Di Jepang Kini Ada Hotel Mayat, Malah Muncul Pro dan Kontra
Bukan hanya orang hidup perlu hotel, orang yang sudah meninggal pun perlu hotel dan mulai bermunculan saat ini di Jepang.
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Bukan hanya orang hidup perlu hotel, orang yang sudah meninggal pun perlu hotel dan mulai bermunculan saat ini di Jepang.
Di beberapa tempat di Jepang aktif masyarakat mendiskriminasi mayat.
"Hilangkan mayat itu sendiri dari kehidupan sehari-hari dan hapus bukti fisik yang mengingatkan pada kematian," ungkap seorang pemrotes kepada Tribunnews.com baru-baru ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, gerakan oposisi telah terjadi di berbagai bagian tempat atas pembangunan hotel mayat atau hotel bagi orang yang meninggal dunia.
Misalnya, di hotel mayat di Kota Kawasaki, Prefektur Kanagawa, pada sesi pengarahan untuk penduduk setempat yang diadakan sebelum konstruksi, ada pendapat bahwa "keberadaan fasilitas seperti itu di lingkungan itu sendiri tidak menyenangkan.
Ironisnya, sanggahan manajemen terhadapnya cukup lugas. "Tidak ada masalah hukum. Pikirkan baik-baik. Semua orang mati. Mungkin ada saatnya Anda membutuhkan fasilitas seperti itu."
Peran mendukung masa tunggu krematorium kecil cukup besar. Hal ini juga didiskusikan di grup Pecinta Jepang dan bagi yang mau bergabung silakan email: [email protected]
Hotel mayat adalah fasilitas yang didedikasikan untuk kamar mayat, dan tujuan utamanya adalah untuk menyimpannya sampai pemakaman atau kremasi.
Jumlah kematian tahunan di Jepang saat ini sekitar 1,37 juta (Vital Statistics dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan).
Tetapi diperkirakan jumlah kematian akan meningkat dan lebih dari 1,6 juta orang akan meninggal setiap tahun pada tahun 2030.
Dalam keadaan seperti itu, hotel mayat berperan dalam mendukung masa tunggu krematorium yang sudah singkat dan proses pemakaman yang sederhana.

Namun tidak sedikit orang yang menggunakan singkatan "NIMBY" (Nimby, Not In My Back Yard).
Manusia butuh fasilitas tersebut, tapi janganlah berhenti di dekat rumah saya.
"Masalah mendasar di tempat pertama adalah bahwa mayat dianggap sebagai makhluk aneh sebelum perasaan Nimby. Ya, saya tidak menganggap mayat sebagai "manusia," ungkap Atsushi Manabe, seorang kritikus dan penulis Jepang.