Washington Gagal Rangkul Pemimpin Afrika Hadapi Rusia dan China
KTT AS-Afrika di Washington 13-16 Desember gagal mendekatkan agenda AS merangkul para pemimpin Afrika melawan pengaruh Rusia-China.
AS juga menuduh Rusia sebagai penyebab utama di balik krisis pangan global yang membayangi, yang coba digunakan pemerintahan Biden selama KTT yang mencakup partisipasi 49 negara Afrika.
Banyak dari mereka yang benar-benar prihatin karena tidak mampu membeli makanan yang cukup untuk memberi makan populasi mereka.
Namun, krisis pangan merupakan akibat dari sanksi AS dan kebijakan anti-Rusia yang mencegah banyak negara Afrika tersebut untuk mengimpor komoditas utama Rusia seperti makanan dan pupuk.
Ini menaikkan harga di seluruh dunia dan memperburuk kerawanan pangan yang sudah ada di banyak negara Afrika.

Di sisi lain, sebagian besar gandum Ukraina dan produk makanan lainnya yang menurut politik Barat ada untuk “memberi makan dunia” berakhir di negara-negara barat yang kaya yang memperoleh sekitar 30 persen tanah subur Ukraina dan mengeksploitasinya untuk kepentingan mereka sendiri.
Selama berbulan-bulan, mesin propaganda arus utama barat telah membeo tentang pengiriman makanan menuju Afrika yang diduga diblokir di Laut Hitam oleh Rusia, padahal kenyataannya, tidak ada blokade atau makanan yang dikirim ke Afrika.
Lebih buruk lagi, setelah Rusia menandatangani kesepakatan biji-bijian, barat menggunakan rute laut yang baru dibuka untuk mengirim lebih banyak senjata ke rezim Kiev, banyak di antaranya berakhir di Afrika, seperti yang disebutkan sebelumnya.
Namun, sebagian besar negara Afrika hanya memutuskan untuk tidak terlibat dengan persaingan kekuatan besar AS, dan menerima janji investasi $55 miliar di beberapa negara Afrika selama tiga tahun ke depan.
Menjelang KTT, 12 Desember, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan, bekerja sama dengan Kongres, AS akan berkomitmen $55 miliar ke Afrika selama tiga tahun ke depan.
Terlepas dari upaya (yang tidak berhasil) untuk menyebabkan keretakan antara Afrika dan Rusia, AS juga mencoba merendahkan China selama KTT tersebut.
Austin bersikeras China memperluas jejaknya setiap hari. Dia memberi tahu para pemimpin Afrika tentang pengaruh ekonomi yang berkembang dari China.
“Bagian yang meresahkan adalah mereka tidak selalu transparan dalam hal apa yang mereka lakukan dan itu menciptakan masalah yang pada akhirnya akan membuat tidak stabil,” kata Austin.
Namun, negara-negara Afrika tidak terlalu peduli dengan pernyataan ini. KTT minggu ini hanyalah yang kedua yang diselenggarakan AS dalam delapan tahun, setelah pemerintahan Obama memprakarsai KTT AS-Afrika pertama pada 2014.
Ini menunjukkan betapa AS peduli terhadap Afrika. Sikap AS ini sangat kontras dengan komitmen China yang berkelanjutan untuk proyek ekonomi besar-besaran dengan negara-negara di Global South, termasuk Afrika.
Forum Kerjasama China-Afrika yang diadakan rutin setiap tiga tahun sekali sejak 2000 menjadi bukti akan hal itu.