Dampak Perubahan Iklim pada Kesehatan Menstruasi di India
Laporan PBB mengatakan bahwa ada peningkatan risiko kesehatan reproduksi perempuan, setelah terjadinya bencana alam. Perempuan di…
Ketika Topan Super Amphan menghantam pantai India pada tahun 2020 silam, Suchitra Jana yang berusia 28 tahun, bersama dengan keluarganya, pindah ke tempat penampungan pemerintah, bersama dengan 800-an orang lainnya yang mengungsi di kamp tersebut.
Meskipun Jana tinggal di tempat penampungan yang sempit dan kumuh itu hanya selama 20 hari, penderitaannya berlangsung selama berbulan-bulan. Setelah bencana topan itu, Jana mengetahui bahwa dia mengalami infeksi pada organ vital reproduksinya.
"Infeksi itu berlangsung selama 6-7 bulan. Saya merasakan sensasi terbakar yang luar biasa, bau yang menyengat dan sangat tidak nyaman," kata Jana.
Tempat penampungan yang disediakan oleh pemerintah itu hanya memiliki empat bilik toilet untuk ratusan orang yang berlindung dari angin topan. Baik pria maupun perempuan menggunakan toilet yang sama.
"Kami harus mengantre berjam-jam untuk dapat menggunakan toilet yang sangat kotor itu," tutur Jana, seraya menambahkan bahwa akses terhadap air bersih merupakan masalah besar karena "hanya ada satu sumur untuk semua orang di tempat penampungan itu."
Saat mengalami menstruasi, Jana harus menggunakan kain selama berhari-hari, karena dia tidak dapat menemukan pembalut. Selain itu, tidak ada tempat untuk mencuci atau mengeringkan pakaian yang layak di kamp penampungan.
"Kami biasanya mengantre hanya untuk mendapatkan air dan menggunakan toilet. Itu saja bisa menghabiskan waktu berjam-jam," tambah Jana.
Ketika obat-obatan yang diresepkan di rumah sakit wilayah Praganas Selatan tidak lagi dapat membantu Jana selama berbulan-bulan, dia terpaksa harus berkonsultasi dengan para dokter di ibukota negara bagian, Kolkata. Perjalanan yang memaksanya harus menghabiskan enam jam perjalanan untuk menyeberangi beberapa sungai.
Seperti halnya Jana, Mamu Das yang berusia 32 tahun, warga distrik Nagaon di Assam, juga mengalami kondisi fasilitas sanitasi yang tidak memadai dan akses yang buruk terhadap produk-produk menstruasi, saat banjir melanda beberapa distrik di negara bagian Assam tahun lalu.
Akibat bencana banjir itu, keluarga Das kehilangan mata pencaharian, yang juga berdampak pada kemampuan finansial untuk membeli pembalut. "Saya biasa mengambil pembalut dari pemilik toko sebagai bentuk pinjaman [yang akan dibayar nanti]."
Kesehatan menstruasi selama bencana alam
Bencana alam seperti banjir dan angin topan telah menyebabkan pengungsi dalam skala besar, termasuk perempuan yang kesehatan menstruasinya terabaikan selama bencana terjadi.
"Di kamp-kamp kesehatan selama bencana alam, penyakit kronis menjadi prioritas sehingga perempuan biasanya tidak mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan menstruasi mereka," ujar Sobhan Mukherjee, seorang aktivis kesehatan menstruasi.
Sedangkan, banyak perempuan harus menghadapi berbagai tantangan di kamp penampungan, seperti akses menggunakan toilet, mendapatkan pembalut, peningkatan risiko infeksi organ reproduksi, dan lain-lain.
"Karena stres akibat bencana, siklus menstruasi perempuan juga berhenti secara tiba-tiba. Kadang-kadang, banyak perempuan akhirnya melewatkan siklus menstruasi selama berbulan-bulan," kata Dr. Basab Mukherjee, wakil presiden dari Bengal Obstetric & Gynaecological Society.
"Tingkat infeksi saluran kemih, infeksi vagina, dan lain-lain, umumnya meningkat setelah bencana alam seperti angin topan dan banjir terjadi, karena perempuan tidak dapat menjaga kebersihan menstruasi mereka dengan baik," terang Mukherjee kepada tim DW.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.