Senin, 6 Oktober 2025

Peta baru China: Mengapa aksi China menuai kontroversi, dan haruskah Indonesia khawatir?

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan posisi Indonesia masih konsisten dengan Konvensi Hukum Laut PBB dalam merespons peta…

BBC Indonesia
Peta baru China: Mengapa aksi China menuai kontroversi, dan haruskah Indonesia khawatir? 

"Peta yang baru ini yang saya lihat, yang jadi kontroversial mereka [China] tetap mencantumkan nine-dash-line, bahkan sekarang ada ten-dash-line," kata Arie Afriansyah, Direktur Center for Sustainable Ocean Policy di Universitas Indonesia.

Arie mengatakan, peta teranyar China ini adalah sesuatu yang sudah "mereka lakukan selama ini".

Apa akar masalahnya?

Arie Afriansyah mengambahkan, China masih berpendirian pada basis sejarahnya sendiri dalam menentukan batas wilayah, khususnya di Laut China Selatan menggunakan sembilan garis putus-putus. China juga tidak mau menerima putusan Pengadilan Arbitrase Permanen 2016.

"China tetap tidak mau menggunakan UNCLOS dalam hal ini. Mereka tetap mendasarkan pendirian pada historical background," katanya.

Selain itu, lanjut Arie, sejauh ini tidak ada negara yang benar-benar berani secara tegas mengusir China dari wilayah kedaulatannya.

Bagaimana reaksi negara yang terdampak dengan peta baru China?

Filipina dan Malaysia ikut bergabung dengan India dalam bersikap terhadap peta baru China.

Peta ini disebut-sebut telah mencaplok wilayah daratan yang bersengketa dengan India, dan wilayah maritim di dalam zona ekonomi eksklusif Malaysia, Brunei, Filipina, Indonesia dan Vietnam.

Malaysia tidak mengakui klaim China di Laut Cina Selatan, seperti yang diuraikan dalam 'Peta Standar Cina Edisi 2023', yang mencakup wilayah maritim Malaysia, kata Kementerian Luar Negeri Malaysia dalam sebuah pernyataan.

Video terkait yang bisa Anda simak:

Kemenlu Malaysia tidak menganggap peta tersebut memiliki dasar hukum yang mengikat. Malaysia tetap berpegangan pada Peta Terakhir 1979.

"Masalah ini perlu ditangani secara damai dan rasional melalui dialog dan diskusi berdasarkan hukum internasional, termasuk Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) tahun 1982," tambah pernyataan Kemenlu Malaysia seperti dikutip New Straits Times.

Dalam UNCLOS 1982 disebutkan ketetapan tentang batas tiap negara, termasuk wilayah perairan yang meliputi perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif (ZEE), landas kontinen (LK), dan laut lepas.

Hal serupa disampaikan Departemen Luar Negeri Filipina (DFA).

"Upaya terbaru untuk melegitimasi kedaulatan dan yurisdiksi yang diklaim oleh China atas fitur-fitur dan zona maritim Filipina tidak memiliki dasar di bawah hukum internasional, khususnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982," ujar pernyataan Departemen Luar Negeri Filipina (DFA).

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved