Jumat, 3 Oktober 2025

Virus Corona

Pria di Selandia Baru Diperiksa karena Jadi Joki Vaksin, Gantikan Orang Lain Disuntik hingga 10 Kali

Pria asal Selandia Baru dibayar untuk jadi orang lain dan divaksin atas nama orang tersebut. Ia menjadi joki vaksin dan bisa divaksin 10 kali sehari

Freepik
ILUSTRASI vaksinasi. Pria asal Selandia Baru dibayar untuk jadi orang lain dan divaksin atas nama orang tersebut. Ia menjadi joki vaksin dan bisa divaksin hingga 10 kali sehari. 

TRIBUNNEWS.COM - Pria asal Selandia Baru diduga dibayar untuk menjadi orang lain dan divaksin atas nama orang tersebut.

Ia menjadi joki vaksin dan bisa divaksin 10 kali dalam sehari.

Dilansir DW, pria yang tak disebutkan namanya itu mengunjungi beberapa pusat vaksinasi Covid-19.

Media lokal menyebut pria itu dibayar untuk menggantikan orang lain untuk divaksin.

Kementerian Kesehatan negara itu menanggapi masalah ini dengan serius, kata manajer program vaksin dan imunisasi COVID-19 Astrid Koornneef kepada Stuff.

"Kami sangat prihatin dengan situasi ini dan bekerja sama dengan instansi terkait," katanya.

"Mengambuk identitas orang lain dan menerima perawatan medis atas nama orang tersebut adalah tindakan yang berbahaya," kata Koornneef seperti dikutip New Zealand Herald.

Baca: Dokter di Afrika Selatan Ungkap Gejala Tak Biasa Covid-19 Varian Omicron yang Muncul saat Malam Hari

Baca: Ilmuwan Jepang Kembangkan Masker yang Bisa Menyala Ketika Terpapar Covid-19

Ilustrasi vaksinasi
Ilustrasi vaksinasi (Freepik)

"Ini akan berbahaya bagi orang yang menerima vaksin atas nama orang lain dan juga orang lain yang datanya tertulis sudah divaksin padahal belum."

Kementerian tidak mengatakan kapan dan di mana insiden itu terjadi tetapi meminta pria itu untuk mengunjungi dokter untuk berkonsultasi sesegera mungkin.

Ahli vaksin Universitas Auckland Helen Petousis-Harris mengatakan kepada Stuff bahwa belum ada penelitian mengenai dosis berlebihan seperti itu.

Sehingga, sulit untuk memprediksi apa yang mungkin terjadi pada seseorang yang divaksin hingga 10 kali dalam satu hari.

Petousis-Harris mengatakan pria itu kemungkinan akan merasa buruk selama satu atau dua hari karena tubuhnya meningkatkan respons kekebalan terhadap beberapa vaksin.

"Ini sangat egois," tambahnya.

Sementara itu, Direktur Institut Malaghan dan profesor imunologi Graham Le Gros mengatakan tindakan itu "konyol dan berbahaya."

Meski begitu, ia menambahkan bahwa pria itu tidak mungkin meninggal karena 10 vaksinasi.

Tetapi mendapat begitu banyak dosis dapat berarti vaksin tidak berfungsi dengan baik.

Le Gros mengatakan mereka yang menerima vaksin atas nama orang lain "tidak membuat diri mereka lebih aman."

"Mereka justru bersikap konyol karena menghalangi orang yang harusnya dibuat aman."

Paspor vaksin pelanggan diperiksa saat mereka masuk untuk makan di sebuah restoran di Auckland pada 3 Desember 2021.
Paspor vaksin pelanggan diperiksa saat mereka masuk untuk makan di sebuah restoran di Auckland pada 3 Desember 2021. (DAVID ROWLAND / AFP)

Di Selandia Baru, masyarakat tidak harus menunjukkan identitas saat menerima vaksin.

Sejak kasus melonjak pada Oktober lalu, negara itu membatalkan strategi nol-COVID.

Pemerintah dipuji secara luas karena tingkat infeksi yang sangat rendah untuk sebagian besar pandemi.

Pengunjung yang divaksinasi akan diberi kebebasan lagi mulai April.

Banyak bisnis dan fasilitas negara menggunakan sertifikat vaksinasi domestik yang hanya memungkinkan orang yang divaksinasi penuh mengakses ke tempat-tempat umum.

Dengan populasi 5 juta, negara ini telah melaporkan sekitar 12.500 kasus dan 46 kematian sejak awal pandemi.

Sekitar 89% penduduk sudah divaksinasi lengkap.

Pria di Italia Gunakan Lengan Palsu saat Divaksin

Mencari joki merupakan satu dari banyaknya cara orang-orang untuk menghindari vaksin.

Di Italia, seorang pria mencoba mengelabui petugas vaksinasi Covid-19 dengan menyodorkan lengan palsu untuk disuntik, The Times Of Israel melaporkan.

Pria itu bermaksud hanya mendapatkan sertifikat vaksin tanpa benar-benar divaksin.

Meski lengan palsu itu berwarna cukup realistis, tapi tak ada petugas kesehatan yang tertipu.

Pria berusia 50-an tahun itu pun langsung dilaporkan ke polisi pada Kamis (2/12/21) malam.

"Kasus ini konyol," kata kepala pemerintah daerah Piedmont, Albert Cirio, dalam sebuah pernyataan di Facebook.

Cirio mengatakan tindakan seperti itu tidak dapat diterima mengingat pengorbanan yang telah dibayar seluruh komunitas selama pandemi, dalam hal kehidupan manusia, biaya sosial dan ekonomi.

Baca: Indonesia Meneruskan Estafet Presidensi G20 dari Italia, Jokowi Undang Berkumpul di Bali Tahun 2022

Baca juga: Wanita Afghanistan yang Jadi Cover Majalah National Geographic 1985 Kini Dievakuasi ke Italia

Mulai Senin (6/12/2021), Italia memperketat aturan mengenai vaksinasi Covid-19.

Sejak Agustus lalu, "Green Pass" yang menunjukkan bukti vaksinasi, atau pemulihan baru-baru ini dari virus corona atau tes negatif, menjadi syarat wajib warga untuk bisa memasuki sejumlah tempat, seperti bersantap di dalam ruangan di restoran, mengunjungi museum, bioskop, teater, atau menghadiri acara olahraga.

Tetapi mulai 6 Desember, kegiatan ini akan dibatasi untuk pemegang "Super Green Pass" saja, yang hanya tersedia bagi mereka yang telah divaksinasi atau baru saja sembuh dari Covid-19.

Hasil negatif Covid-19 tidak lagi berlaku.

Green Pass yang lama diperpanjang pada bulan Oktober untuk mencakup semua tempat kerja saja.

Artinya mereka yang tidak divaksinasi masih dapat bekerja dengan menunjukkan tes negatif terbaru.

Pembatasan baru ini diperkenalkan setelah peningkatan kasus Covid-19, diperburuk dalam beberapa hari terakhir akibat kekhawatiran varian baru Omicron.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved