Gubernur Papua dan dua bupati tersangka rasuah, pegiat: ‘Korupsi, hasil dari rangkaian masalah kompleks di Papua’
Guyuran dana otonomi khusus sebagai kompensasi pendekatan keamanan hingga perebutan sumber daya ekonomi, menjadikan Papua tempat yang subur
“Kultur Papua dengan kepala suku yang dominan menjadikan upaya memperkuat fungsi pengawasan berat tantanganya,” kata Adnan.
Terakhir adalah perebutan sumber daya ekonomi antara elite global, pemerintah pusat di Jakarta, dan penguasa lokal di Papua sehingga menyuburkan praktik korupsi.
“Aktor-aktor itu berkelindan membuat maraknya korupsi di Papua, seperti praktik kotor mendapatkan izin, memperluas eksploitasi dengan cara yang curang, dan banyak penegak hukum menjadi backing. Akhirnya, korupsi tumbuh subur akibat kompleksitas masalah tersebut,” katanya.
Untuk itu, tambah Adnan, perlu pendekatan komperhensif yang melibatkan semua pihak dalam membenahi tata kelola pemerintahan di Papua guna menekan praktik korupsi, tidak hanya elit di Papua namun juga di Jakarta.
Tahun lalu, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, ada 10 kasus dugaan korupsi besar yang terjadi di Papua, merujuk hasil audit yang dilakukan BPK dan penelurusan Badan Intelijen Negara (BIN).
Korupsi, hambatan pembangunan di Papua
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Sahel Alhabsyi, mengatakan, korupsi adalah hambatan utama proses pembangunan di Papua.
Ia menyebutkan, berdasarkan indeks upaya pencegahan korupsi KPK, Papua hanya memperoleh 9% tahun lalu – lima kali di bawah rata-rata skor nasional sebesar 46%.
“Ini menunjukkan tata kelola pemerintah daerah untuk mencegah korupsi masih sangat rendah di Papua,” katanya.
Kemudian, Sahel merujuk indeks pembangunan manusia Badan Pusat Statistik tahun 2018 di mana Papua hanya mencapai 60,06 – rata-rata nilai IPM di Indonesia di angka 71,39.
Padahal, di sisi lain, Papua selama puluhan tahun mendapatkan dana otonomi khusus yang sangat besar.
Kementerian Keuangan mencatat aliran dana Otsus dan dana tambahan infrastruktur (DTI) dari 2002 hingga 2021 untuk Papua dan Papua Barat mencapai Rp138,65 triliun.
“Jadi dana besar Otsus yang sudah puluhan tahun diberikan untuk Papua ternyata tidak berhasil mendongkrak pembangunan manusia di wilayah Papua. Jelas penyebabnya, korupsi, tidak ada yang lain yang disalahkan selain korupsi,” kata Sahel.
Untuk itu, menurutnya, perlu dilakukan perubahan masif strategi pencegahan korupsi di Papua.