Konflik Rusia Vs Ukraina
Kapan Perang Ukraina akan Berakhir? NATO Peringatkan Konflik Bisa Berlangsung Bertahun-tahun
Prediksi dari Wakil Sekretaris Jenderal NATO Mircea Geoan soal berakhirnya perang Ukraina dan Rusia.
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Sekretaris Jenderal NATO Mircea Geoana mengungkapkan prediksi kapan perang Ukraina dan Rusia akan berakhir.
Ia menuturkan, konflik yang terjadi antar dua negara itu bisa berlangsung selama bertahun-tahun sebelum perang benar-benar berakhir.
Untuk itu, Geoana mengatakan, para pejabat harus bersiap jika konflik tersebut berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
"Jelas bahwa beberapa hari dan minggu ke depan dapat terbukti menentukan, tetapi perang mungkin akan memakan waktu lebih lama," kata Geoana.
Baca juga: Bantuan Militer Sekutu NATO ke Ukraina Mencapai 8 Miliar Dolar AS
Baca juga: Putin Ancam akan Serang Balik Secepat Kilat jika NATO dan Sekutu Ikut Campur Invasi Ukraina
"Bisa berminggu-minggu, bisa berbulan-bulan, bisa bertahun-tahun. Itu tergantung pada banyak faktor," jelasnya, dikutip dari Newsweek.
Namun Geoana mengatakan, dia mengantisipasi bahwa perang yang dimulai Putin pada 24 Februari 2022 ini pada akhirnya akan dimenangkan oleh Ukraina.
"Tapi, pada akhirnya, mungkin ini akan diperjuangkan dan dimenangkan, mudah-mudahan, oleh Ukraina di medan perang," katanya.
Upaya Perdamaian Masih Sulit
Pernyataannya muncul di tengah negosiasi damai yang terhenti antara Rusia dan Ukraina.
Hal ini lantaran Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menuduh pasukan Rusia sengaja menargetkan warga sipil di seluruh negeri.
Putin juga menyatakan bahwa serangannya di negara itu telah pindah ke fase baru, yakni lebih fokus pada serangan di Ukraina timur
Ketegangan antara kedua negara meningkat di hari Kamis ketika Rusia meluncurkan serangan rudal ke ibu kota Ukraina.
Pasukan Ukraina mengatakan, Rusia menyerang Kyiv dengan rudal ketika Sekretaris Jenderal PBB António Guterres berkunjung untuk bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelensky.

Distrik Shevchenkivsky di ibu kota dihantam oleh dua rudal, menurut laporan Kyiv Independent.
Pejabat penyelamat mengatakan, sekira 12 orang terluka dalam serangan yang terjadi dua minggu setelah Kremlin mengatakan akan menarik pasukan dari daerah Kyiv.
Walikota Kyiv Vitali Klitschko mengatakan tiga orang dirawat di rumah sakit.
"Rusia (menyerang) Kyiv dengan rudal jelajah tepat ketika (Guterres) dan PM Bulgaria (Kiril Petkov) mengunjungi ibu kota kami," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba dalam cuitannya.
Ia menyebut serangan itu sebagai tindakan barbarisme yang keji.
Baca juga: Rusia Mulai Serang Ibu Kota Ukraina, Ledakan Bom Kagetkan Kunjungan Sekjen PBB
Zelensky mengatakan, serangan rudal itu terjadi sesaat setelah dia mengadakan pembicaraan dengan Guterres.
"Ini mengatakan banyak tentang sikap Rusia yang sebenarnya terhadap lembaga-lembaga global, tentang upaya kepemimpinan Rusia untuk mempermalukan PBB dan segala sesuatu yang diwakili oleh organisasi itu," kata Zelensky.
"Oleh karena itu, perlu respon yang kuat."
"Kami tidak bisa berpikir bahwa perang sudah berakhir. Kami masih harus berjuang. Kami masih harus mengusir penjajah," tambahnya.
Zelensky Ancam Stop Perundingan Damai
Pernyataan dari Zelensky dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan bahwa dia tidak mungkin kembali ke ambisi Moskow untuk mengambil kendali penuh atas Donbas di timur Ukraina.
Presiden Ukraina menegaskan pada 10 April bahwa dia tidak akan bersedia menyerahkan bagian mana pun dari Ukraina untuk perdamaian.
Baru-baru ini, Zelensky mengatakan dia akan meninggalkan meja perundingan jika Putin mendorong potensi referendum kemerdekaan di wilayah timur yang saat ini dikendalikan oleh pasukan militer Rusia.
Baca juga: Belum Lama Telepon Zelensky, Hari Ini Presiden Jokowi Telepon Putin Bahas Ukraina dan G20
"Jika orang-orang kami di Mariupol terbunuh, jika referendum semu diumumkan di republik semu yang baru, Ukraina akan menarik diri dari proses negosiasi apa pun," kata Zelensky, menurut The Kyiv Independent.
Pembaruan intelijen dari kementerian pertahanan Inggris pada hari Jumat mencatat bahwa "Pertempuran Donbas tetap menjadi fokus strategis utama Rusia."
Newsweek telah menghubungi Kementerian Luar Negeri Rusia untuk memberikan komentar, namun hingga kini belum mendapatkan jawaban.
(Tribunnews.com/Maliana)