Konflik Rusia Vs Ukraina
Ilmuwan Rudal Hipersonik Rusia Ditangkap karena Diduga Berkhianat
Dr Alexander Shiplyuk, ilmuwan dalam bidang pengembangan pesawat dan roket hipersonik Rusia, ditangkap karena diduga melakukan pengkhianatan.
TRIBUNNEWS.COM - Ilmuwan terkemuka Rusia dalam bidang penerbangan hipersonik ditangkap pihak berwenang karena diduga melakukan pengkhianatan.
Menurut laporan media Rusia, dilansir CNN, Dr Alexander Shiplyuk ditahan pada Jumat (5/8/2022).
Dr Alexander Shiplyuk merupakan direktur Institut Mekanika Teoritis dan Terapan Khristianovich di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia Cabang Siberia.
Vasily Fomin, direktur ilmiah di institut tersebut, mengatakan kepada kantor berita Rusia TASS, bahwa Shiplyuk dikirim ke pusat penahanan pra-persidangan Lefortovo di Moskow.
Mengutip dari situs resmi institut, Dr Alexander Shiplyuk mengepalai laboratorium teknologi dengan terowongan angin unik yang dibuat khusus untuk mensimulasikan kondisi hipersonik.
Sementara itu menurut laporan Newsweek, Shiplyuk bekerja dalam pengembangan pesawat hipersonik dan roket yang merupakan senjata utama dalam gudang senjata Rusia.
Baca juga: Grup Mozart, Organisasi Paramiliter Baru Ukraina yang Siap Hancurkan Tentara Rusia
Target umum dalam pekerjaannya itu, adalah "penciptaan sistem roket hipersonik yang menjanjikan", menurut situs web.
Setelah penangkapan Shiplyuk, Institut Khristianovich digeledah, menurut Vasily Fomin.
"Ada acara operasional di institut."
"Mereka terhubung dengan direktur kami Alexander Nikolaevich Shiplyuk. Dia ditangkap," katanya kepada TASS.
Alexander Shiplyuk sebelumnya ditahan di kota Novosibirsk di Siberia, namun telah dipindahkan ke Lefortovo di Moskow.
Ia menjadi ilmuwan ketiga di Rusia yang ditangkap karena dicurigai berkhianat.
Sebelumnya, kepala peneliti institut Anatoly Maslov, ditangkap pada 27 Juni.
Maslov diduga mentransfer data rahasia negara terkait dengan rudal hipersonik.
Dia juga dipindahkan ke pusat penahanan Lefortovo setelah ditahan.
Lalu pada 30 Juni, ilmuwan Novosibirsk lainnya, Dmitry Kolker (54), dicokok Layanan Keamanan Federal Rusia (FSB).
Dmitry Kolker merupakan peneliti di Institut Fisika Laser, Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia.
Kolker, yang menderita kanker pankreas stadium lanjut, meninggal dalam tahanan negara beberapa hari setelah dibawa ke Lefortovo.
Baca juga: Rusia Hancurkan Dnipropetrovsk, Kota Paling Dekat dengan Pembangkit Nuklir Zaporizhzhia
Menurut The Times of London, Kolker ditangkap karena dicurigai memberikan informasi ke China.
Tuduhan itu diyakini berasal dari kuliah yang dia berikan di China pada 2018, yang menurut kementerian pertahanan berisi rahasia negara.
Pengacara HAM, Pavel Chikov, bersikeras bahwa presentasi Kolker telah disetujui sebelumnya oleh FSB.
Ia menambahkan bahwa Kolker ditemani seorang agen FSB selama berada di China.

Baca juga: Komandan Militer AS di Jepang Siap Siaga Hadapi Agresi China
Menurut CNN, kekuatan militer di Rusia, China, dan Amerika Serikat bekerja untuk mengembangkan senjata hypersonic glide vehicle (HGV).
Ini merupakan senjata yang sangat bermanuver, yang secara teoritis dapat terbang dengan kecepatan hipersonik sambil menyesuaikan arah dan ketinggian untuk terbang di bawah deteksi radar dan di sekitar pertahanan rudal.
Para ahli mengatakan senjata semacam itu sangat sulit untuk dipertahankan.
Rusia diperkirakan memiliki HGV di gudang senjatanya, sistem Avangard, yang diklaim oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada 2018 sebagai "praktis kebal" terhadap pertahanan udara Barat.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)