendorong perilaku berbahaya di dunia…

BBC Indonesia
TikTok: Ketika keributan di TikTok berujung kerusuhan di dunia nyata 

Setelah direkomendasikan video tentang sepak bola dan video gim, video keempat yang muncul berasal dari seorang influencer berusia 25 tahun bernama Adrian Markovac. Selain mempromosikan pengembangan diri, beberapa videonya mendorong pemberontakan terhadap aturan sekolah tentang seragam, pekerjaan rumah, dan meminta izin untuk pergi ke toilet, serta memanggil guru dengan julukan yang ofensif.

Di antara komentar-komentar di bawah videonya terdapat beberapa remaja di Inggris mengatakan mereka telah diskors atau diusir dari sekolah setelah menuruti nasihat Markovac.

Dalam wawancara dengan BBC, Markovac berkata dia mendorong anak-anak muda untuk "memberontak terhadap aturan-aturan konyol", tetapi dia berkata dia tidak bertanggung jawab atas keputusan buruk yang dilakukan minoritas penontonnya.

Beberapa bulan setelah unjuk rasa sekolah, kerusuhan menyebar di Paris dan daerah-daerah lain di Prancis setelah kematian remaja berusia 17 tahun Nahel M, yang ditembak oleh seorang petugas polisi, yang belakangan didakwa dengan pembunuhan. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyalahkan kerusuhan tersebut pada TikTok dan Snapchat.

Tetapi benarkah memang ada kehebohan di TikTok? Ataukah sang Presiden Prancis hanya lepas tanggung jawab?

Rasa ketidakadilan seputar kematian Nahel berarti kerusuhan dimulai tanpa pengaruh media sosial.

Tetapi perhatian yang didapatkan isu ini di TikTok saya lihat lebih tinggi dibandingkan platform-platform lain. Saya menemukan video publik di Snapchat yang menggunakan nama Nahel dengan dengan 167.700 views (tidak termasuk beberapa video yang mungkin telah beredar di chat pribadi). Di TikTok, video publik yang menggunakan tagar tersebut mengumpulkan 850 juta views.

Di sebuah kota kecil, Viry-Châtillon, di pinggiran kota Paris, video-video menunjukkan sebuah bus terbakar dan kios-kios koran dirusak. Jean-Marie Vilain, sang walikota, berkata demonstrasi jarang terjadi di kota itu.

Namun apa yang "luar biasa dan dramatis" menurut dia adalah kerusuhan menyebar ke "provinsi-provinsi, ke kota-kota, ke kota-kota kecil di mana tidak ada yang terjadi, di mana semuanya baik-abik saja" — sejauh Provence dan Guadeloupe.

"Sayang sekali, setelah kerusuhan terjadi, TikTok menjadi alat untuk menunjukkan, nih, lihat ini yang bisa aku lakukan. Apa kamu bisa lebih dari ini?" kata Vilain kepada saya. Klaimnya didukung oleh video-video yang saya temukan di TikTok, yang menjadi semakin ekstrem seiring kerusuhan berlangsung.

Berdasarkan percakapannya dengan pengunjuk rasa, Vilain juga berkata menyaksikan tindakan penghancuran dibagikan secara luas di TikTok "menjadi hal biasa" bagi beberapa orang. Para pengguna TikTok yang membagikan konten ini mengatakan hal yang sama kepada saya lewat pesan.

'Bukan prioritas'

Beberapa mantan karyawan TikTok di AS dan Inggris berkata kepada BBC bahwa membatasi konten-konten rusuh yang berbahaya ini bukanlah prioritas bagi perusahaan media sosial itu, karena dapat memperlambat pertumbuhan pesat aplikasi tersebut.

Salah satu dari mereka, yang saya sebut Lucas, pernah bekerja di divisi strategi dan analisis data di perusahaan tersebut. Dia berkata TikTok tidak siap untuk menjadi lebih dari sekadar aplikasi untuk video joget.

"Ia tumbuh begitu cepat sehingga mereka tidak mungkin mengejar atau memprediksi setiap cara aplikasi ini akan digunakan," ujarnya.

"Tetapi dalam hal konten berbahaya, setidaknya saya tidak pernah mendengar mereka berusaha secara proaktif mencegah mereka dari menjadi populer. Dan secara umum, mereka tidak mau melakukan itu, mereka tidak mau menghalang-halangi hiburan berkembang dengan cepat di platform mereka."

TikTok berkata kepada BBC mereka punya lebih dari 40.000 "tenaga keamanan profesional" yang menggunakan teknologi untuk memoderasi konten, dengan "mayoritas besar" video dengan misinformasi berbahaya tidak pernah mendapat satu pun penonton.

"Memprioritaskan keamanan tidak hanya benar, itu juga masuk akal secara bisnis," kata sang juru bicara.

Perusahaan juga mengatakan mereka berkolaborasi dengan akademisi, lembaga penegak hukum, dan pakar lainnya untuk terus memperbaiki prosesnya.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved