Bagaimana Uni Eropa Bergantung Pada Gas Rusia
Ketika konflik antara Ukraina dan Rusia memanas, Kremlin memakai ekspor gasnya sebagai senjata politik. Hal ini menempatkan Uni Eropa…
Pada Januari 2022, Direktur Gazprom, Alexey Miller, mengatakan tahun 2021 mencatatkan rekor produksi dan keuntungan, berkat lonjakan permintaan dan kenaikan harga gas dunia.
Gazprom adalah perpanjangan tangan pemerintah Rusia dalam melayani konsumen di luar negeri. Ia mempekerjakan 500.000 orang dan tercatat sebagai produsen gas alam terbesar di dunia. Sebagian besar saham perusahaan dikuasai pemerintah. Sisanya dimiliki investor lain seperti perusahaan listrik Jerman, E.ON.
Adapun Miller merupakan teman lama Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang selalu hadir dalam rapat dewan pengawas atau dewan direksi.
Dominasi Gazprom di Eropa adalah hasil dari praktik monopoli. Undang-undang Rusia hanya mengizinkan Gazprom untuk mengekspor gas. Sejak lebih dari tiga dekade terakhir, perusahaan pelat merah itu sudah menjadi pemasok gas terbesar buat Uni Eropa.
Sekitar 43 persen gas alam yang dikonsumsi setiap tahun di UE dibeli dari Rusia, menurut Badan Statistik Uni Eropa, Eurostat. Sisanya didatangkan dari Norwegia, Timur Tengah, Amerika Serikat dan Afrika Utara.
Di dalam UE sendiri, pangsa gas Rusia berbeda di tiap negara. Secara umum, semakin ke timur letak sebuah negara, maka semakin bergantung pula ia kepada gas Rusia. Jerman yang mengkonsumsi energi paling banyak di Eropa, setiap tahun harus mengimpor 55 persen gas alam dari Rusia.
"Gazprom menggunakan dominasi pasarnya untuk mempengaruhi pegerakan harga gas melalui jumlah gas yang ia ekspor ke Eropa,” kata pakar energi, Georg Zachmann, dari wadah pemikir Bruegel di Brussels, Belgia, kepada DW.
Kompetisi antara UE dan Gazprom
Sejak satu dasawarsa lalu, Uni Eropa sudah berusaha menyatukan pasar gas dengan mewajibkan Gazprom menjual gas hanya sampai perbatasan, untuk lalu dijual kembali oleh negara UE yang bersangkutan.
Jerman misalnya bisa membeli gas dari Rusia dan menjualnya lagi ke Polandia atau Ukraina. Namun Gazprom berkepentingan merangkai perjanjian jual beli secara langsung dengan pembeli untuk menjamin agar kebergantungan tetap tinggi.
"Ada semacam kopetisi antara UE yang ingin membangun pasar dengan harga yang seragam, dan Gazprom yang ingin menetapkan harga yang berbeda-beda di setiap negara,” tutur Zachmann.
Gazprom belakangan rajin menuntut konsumen Eropa untuk menyetujui kontrak jangka panjang. Zachmann menilai, kegelisahan Kremlin bersumber pada tren di negara-negara UE yang memprioritaskan kontrak jangka pendek demi melepas kebergantungan dari Rusia.
"Gazprom memenuhi kontraknya, itu benar, tapi hanya pada level paling rendah dari komitmennya,” kata Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, baru-baru ini. Dia menuduh Gazprom bertingkah tidak lazim, ketika membatasi ekspor gas justru ketika permintaan naik.
Namun begitu, von der Leyen tidak meyakini Gazprom akan menutup keran ekspor, karena perekonomian Rusia yang sangat bergantung dari ekspor energi. Meski demikian, dia mengaku UE sedang berusaha meningkatkan pasokan gas adari Qatar dan Amerika Serikat.
Negosiasinya antara lain dilangsungkan saat kunjungan Kanselir Olaf Scholz ke Washington, Senin (7/2).