Jumat, 3 Oktober 2025

Makin Panas, Militer Rusia 'Kepung' Ukraina dari Darat dan Laut, AS Enggan Terlibat Konflik Terbuka

Konflik antara Rusia dan Ukraina kian memanas setelah ribuan tentara Rusia pada Kamis kemarin memulai latihan 10 hari di Belarus.

AFP/HANDOUT
Foto selebaran ini dirilis pada 18 Januari 2022 oleh Kementerian Pertahanan Belarus, menunjukkan kereta pasukan Rusia yang mengangkut kendaraan militer tiba untuk latihan di Belarus. - Belarus mengatakan pada 18 Januari 2022, bahwa pasukan Rusia mulai tiba di negara itu untuk latihan militer yang diumumkan dengan latar belakang ketegangan antara Barat dan Rusia atas tetangga Ukraina. (Photo by Handout / MINISTRY OF DEFENCE REPUBLIC OF BELARUS / AFP) 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Konflik antara Rusia dan Ukraina kian memanas setelah ribuan tentara Rusia pada Kamis kemarin memulai latihan 10 hari di Belarus.

Ukraina pun memperingatkan latihan Angkatan Laut (AL) Rusia yang akan datang 'begitu ekstensif', sehingga mereka akan memblokir jalur pelayaran, karena Rusia terus memperketat aksi militernya di Ukraina.

Sementara itu di Moskwa, diplomat top Rusia, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, memberikan penilaian suramnya tentang upaya diplomatik yang bertujuan untuk menghalangi invasi skala penuh.

Ia menolak pembicaraannya dengan rekan Inggrisnya dan menyebutnya sebagai percakapan tentang 'orang bisu dengan orang tuli'.

Baca juga: Bertemu di Berlin, Rusia dan Ukraina Gagal Mencapai Kesepakatan

Lavrov pun kembali menegaskan bahwa negara Barat tidak secara serius menangani masalah Rusia yang paling mendesak.

Dikutip dari laman The New York Times, Jumat (11/2/2022), Presiden Rusia Vladimir Putin sedikit 'lebih mendamaikan' dengan mengatakan kepada wartawan pada Kamis kemarin bahwa negosiasi dengan Barat terus berlanjut atas tuntutan Rusia untuk membentuk kembali arsitektur keamanan Eropa Timur.

Putin menekankan bahwa Rusia sedang mempersiapkan tanggapan tertulis bolak-balik dengan Amerika Serikat (AS) dan NATO.

Tidak hanya itu, ia juga berencana untuk berbicara melalui telepon dalam beberapa hari mendatang dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Baca juga: Gambar Satelit Baru Tunjukkan Berlanjutnya Penumpukan Militer Rusia di Tiga Sisi Ukraina

Namun tampaknya aktivitas militer Rusia yang intensif di Utara, Timur dan Selatan Ukraina memberikan nada yang tidak menyenangkan pada upaya perebutan diplomatik.

Citra satelit yang dikumpulkan pada Rabu dan Kamis kemarin mengungkapkan pengerahan baru peralatan dan pasukan militer Rusia di Krimea, Rusia barat dan Belarusia.

Presiden AS Joe Biden bahkan memperingatkan warga Amerika yang ada di Ukraina untuk segera meninggalkan negara itu.

Dalam sebuah wawancara pada Kamis kemarin dengan NBC News, Biden mengaku tidak akan mengirimkan pasukan untuk menyelamatkan warganya yang tersisa jika terjadi invasi.

Seorang tentara Prancis mengambil bagian dalam latihan besar sebagai bagian dari operasi EFP (Enhance forward presence) NATO di kamp tentara Tapa Estonia dekat Rakvere, pada 6 Februari 2022. (Photo by ALAIN JOCARD / AFP)
Seorang tentara Prancis mengambil bagian dalam latihan besar sebagai bagian dari operasi EFP (Enhance forward presence) NATO di kamp tentara Tapa Estonia dekat Rakvere, pada 6 Februari 2022. (Photo by ALAIN JOCARD / AFP) (AFP/ALAIN JOCARD)

Karena itu berisiko menimbulkan konflik secara langsung dengan pasukan Rusia.

"Akan terjadi perang dunia, saat Amerika dan Rusia mulai menembak satu sama lain," kata Biden.

Di Belarus yang merupakan tetangga utara Ukraina dan sekutu internasional terdekat Rusia, jet tempur Rusia meluncurkan patroli udara, dan sistem pertahanan udara S-400 Rusia yang kuat turut dikerahkan di dekat perbatasan Ukraina.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa marinir negaranya yang biasanya berbasis di Siberia timur yang berjarak lebih dari 2.500 mil jauhnya, kini tengah berlatih perang.

Lalu di lepas pantai tenggara Ukraina, di Laut Hitam dan Laut Azov, Rusia sedang bersiap untuk mengadakan latihan Angkatan Laut skala besar yang memicu protes dari Ukraina, karena aksi itu akan memblokir rute perdagangan penting.

Ukraina mengatakan bahwa latihan yang direncanakan itu merupakan 'penyalahgunaan hukum internasional' oleh Rusia 'demi mencapai tujuan geopolitiknya sendiri'.

Oleh karena itu, Ukraina pun meminta negara lain untuk menanggapi dengan melarang kapal Rusia memasuki pelabuhan mereka.

Perlu diketahui, latihan militer Rusia ini dapat mengganggu operasional di Pelabuhan Ukraina Odessa, Mykolaiv, Kherson, Mariupol dan Berdyansk.

Karena sederet pelabuhan itu adalah pintu gerbang untuk ekspor biji-bijian besar dari zona pertanian tanah hitam Ukraina, begitu pula dengan batu bara, baja, dan komoditas lainnya yang penting bagi perekonomian negara itu.

Sementara itu, Rusia menggambarkan semua latihan itu 'legal di bawah hukum internasional' dan berjanji bahwa pasukan Rusia akan meninggalkan Belarusia setelah latihan di sana berakhir pada 20 Februari mendatang.

Namun demikian, para pejabat negara Barat khawatir bahwa latihan itu adalah kedok untuk menempatkan lebih banyak pasukan Rusia di sekitar Ukraina.

Seorang tentara Estonia ikut serta dalam latihan besar sebagai bagian dari operasi EFP (Tingkatkan kehadiran ke depan) NATO di kamp tentara Tapa Estonia dekat Rakvere, pada 6 Februari 2022. (Photo by ALAIN JOCARD / AFP)
Seorang tentara Estonia ikut serta dalam latihan besar sebagai bagian dari operasi EFP (Tingkatkan kehadiran ke depan) NATO di kamp tentara Tapa Estonia dekat Rakvere, pada 6 Februari 2022. (Photo by ALAIN JOCARD / AFP) (AFP/ALAIN JOCARD)

Ini diklaim dapat memberikan kemampuan bagi Putin untuk meluncurkan invasi dalam waktu singkat.

Para pejabat negara Barat mengaku bahwa mereka tidak percaya Putin telah membuat keputusan untuk menyerang.

Namun dikombinasikan dengan penumpukan pasukan Rusia baru-baru ini di perbatasan timur Ukraina dan di Krimea, begitu pula di Belarus dan kapal pendarat amfibi serta kapal perang lainnya berkumpul di lepas pantai Ukraina, tentu akan menciptakan ketegangan di sekitar wilayah Ukraina.

"Ini adalah momen berbahaya bagi keamanan Eropa, waktu peringatan untuk kemungkinan serangan akan turun," kata Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg.

Ia menggambarkan pengerahan militer Rusia ke Belarus sebagai yang terbesar sejak akhir Perang Dingin.

Di sisi lain, konferensi pers bersama di Moskwa yang dilakukan oleh para diplomat tinggi Inggris dan Rusia menawarkan tampilan nyata dari pandangan dunia yang 'bentrok' dan telah membuat krisis di Ukraina tampak hampir mustahil untuk diselesaikan.

Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss melakukan kunjungan yang dijadwalkan dengan tergesa-gesa.

Ia bahkan mengulangi peringatan negara Barat bahwa invasi ke Ukraina akan mengakibatkan 'konflik yang berkepanjangan dan berlarut-larut'.

Tidak hanya itu, Truss menegaskan Rusia perlu menarik kembali 130.000 tentaranya yang diperkirakan pejabat AS dan Ukraina telah berkumpul di dekat perbatasan Ukraina.

Mendengar permintaan Truss, Lavrov pun membalas dengan mengulangi pernyataan pemerintah Rusia bahwa langkah Rusia tidak mengancam siapapun, oleh karena itu tidak ada alasan untuk mengurangi eskalasi.

"Pertama-tama, anda harus membuktikan kepada saya bahwa kami lah yang menciptakan situasi tegang ini. Barat berusaha membuat tragedi dari ini, sementara ini justru semakin mirip dengan komedi," kata Lavrov.

Ia menolak gagasan yang menyebut invasi Rusia sebagai perbatasan lelucon.

Sementara itu Presiden Prancis Emmanuel Macron berusaha untuk memberikan nada konstruktif setelah melakukan pertemuan pada Senin lalu dengan Putin selama 5 jam di Moskwa.

Ini menunjukkan bahwa ada sedikit optimisme yang muncul dari kunjungan yang sempat dilakukan Truss.

"Sejujurnya saya kecewa karena kita melakukan percakapan 'antara orang bisu dengan orang tuli'. Seolah-olah kita saling mendengar, tetapi tidak mendengarkan," tegas Lavrov.

Rusia telah membuat serangkaian tuntutan kepada negara Barat, termasuk mengurangi kehadiran militer NATO di Eropa Timur ke tingkat tahun 1990-an, dan menjamin bahwa Ukraina tidak akan pernah bisa bergabung dengan NATO.

Namun AS telah menyebut tuntutan itu sebagai 'bukan permulaan' dan malah menawarkan serangkaian proposal yang ditujukan untuk pengendalian senjata.

Terlepas dari kebuntuan yang tampak antara sederet negara pengendali dunia itu, upaya diplomatik negara Barat saat ini terus berlanjut.

Di Berlin, Kanselir Jerman Olaf Scholz melakukan pertemuan dengan para pemimpin Estonia, Latvia dan Lithuania, yang semuanya berbatasan dengan Rusia.

Ketiga negara Baltik ini menyambut baik komitmen Jerman baru-baru ini untuk mengirim tambahan 350 tentara ke misi NATO yang dipimpin Jerman di Lithuania.

Namun mereka mengaku frustrasi dengan keputusan Jerman untuk tidak memasok senjata pertahanan ke Ukraina dan mengisyaratkan bahwa sebagai sekutu utama NATO, Jerman harus menopang pengeluaran militernya.

Selanjutnya, Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace diperkirakan akan mengunjungi Moskwa pada Jumat ini untuk bertemu dengan mitranya dari Rusia.

Lalu minggu depan, Kanselir Jerman Scholz akan berada di Moskwa untuk berbicara dengan Putin.

Ketua Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Mark A Milley pun menghubungi mitranya dari Belarusia, Mayor Jenderal Viktor Gulevich.

Pentagon menyampaikan bahwa keduanya membahas 'masalah terkait keamanan regional yang memprihatinkan' yang bertujuan untuk 'mengurangi kemungkinan salah perhitungan'.

Di sisi lain, Truss kembali menegaskan bahwa fakta dari penumpukan pasukan Rusia tentu dapat 'berbicara sendiri'.

Bahasa langsungnya adalah bukti dari garis keras yang dihadapi Inggris dalam krisis saat ini, menuduh rencana Rusia untuk mengkudeta Ukraina dan menyediakan persenjataan antitank untuk Ukraina.

"Tidak ada keraguan bahwa penempatan lebih dari 100.000 tentara secara langsung ditempatkan untuk mengancam Ukraina. Jika Rusia serius tentang diplomasi, mereka perlu memindahkan pasukan itu," kata Truss.

Sementara itu Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengatakan selama kunjungannya ke markas NATO di Brussels Belgia pada Kamis kemarin bahwa ia tidak berpikir Rusia telah membuat keputusan apakah akan meluncurkan invasi.

"Tapi itu bukan berarti tidak mungkin sesuatu yang benar-benar bencana bisa terjadi dalam waktu dekat," kata Johnson.

Sejauh ini Putin telah membuat dunia menebak-nebak 'apa niatnya yang sebenarnya', menandakan bahwa ia terbuka untuk melanjutkan negosiasi atas tuntutannya untuk membentuk kembali arsitektur keamanan Eropa, sambil mengisyaratkan prospek perang habis-habisan dengan negara Barat.

Namun Lavrov mengatakan bahwa setiap ancaman Rusia terhadap Ukraina adalah fiksi murni.

Ini merupakan pendekatan penyangkalan terhadap kenyataan yang menggemakan bahwa Rusia menolak untuk mengakui dukungan militernya terhadap separatis di Ukraina timur atau campur tangannya dalam pemilihan Amerika pada 2016 lalu.

Lavrov bahkan menyatakan bahwa Rusia sangat khawatir tentang kedutaan negara Barat yang menarik personel mereka di Kyiv, ibu kota Ukraina, sehingga Rusia juga berencana untuk melakukannya.

"Kami mulai berpikir bahwa mungkin Anglo-Saxon sedang mempersiapkan sesuatu. Jika mereka mengevakuasi karyawan mereka, kami mungkin juga akan merekomendasikan agar personel yang tidak penting dari lembaga diplomatik kami untuk sementara pulang ke Rusia," kata Lavrov yang berdiri di sebelah Truss.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved