Pemulihan hubungan Arab Saudi-Iran: Raja Salman undang Presiden Iran ke Riyadh, bagaimana riwayat ketegangan kedua negara?
Iran mengklaim bahwa Presiden Raisi diundang untuk berkunjung ke Saudi, setelah kedua negara sepakat memulihkan hubungan diplomatik…
Pada Januari 2016, Saudi memutuskan hubungan diplomatik mereka dengan Iran setelah kedutaan besar mereka di Teheran diserbu oleh para demonstran.
Aksi para demonstran itu dipicu keputusan Saudi mengeksekusi ulama Muslim Syiah terkemuka, Sheikh Nimr al-Nimr atas pelanggaran terkait teror.
Sejak saat itu, ketegangan kerap meningkat di antara kedua negara tetangga ini, yang masing-masing dipimpin oleh kelompok Sunni dan Syiah.
Saudi dan Iran menganggap satu sama lain sebagai kekuatan yang mengancam yang berupaya mendominasi kawasan.
Kedua negara ini juga berseberangan dalam beberapa konflik di Timur Tengah, termasuk di Lebanon, Suriah, Irak – dan yang paling terang-terangan di Yaman.
Iran mendukung pemberontak Syiah Houthi di Yaman yang menentang pemerintahan yang didukung oleh Saudi pada 2014.
Sedangkan Saudi memimpin serangan udara untuk menghancurkan Houthi pada tahun berikutnya.
Saudi juga menuduh Iran membantu serangan Houthi.
Dalam insiden paling serius terkait ini, drone dan rudal menghantam fasilitas minyak milik Saudi pada 2019, sehingga menyebabkan kerusakan dan produksi terganggu.
Arab Saudi dan sekutunya, AS, menyalahkan Iran atas serangan itu, namun Iran membantahnya.
Upaya rekonsiliasi kedua negara sebelumnya pun tidak berhasil.
Namun setelah pertemuan di China, kedua negara menyatakan mereka akan membuka kembali kedutaan dalam waktu dua bulan. Mereka juga akan membangun kembali hubungan perdagangan dan keamanan.
AS menyikapi pengumuman itu dengan hati-hati.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan bahwa AS mendukung “segala upaya untuk mengurangi ketegangan di kawasan”.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.