Sabtu, 4 Oktober 2025

Warga Korea Selatan Panic Buying Garam, Apa yang Terjadi?

Warga Korea Selatan mendadak beli dan menimbun garam dalam jumlah banyak, ini akar permasalahannya.

Yonhap
Rak garam hampir kosong di sebuah toko di Seo-gu, Daejeon, pada hari Rabu (14/6/2023). Warga Korea Selatan mendadak beli dan menimbun garam dalam jumlah banyak, ini akar permasalahannya. 

TRIBUNNEWS.COM - Warga Korea Selatan dilaporkan panic buying garam dan kebutuhan lainnya buntut rencana Jepang untuk membuang air limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke laut.

Dilansir Independent, Jepang akan melepaskan lebih dari 1 juta metrik ton air limbah ke Pasifik yang sebelumnya digunakan untuk mendinginkan reaktor yang rusak di PLTN di utara Tokyo itu.

Reaktor PLTN Fukushima sempat rusak setelah dilanda gempa bumi dan tsunami pada 2011 lalu.

Tokyo telah berulang kali meyakinkan bahwa airnya aman dan telah disaring untuk menghilangkan sebagian besar isotop.

Tetapi air itu memang mengandung jejak tritium, isotop hidrogen yang sulit dipisahkan dari air.

Meskipun Jepang belum menetapkan kapan akan membuang air limbah tersebut, para nelayan dan warga di seluruh wilayah khawatir.

Baca juga: Picu Hipertensi, Bijaklah Memakai Garam, Bagaimana Penggunaan MSG?

Otoritas perikanan Korea Selatan telah berjanji untuk meningkatkan upaya memantau tambak garam alami untuk setiap kenaikan zat radioaktif dan mempertahankan larangan makanan laut dari perairan dekat Fukushima.

"Saya baru saja membeli lima kilogram garam," kata Lee Young-min, ibu dua anak berusia 38 tahun.

Ia menambahkan bahwa dirinya belum pernah membeli garam sebanyak itu sebelumnya.

"Sebagai seorang ibu yang membesarkan dua anak, saya tidak bisa hanya duduk dan tidak melakukan apa-apa."

"Saya ingin memberi mereka makan dengan aman," katanya kepada Reuters.

Sejak dua bulan lalu, panic buying juga telah menyebabkan kenaikan harga garam di Korea Selatan sebesar 27 persen, meskipun para pejabat mengatakan cuaca dan produksi yang lebih rendah juga menjadi penyebabnya.

Pemerintah Korea memutuskan untuk mengeluarkan sekitar 50 metrik ton garam per hari dari stok, dengan diskon 20 persen dari harga pasar, hingga 11 Juli.

"Saya khawatir pelepasan air limbah tidak hanya mencemari laut dan menyebabkan masalah kesehatan, tetapi juga menaikkan harga garam dan makanan laut," kata Park Young-sil, seorang wanita berusia 67 tahun saat berbelanja di pasar tradisional di Seoul.

Lebih dari 85 persen warga Korea Selatan menentang rencana Jepang tersebut, menurut sebuah survei bulan lalu oleh lembaga survei Research View.

Tujuh dari 10 orang dilaporkan mengatakan bahwa mereka akan mengonsumsi lebih sedikit makanan laut jika pembuangan air limbah dilanjutkan.

Pekerja memasukkan garam ke dalam karung di sebuah tambak garam di Sinan di Provinsi Jeolla Selatan, Korea pada hari Jumat (23/6/2023)
Pekerja memasukkan garam ke dalam karung di sebuah tambak garam di Sinan di Provinsi Jeolla Selatan, Korea pada hari Jumat (23/6/2023) (Yonhap)

Baca juga: Jepang Berencana Buang Air Olahan Limbah Nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik

Hyun Yong-gil, seorang pemilik toko grosir garam di ibu kota, mengatakan kepada Reuters awal bulan ini bahwa penjualan garam meningkat "40 hingga 50 persen" meskipun harganya melonjak.

"Akhir-akhir ini kami mendapatkan lebih banyak pelanggan dari biasanya dan banyak dari mereka tampaknya khawatir dengan rencana pelepasan air limbah," katanya.

Stok garam juga cepat menghilang dari rak pasar.

"Saya datang untuk membeli garam tapi tidak ada yang tersisa," kata Kim Myung-ok, 73 tahun.

"Terakhir kali saya datang juga tidak ada."

Sementara itu, China telah mengutuk niat Jepang untuk melepaskan air limbah ke laut, menuduh Jepang kurang transparan.

China juga mengatakan pembuangan air limbah radioaktif juga merupakan ancaman bagi lingkungan laut dan kesehatan orang-orang di seluruh dunia.

Jepang mengatakan telah memberikan penjelasan rinci dan didukung sains tentang rencana itu kepada para negara tetangganya.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan, pekan lalu Jepang menyadari adanya masalah ini meskipun situasinya tidak begitu terlihat di toko-toko Seoul minggu ini.

Rafael Mariano Grossi, direktur jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan, "metode yang dipilih Jepang layak secara teknis dan sejalan dengan praktik internasional."

Grossi dijadwalkan untuk mengunjungi Jepang minggu depan untuk bertemu dengan para pemimpin Jepang.

Ia akan melihat persiapan akhir untuk pelepasan air limbah radioaktif tersebut.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved