Membahas pendidikan seks dengan anak tidak harus canggung, bagaimana caranya?
Di era digital, anak-anak membutuhkan sumber terpercaya untuk bertanya tentang cinta hingga seks, dan penelitian menunjukkan bagaimana para
Banyak yang berharap anak-anaknya tahu bahwa mereka bisa bertanya dan membahas masalah-masalah tentang seks kepada orang tua, terutama di era digital, di mana anak-anak terpapar konten-konten di dunia maya sejak usia muda.
Tetapi para orang tua ini mungkin berupaya memikirkan kapan dan bagaimana memulai pembicaraan itu.
Dimulai sejak dini
Profesor kesehatan masyarakat di Montclair State University, Eva Goldfarb, turut menulis tinjauan literatur sistematis mengenai pendidikan seks komprehensif selama 30 tahun terakhir.
Meskipun tinjauan itu lebih fokus pada lingkup sekolah, Goldfarb mengatakan bahwa penelitiannya juga memberi pelajaran penting bagi para orang tua.
Salah satu poin mendasarnya adalah bahwa pendidikan seks memiliki dampak jangka panjang yang positif, misalnya dalam membantu anak-anak muda membangun hubungan yang sehat.
Dia menyarankan agar para orang tua tidak melewatkan maupun menunda obrolan terkait ini.
“Mulailah lebih cepat dari yang Anda rencanakan,” kata dia.
“Bahkan dengan anak-anak yang masih sangat kecil, Anda bisa mulai membahas nama bagian-bagian tubuh dan fungsinya hingga kontrol atas tubuh.”
Pembicaraan itu juga mencakup hal-hal yang mungkin menurut orang tua tidak berkaitan dengan seks, namun mencakup tentang hubungan secara lebih luas.
“Tidak ada orang yang selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan, jadi penting untuk memperlakukan orang lain dengan baik dan hormat,” kata dia.
Tetapi menurut penelitian lainnya, orang tua cenderung merasa lebih mudah membicarakan tentang seks dengan anak-anak mereka ketika pembicaraan terkait ini munjul sejak usia muda secara alami.
Menjawab pertanyaan anak-anak kecil secara terbuka dan jujur bisa membentuk pola positif yang memudahkan pembasannya berlanjut ke tahap yang lebih kompleks.
Pendekatan yang bertahap ini juga bermanfaat bagi anak-anak agar memahami asal usul dan identitas mereka sendiri.
Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dikandung dengan bantuan donor sperma ternyata merasa lebih positif soal asal usul mereka apabila orang tuanya telah menjelaskan lebih dulu dengan bantuan buku-buku dan cerita-cerita, dibandingkan dengan anak-anak yang mengetahuinya belakangan.