Sabtu, 4 Oktober 2025

Pemuda Palestina: 'Kami sudah hilang harapan pada solusi politik'

Para milenial di Palestina merasa pemimpin politik mereka telah mengecewakan mereka, menurut data survei yang diperoleh secara eksklusif…

Setiap anggota dipersenjatai dengan senapan serbu M16 dan mengenakan pakaian hitam dari ujung kepala sampai ujung kaki. Mereka berjalan pelan-pelan dalam formasi satu baris, senapan mereka mengarah ke depan, memeriksa gang-gang dan atap-atap rumah sambil bergerak.

Sebagian besar adalah pria berusia 20-an, para prajurit ini mengklaim mereka bukan bagian dari kelompok-kelompok milisi besar dan terang-terangan menolak berhubungan dengan partai-partai politik di wilayah Palestina.

Salah seorang anggota milisi, Mujahid, 28 tahun, mengatakan kepada kami bahwa generasinya tidak diwakili oleh kepemimpinan saat ini.

“Pemuda Palestina sudah kehilangan harapan dengan metode politik selama 30 tahun terakhir,” ujarnya.

Apakah dia mendukung kekerasan sebagai solusi?

“Para penjajah ini masuk ke sini setiap hari dan membunuh dengan darah dingin, di siang bolong,” ujarnya, merujuk pada pasukan Israel. “Para penjajah ini hanya mengerti bahasa kekerasan.”

Suhu politik

Dengan ketiadaan pemilihan umum atau presiden, pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di universitas menjadi barometer suhu politik. Universitas Birzeit di Tepi Barat dan pemilihan BEM-nya secara luas dianggap sebagai cerminan dari suasana politik di wilayah tersebut.

Perubahan sentimen juga terlihat jelas di sini. Partai mahasiswa Fatah, sayap pemuda dari partai dominan di Otoritas Palestina, selalu berhasil bertahan melawan partai-partai Islam oposisi, termasuk saingan utama Fatah, Hamas. Tapi itu berubah tahun lalu.

“Itu suatu kejutan,” kata Mustafa, wakil mahasiswa untuk partai Front Demokrasi Pembebasan Palestina yang juga ikut serta dalam pemilihan BEM 2022.

“Biasanya, perbedaan antara faksi Fatah dan Hamas cuma satu atau dua kursi. Kali ini 10 kursi untuk Hamas.”

Kemenangan telak Hamas di pemilihan BEM ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dan sebagian besar dipandang sebagai bentuk protes terhadap Otoritas Palestina, pencapaian yang diulangi lagi pada bulan lalu, meskipun dengan mayoritas yang sedikit lebih kecil.

"Tentu saja, kalau ada pemilu, hasilnya akan sama seperti di Birzeit," Mustafa melanjutkan, "karena orang-orang muak dengan cara Otoritas Palestina menangani berbagai hal, entah itu penahanan politik, pajak, pembunuhan, atau melindas kebebasan berekspresi ".

'Solusi dua negara hanyalah dalih'

Bagi banyak orang yang tumbuh dewasa tanpa hak suara untuk menentukan masa depan wilayah Palestina, hal itu telah menimbulkan pertanyaan tentang identitas.

Majid Nasrullah bekerja sebagai kurator di Qattan Foundation, sebuah organisasi independen yang bergerak di bidang budaya dan pendidikan. Dia tinggal di kota Ramallah, Tepi Barat, tetapi lahir di sebuah kota yang terletak di Israel utara.

Halaman
123
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved