Tragedi Kapal Tenggelam di Yunani Ungkap Masalah Migrasi Pakistan
Warga negara Pakistan menjadi korban terbanyak dalam tragedi kapal tenggelam di Yunani. DW berbincang dengan keluarga korban tentang…
Pada 14 Juni malam, Muhammad Gulfam sedang berada di sebuah desa di pegunungan Pakistan utara ketika menerima telepon dari sepupunya tentang sebuah kapal migran yang terbalik di lepas pantai Yunani.
Adik laki-lakinya, Aakash Gulzar, berada di kapal tersebut. Sebagai pengangguran, Gulzar yang berusia 21 tahun memutuskan untuk membayar para penyelundup demi perjalanan ilegal selama berbulan-bulan melintasi ribuan mil melalui rute darat dan laut menuju Italia.
Perjalanan ini tidaklah murah. Keluarga Gulzar telah mengumpulkan €7.000 (sekitar Rp114 juta) untuk membayar agen untuk menyelundupkan Gulzar ke Eropa, di mana mereka berharap Gulzar akan menemukan kehidupan yang lebih baik.
"Kami tidak ingin ini menjadi perpisahan terakhir, kami ingin bertemu dengannya lagi dan kami berharap ia menjadi salah satu korban yang terluka di rumah sakit," kata Gulfam kepada DW.
Naseem Begum, ibu Gulzar, mengatakan bahwa ia sempat berbicara dengan putranya melalui telepon sebelum ia menaiki kapal yang kelebihan muatan itu.
"Anak saya meminta doa melalui telepon dan mengatakan 'Saya akan menelepon setelah sampai di tempat tujuan,'" kata Begum kepada DW.
Masalah migrasi di Pakistan
Para saksi mata menggambarkan kapal yang membawa Gulzar adalah kapal nelayan sepanjang 30 meter yang dijejali lebih dari 700 orang. Kapal tersebut berangkat dari Libya dan tenggelam 80,5 kilometer di lepas pantai Pylos, sebuah kota kecil di pesisir Yunani di Laut Ionia.
Gulzar masih hilang dan diduga telah meninggal. Begum telah mengirimkan sampel DNA untuk membantu identifikasi jenazah putranya, jika ditemukan.
Menurut Kementerian Dalam Negeri Pakistan, 350 orang yang berada di dalam kapal tersebut adalah warga negara Pakistan. Mereka termasuk di antara ribuan orang yang melarikan diri dari krisis ekonomi di negara Asia Selatan yang membuat banyak orang kehilangan harapan.
Menurut data dari Frontex, badan penjaga perbatasan dan pantai Uni Eropa, jumlah rekor hampir 5.000 warga Pakistan terdeteksi di "rute Mediterania tengah" menuju Eropa dalam lima bulan pertama tahun 2023.
"Kami tahu bahwa ini adalah kombinasi dari kurangnya pekerjaan yang layak dan kekecewaan umum tentang masa depan negara yang mendorong kaum muda Pakistan menggunakan migrasi berbahaya dan ilegal sebagai cara untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Para korban di kapal itu pasti sadar akan risiko yang mereka ambil," kata Imran Khan, Direktur Pakistan di United States Institute of Peace, sebuah lembaga federal Amerika Serikat.
Osama Malik, seorang ahli hukum imigrasi dan pengungsi Pakistan, mengatakan kepada DW bahwa ada beberapa faktor yang mendorong orang untuk mempertaruhkan nyawa demi mendapatkan kesempatan mencapai Eropa.
"Depresiasi yang cepat rupee Pakistan yang sudah lemah terhadap mata uang asing selama 18 bulan terakhir mungkin menjadi faktor yang sangat besar," katanya, seraya menambahkan bahwa ketidakpastian politik dan ekonomi telah menyebabkan "keputusasaan" di kalangan anak muda Pakistan.
Bagaimana para pelaku perdagangan orang di Pakistan beroperasi?
Sekitar 90% orang Pakistan yang tiba di Italia dalam beberapa tahun terakhir telah menggunakan jasa penyelundup, menurut survei tahun 2022 oleh Pusat Migrasi Campuran, sebuah kelompok penelitian migran yang berbasis di Eropa.
Para penyelundup dan perantara bekerja dengan menjelajahi kota-kota dan desa-desa miskin dan menjanjikan masa depan yang cerah bagi para pemuda di Eropa dengan imbalan uang sebesar €6.000 hingga €10.000, yang dibayarkan kepada "bos" yang tinggal di negara-negara tujuan di Eropa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.