Konflik Rusia Vs Ukraina
AS Perintahkan Pejabatnya Keluar dari Ukraina setelah Rusia Mengakui Dua Wilayah Separatis
AS mengevakuasi pejabat kedutaan dari Ukraina ke Polandia pada Senin (21/2/2022) menyusul pengakuan Rusia atas dua wilayah separatis Ukraina.
TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat mengevakuasi pejabat Departemen Luar Negeri dan operasi kedutaan dari Ukraina ke Polandia pada Senin (21/2/2022), menyusul pengakuan Rusia atas dua wilayah separatis Ukraina.
Dilansir SCMP, Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini mengakui Donetsk dan Luhansk, dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina timur sebagai wilayah yang merdeka.
Para pejabat AS diperkirakan akan tinggal di sebuah hotel di dekat perbatasan dengan Polandia.
Mereka dapat kembali ke Ukraina secepatnya pada Selasa jika Departemen Luar Negeri menyatakan situasi telah stabil.
"Untuk alasan keamanan, personel Departemen Luar Negeri yang saat ini berada di Lviv akan bermalam di Polandia," kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken dalam sebuah pernyataan.

Baca juga: Penduduk di Kota Donetsk Merayakan Pengakuan Rusia Atas Kemerdekaan Republik Donetsk
Baca juga: Presiden Zelenskyy: Perbatasan Ukraina Akan Tetap Utuh, Meskipun Rusia Akui Kemerdekaan DPR dan LPR
Sepekan sebelumnya, AS juga memindahkan kedutaannya di Kyiv ke Lviv karena adanya penumpukan pasukan Rusia di perbatasan.
Presiden Joe Biden pada Jumat lalu memberi peringatan, bahwa Rusia dapat melancarkan serangan ke Ibu Kota Ukraina, Kyiv.
Departemen Luar Negeri AS selama beberapa minggu ini terus mendorong warganya untuk meninggalkan Ukraina sebelum konflik pecah.
Presiden Vladimir Putin pada Senin (21/2/2022) waktu setempat, mengumumkan pengerahan pasukan 'penjaga perdamaian' dari Rusia ke daerah-daerah yang memisahkan diri.
Kini kegiatan kedutaan dan konsuler AS akan dilanjutkan dari Polandia.
AS menyatakan kepindahan ini tidak menandakan pergeseran Amerika dalam mendukung Ukraina.
Beberapa negara lain juga telah memindahkan kedutaannya dan memperingatkan warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke Ukraina.
Pengakuan resmi Putin atas dua republik separatis Ukraina merupakan langkah yang kemungkinan akan menggagalkan pembicaraan damai dengan aliansi Barat.
Menanggapi hal ini, Biden mengeluarkan perintah eksekutif yang menyatakan pengakuan Putin tersebut "bertentangan dengan komitmen Rusia di bawah perjanjian Minsk dan selanjutnya mengancam perdamaian, stabilitas, kedaulatan, dan integritas teritorial Ukraina".

Biden kemungkinan akan mengeluarkan sanksi baru yang menargetkan separatis yang didukung Rusia di wilayah tersebut dengan hukuman finansial dan pembatasan perjalanan.
Seorang pejabat senior administrasi mengatakan, AS akan mengumumkan hukuman tambahan, kemungkinan termasuk sanksi, pada Selasa.
Rusia Dituding Punya Daftar Warga Ukraina yang akan Dihabisi
Pasukan militer Rusia disebut telah membuat daftar orang-orang Ukraina yang akan dihabisi atau dikirim ke kamp jika invasi terjadi.
Klaim ini muncul dari sebuah surat yang dikirim Amerika Serikat kepada Kepala Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, Michelle Bachelet.
Menurut laporan The Guardian dari Washington Post, surat tidak bertanggal tersebut menjelaskan aksi pasukan Rusia yang menduduki beberapa wilayah Ukraina.
Duta Besar AS untuk PBB Sheba Crocker dalam surat itu menyebut pasukan Rusia sedang merencanakan pembunuhan yang ditargetkan, penculikan, penahanan, hingga penyiksaan.
Ia juga memperingatkan bahwa invasi Rusia ke Ukraina akan mengakibatkan bencana HAM dengan mencatut informasi yang kredibel bahwa pasukan Rusia akan "menggunakan tindakan mematikan untuk membubarkan protes damai dari warga sipil".
Crocker mengatakan, ia menulis surat kepada Komisaris Tinggi PBB untuk HAM karena mandat atas kehadirannya untuk Ukraina.
Surat itu mencatat sejumlah orang yang mungkin menjadi sasaran pasukan Rusia, diantaranya orang yang melawan Rusia dan Belarusia di pengasingan di Ukraina, jurnalis dan aktivis anti-korupsi, penganut agama dan etnis minoritas, serta LGBTQI+.

Baca juga: Menlu RI Bahas Kerjasama Pertahanan hingga Isu Ukraina dengan Menteri Perancis
Baca juga: Putin Perintahkan Pasukannya Bergerak ke Wilayah Pemberontak Ukraina
Laporan ini muncul di tengah usaha diplomasi antara Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dilaporkan, keduanya para prinsipnya menyetujui diadakannya pertemuan puncak yang bertujuan untuk mengurangi eskalasi krisis Ukraina.
Langkah yang diinisiasi Presiden Prancis Emmanuel Macron itu dapat dilakukan dengan syarat Rusia tidak menyerang Ukraina.
Format pertemuan akan diputuskan pada pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Kamis mendatang.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)