Kepala BIN dinilai 'lewati koridor tugas dan wewenang' buntut pernyataan soal 'aura Jokowi berpindah ke Prabowo'
Pengamat menyebut pernyataan kepala BIN sebagai “bentuk kegenitan untuk terlibat dalam isu yang sedang banyak dibicarakan“. Kepala…
Pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) tentang "aura Presiden RI Joko Widodo yang telah berpindah sebagian ke Menteri Pertahanan Prabowo Subianto", sekaligus doa untuk Prabowo dalam Pemilu 2024, menuai kontroversi. Pengamat mengatakan kepala BIN harus menjelaskan pernyataan tersebut karena itu "sudah di luar koridor tugas dan wewenang yang dimiliki".
Menurut pengamat dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, Kepala BIN Budi Gunawan seharusnya “lebih berhati-hati” dalam memberikan pernyataan.
Dia bahkan menyebut pernyataan kepala BIN sebagai “bentuk kegenitan untuk terlibat dalam isu yang sedang banyak dibicarakan”.
“Sebagai kepala BIN, saya kira Pak BG [Budi Gunawan] punya tanggung jawab untuk memantau berbagai isu yang terkait dengan dinamika politik. Tapi, semua produk BIN hanya wajib disampaikan kepada presiden, bukan menjadi pernyataan publik,” kata dia kepada BBC News Indonesia, Kamis (23/03).
Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mempertanyakan “relevansi” pernyataan Budi Gunawan dengan “fungsi dan tugasnya” dan meminta kepala BIN itu untuk “fokus pada tanggung jawabnya”, alih-alih memberikan pernyataan “politis”.
“Tugas dia ya memastikan bagaimana melakukan deteksi dini, mengumpulkan informasi, soal apakah ada ancaman dan lain sebagainya. Bukan soal elektabilitas, kontestasi politik, itu bukan urusan Badan Intelijen Negara,” ujar Gufron.
Semuanya berawal ketika Budi Gunawan memberikan sambutan dalam acara peresmian Gedung Papua Youth Creative Hub dan peluncuran produk-produk kreativitas di Abepura, Jaya Pura pada Selasa (21/03) lalu.
Selain dihadiri presiden, acara itu juga dihadiri beberapa menteri dan pejabat pemerintahan, termasuk Menteri Prabowo.
"Seluruhnya mulai melihat ada aura, aura Pak Jokowi sebagian sudah pindah ke Pak Prabowo. Kita semua mendoakan untuk Pak Prabowo semoga sehat, lancar dan sukses dalam kontestasi Pemilu 2024," ujar Budi Gunawan, dikutip dari detik.com.
Pernyataan itu lantas memicu reaksi dari beberapa politisi dari Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang khawatir itu bisa mencederai proses demokrasi menuju pilpres 2024 sampai melarang Budi Gunawan “tidak ikut-ikut berpolitik praktis”.
Meski ada juga pihak yang tidak mempersoalkan pernyataan itu karena “tugas pemimpin mentransformasikan aura kepemimpinan itu kepada seluruh rakyat”, seperti yang dikatakan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.
BBC News Indonesia sudah menghubungi juru bicara BIN Wawan Hari Purwanto untuk meminta penjelasan terkait pernyataan kepala BIN, tapi sampai berita ini diturunkan belum ada tanggapan.
Baca juga:
- Penundaan Pemilu 2024: Seruan kalangan elit politik, apakah mungkin terealisasi?
- Pilpres 2024: PKS dukung Anies capres sampai Megawati kantongi nama-nama calon - Delapan hal yang sejauh ini diketahui tentang peta koalisi
- Pemilu: Apa dampak menunda pemilihan umum Indonesia ke 2025?
'Membentuk persepsi publik'
Menurut Khairul Fahmi, pernyataan yang disampaikan Budi Gunawan di hadapan Presiden Jokowi dan Prabowo itu sulit untuk tidak dikaitkan dengan “pembentukan persepsi publik”.
Apalagi kepala BIN memiliki kapasitas untuk melakukan “upaya propaganda, penggalangan, hingga pembentukan persepsi maupun kontra intelijen”.
Ditambah lagi respons keras dari politisi terhadap pernyataan Budi Gunawan, yang berarti kepala BIN itu “gagal menghilangkan kesan dan keterkaitan pernyataannya dengan kepentingan politik tertentu”.
Oleh sebab itu, Fahmi menilai BIN perlu menjelaskan maksud di balik penyampaian pernyataan itu.
“Cukup diklarifikasi saja, apa maksudnya? Apakah ini sesuatu yang serius, mungkin bercanda atau bagaimana?... Karena posisinya [sebagai kepala BIN], kewenangannya, itu harus dijelaskan,” tambah dia.
Sementara itu, Gufron mengatakan presiden perlu melakukan menegur kepala BIN, karena sudah melakukan sesuatu di luar fungsi dan tugasnya.
Apalagi jelang pilpres 2024, lanjut Gufron, ada potensi penyalahgunaan wewenang, kekuasaan, yang melibatkan institusi keamanan.
“Semua institusi keamanan, kalau terlibat, misalnya, penyalahgunaan kekuasaan, kewenangan, untuk tujuan-tujuan yang sifatnya politis, saya kira semuanya berbahaya, mengancam dinamika kehidupan politik karena mereka punya wewenang, otoritas, sumber daya, tenaga, dan alat,” kata Gufron.
Itu tidak berlaku untuk BIN saja, tapi juga “institusi keamanan lain” seperti kepolisian, militer, dan lembaga kemananan lainnya.
“Kalau ada yang salah [presiden] tegur. Jangan dibiarkan. Karena menguntungkan secara politik dibiarkan, giliran tidak menguntungkan, baru tegas. Itu kacau kalau logikanya seperti itu,” tutur dia.
Merusak citra demokrasi dan lembaga
Pernyataan Budi Gunawan yang memicu polemik itu, dinilai Khairul Fahmi, bisa memperburuk citra demokrasi karena “seolah-olah pihak intelijen terlibat mempengaruhi persepsi calon pemilih“ dan BIN harus diingatkan sejak awal mengenai hal tersebut.
“Jangan sampai ada kesan kalau misalnya Prabowo menang dalam pilpres, jangan sampai ada kesan bahwa ini karena didukung atau dioperasi oleh BIN. Itu kan menurunkan makna dari pemilihan umum yang digelar,” lanjut Fahmi.
“Atau bahkan sebaliknya. Jika Prabowo tidak terpilih, misalnya. BIN-nya dianggap salah perkiraan atau gagal operasi, gagal menjalankan misi. Itu memperburuk citra lembaga.”
Bagaimana pun, kata Fahmi menambahkan, kerja BIN yang umumnya di bawah permukaan, senyap, dan rahasia, membuat “cawe-cawe politik” sebenarnya bisa saja dilakukan dan publik maupun pihak-pihak lainnya tidak bisa “menghalangi” karena tidak kelihatan.
Dilihat dari aspek politik kekuasaan, Khairul Fahmi menilai, BIN sebagai lembaga pun “sulit untuk ideal”.
Apalagi lembaga itu secara desain berada di bawah presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepada negara dengan tugas dan wewenang yang memiliki wilayah abu-abu, di antaranya “melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” dan “memberikan pertimbangan saran dan rekomendasi tentang pengamanan, penyelenggaraan, pengamanan, penyelenggaraan pemerintahan”.
“Masalahnya memang sulit untuk mengawasi kerja-kerja di bawah permukaan atau yang tidak tampak di mata. Artinya sepanjang tidak ketahuan ya mereka aman-aman saja,” kata Fahmi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.