Perang Saudara di Sudan
PBB: Lebih dari 180 Orang Tewas Dalam Pertempuran di Sudan
Perang saudara di Sudan juga mengakibatkan persediaan makanan menipis di banyak daerah.
"(Utusan PBB untuk Sudan) percaya bahwa tekanan dari pihak-pihak lain adalah penting. Uni Afrika, kelompok regional IGAD, Liga Arab, semua badan-badan ini berbicara dengan berbagai pihak dan khususnya dengan kedua jenderal, mencoba untuk mencapai gencatan senjata," ujar Bays.
"Masalahnya adalah wilayah udara ditutup, perbatasan ditutup dan terlalu berbahaya bagi mereka untuk melakukan perjalanan pada tahap ini. Upaya-upaya diplomatik sedang berlangsung, namun tidak membuahkan hasil saat ini dan jelas hal ini sangat memprihatinkan bagi rakyat Sudan," lanjutnya.
Sementara itu, tentara Sudan menyatakan RSF sebagai kelompok pemberontak dan memerintahkan pembubarannya pada Senin.
Ketika pertempuran tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, Dagalo menggunakan Twitter guna menyerukan kepada komunitas internasional untuk memberikan campur tangan terhadap al-Burhan, mencapnya sebagai "Islamis radikal yang mengebom warga sipil dari udara".
Dalam sebuah pernyataan yang jarang terjadi sejak pertempuran berkobar pada Sabtu (15/4/2023), al-Burhan mengatakan ia "terkejut dengan Pasukan Dukungan Cepat yang menyerang rumahnya" dan apa yang terjadi "seharusnya mencegah pembentukan pasukan di luar tentara".
Persatuan dokter Sudan memperingatkan pertempuran tersebut telah "merusak" beberapa rumah sakit di ibu kota Khartoum dan kota-kota lain, dengan beberapa di antaranya "tidak dapat beroperasi".
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut beberapa dari sembilan rumah sakit di Khartoum yang menerima warga sipil yang terluka "telah kehabisan darah, peralatan transfusi, cairan infus, dan pasokan vital lainnya".
Pertempuran Memaksa Warga Sudan untuk Bersembunyi
Kekerasan telah memaksa orang-orang di Sudan yang ketakutan untuk berlindung di rumah mereka.
Warga Sudan khawatir konflik berkepanjangan dapat menjerumuskan negara itu ke dalam kekacauan yang lebih dalam, memupus harapan untuk kembali ke pemerintahan sipil yang terganggu kudeta pada 2021 yang didalangi oleh al-Burhan dan Dagalo.
Jurnalis Al Jazeera, Hiba Morgan, yang melaporkan dari Khartoum, mengatakan ia dan rekan-rekannya tidak dapat keluar rumah selama tiga hari terakhir karena "tidak jelas pasukan mana yang menguasai lokasi mana.
"Kedua belah pihak sangat sulit untuk bernegosiasi. Kita berbicara tentang tentara di sini, orang-orang di lapangan, bukan komandan senior," lapor Morgan.
"Bahkan jika kami berhasil berbicara dengan pimpinan mereka untuk memahami apa yang sedang terjadi dari sudut pandang mereka, mereka yang berada di lapangan belum tentu setuju jika kami bergerak, jadi kami telah berada di bawah kuncian selama tiga hari terakhir," tambahnya.
Ketakutan juga menjalar di bagian lain ibu kota Sudan, kata Morgan, banyak orang mengatakan mereka tidak dapat meninggalkan rumah karena rasa tidak aman yang mereka hadapi.
Pertempuran pecah setelah perselisihan sengit antara al-Burhan dan Dagalo mengenai rencana integrasi RSF ke dalam tentara reguler, syarat utama untuk kesepakatan akhir yang bertujuan untuk mengakhiri krisis sejak kudeta 2021.
Perang Saudara di Sudan
Ada Gencatan Senjata Idul Adha, Konflik di Sudan Masih Berlanjut, Serangan Udara Landa Khartoum |
---|
Tentara Sudan Umumkan Gencatan Senjata Sepihak untuk Peringati Hari Raya Idul Adha |
---|
Di Tanah Suci, Jemaah Haji Sudan Berdoa agar Allah Melakukan 'Intervensi' Akhiri Perang |
---|
Situasi Memburuk, KBRI Kembali Evakuasi Tiga WNI dari Wilayah Konflik di Sudan |
---|
Mesir Umumkan Perketat Aturan Visa bagi Warga Negara Sudan |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.