Rilis Peta Baru, Cina Provokasi India
Beberapa negara di Asia menerbitkan peta resmi dengan versi mereka sendiri. Cina mengeluarkan peta baru yang memicu kegemparan di…
Sebuah peta nasional baru yang diterbitkan oleh pemerintah Cina telah memicu protes di India, yang memperburuk ketegangan antara kedua negara tetangga, di mana kedua negara masing-masing memiliki kekuatan senjata nuklir.
Peta versi Cina yang dipublikasikan di situs web Kementerian Sumber Daya Alam dengan jelas menunjukkan negara bagian Arunachal Pradesh di timur laut India, yang dianggap Beijing sebagai bagian dari Tibet dan Dataran Tinggi Doklam, di mana kedua belah pihak berseteru dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di dalam perbatasan Cina, bersama dengan Aksai Chin di bagian barat, yang juga dikontrol oleh Cina, tetapi masih diklaim oleh India.
Menanggapi klaim Cina, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) India mengatakan, "Kami menolak klaim-klaim ini karena mereka tidak memiliki dasar apa pun."
Menteri Luar Negeri (Menlu) India Jaishankar Subhramanyam juga menolak peta baru tersebut, dengan mengatakan, "membuat klaim yang tidak masuk akal di wilayah India tidak membuatnya menjadi wilayah Cina."
Politisi oposisi India, Rahul Gandhi, bahkan meminta Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi untuk menanggapi klaim Cina tersebut.
Peta sebagai senjata politik
Peta baru yang dirilis oleh Cina, serta kegemparan yang ditimbulkannya di India, merupakan contoh bagaimana peta dapat digunakan untuk memproyeksikan kekuasaan.
Tim Trainor merupakan ketua Asosiasi Kartografi Internasional dan anggota pendiri Komite Ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Manajemen Informasi Geospasial Global. Trainor mengatakan kepada DW bahwa peta dapat mempengaruhi cara orang berpikir tentang bagian-bagian wilayah dunia.
"Peta sangat kuat dan Anda tahu bahwa ketika kebanyakan orang melihat peta, para pembaca peta berasumsi bahwa informasi yang mereka lihat adalah benar," katanya. Sama halnya dengan angka dan gambar yang terlihat objektif, namun tidak harus akurat, begitu pula peta yang sangat efektif sebagai alat propaganda.
Penulis Jerman, Ute Schneider, menulis dalam bukunya yang berjudul, "The power of maps" bahwa, tidak ada peta yang "obyektif" atau "tidak bias" karena "peta adalah instrumen kekuasaan."
Hal ini juga berlaku untuk peta-peta yang dikeluarkan oleh pemerintah India. Peta-peta itu tentu saja menunjukkan "kepala" India, di wilayah Kashmir, yang juga diklaim oleh India dan Pakistan, serta pada tingkat yang lebih rendah oleh negara Cina.
Geopolitik modern yang mempengaruhi wilayah itu berawal dari Kerajaan Inggris di India, dan "negara bagian pangeran" Jammu serta Kashmir yang dibubarkan setelah pemisahan India pada tahun 1947.
Akan tetapi, peta ini tidak menunjukkan konflik teritorial, dan fakta bahwa sebagian besar wilayah Kashmir yang dianggap sebagai wilayah "India" dikelola oleh Pakistan dan Cina. Sebaliknya, hal yang sama juga berlaku untuk Pakistan.
Di India sendiri, mendistribusikan peta yang tidak menggambarkan versi "resmi" dari geografi wilayah India dapat mengakibatkan tuntutan pidana.
Sedangkan di Pakistan, masalah Kashmir juga sama sensitifnya. Pada peta resmi Pakistan, Jammu, dan Kashmir dimasukkan sebagai wilayah Pakistan. Namun, berlawanan dengan peta India, peta Pakistan menunjukkan status ambigu dari wilayah perbatasan dengan istilah seperti "wilayah yang disengketakan" dan "perbatasan yang tidak terdefinisi", yang tercetak pada peta.
Memetakan nasionalisme
India, Cina, dan Pakistan bukanlah satu-satunya negara yang menggunakan peta sebagai alat propaganda. Banyak negara Asia lainnya yang juga menerbitkan peta resmi versi mereka.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.