Bangladesh: Kekerasan Geng di Kamp Pengungsi Rohingya Memicu Ketakutan
Kekerasan telah meningkat di kluster permukiman pengungsi yang luas di Bangladesh, di mana geng-geng bersenjata bersaing untuk mendapatkan…
Namun, sang aktivis HAM menekankan bahwa "hanya sebagian kecil” dari pengungsi Rohingya yang memiliki catatan kriminal di masa lalu yang terlibat dalam konflik-konflik tersebut.
Ketakutan akan radikalisasi tumbuh
Meski saat ini tidak ada tanda-tanda pengungsi Rohingya terlibat dalam terorisme atau mengaitkan diri mereka dengan kelompok agama ekstremis Bangladesh atau lintas batas, ada pihak yang menyuarakan kekhawatiran bahwa situasinya dapat berubah di masa depan.
"Sayangnya, di Asia Selatan, tidak jarang pengungsi dituduh terlibat dalam terorisme. Tuduhan ini telah digunakan terhadap pengungsi Afganistan di Pakistan, dan di India, migran Muslim telah dipandang sebagai ancaman keamanan,” kata Michael Kugelman, seorang pakar Asia Selatan di Woodrow Wilson Center for Scholars yang berbasis di Washington, pada DW.
Kugelman berpendapat bahwa beberapa pengungsi Rohingya mungkin telah "diradikalisasi” oleh perlakuan mengerikan yang mereka alami dari militer Myanmar, tapi mengatakan bahwa itu hanya sebuah minoritas kecil.
"Kebanyakan pengungsi Rohingya, dan terutama yang berada di Bangladesh, lebih peduli tentang keberlangsungan hidup dan memenuhi kebutuhan keluarga mereka daripada merencanakan serangan kekerasan,” tambahnya.
Seorang pakar Rohingnya yang meminta agar identitasnya disembunyikan mengatakan kepada DW, pengungsi "sangat tahu” bahwa "langkah yang salah” di Bangladesh dapat membahayakan "tempat amannya”. Ia juga menambahkan bahwa ia belum pernah melihat aktivitas pengungsi di Cox's Bazar yang dapat mengindikasikan bahwa mereka memiliki kepentingan terorisme atau ekstremisme di wilayah Bangladesh. Oleh karena itu, menurutnya mereka tidak dapat menjadi ancaman untuk Bangladesh and kawasan tersebut.
Perdana Menteri Hasina serukan ‘repatriasi yang bermartabat'
Bangladesh telah mengeluarkan cukup banyak uang untuk memperbaiki kondisi pengungsi Rohingya, termasuk di pulau Bhashan Char yang terpencil, di mana banyak pengungsi telah dikirim dalam beberapa bulan terakhir.
"Dugaan saya adalah untuk meningkatkan citra globalnya, yang telah menderita beberapa tahun terakhir karena telah berubah menjadi otoriter, pemerintah Bangladesh ingin meproyeksikan sisi manusiawi dan lembutnya melalui perlakuan terhadap Rohingnya di tanahnya,” kata Kugelman.
"Itulah mengapa kita tidak melihat Dhaka mengambil posisi yang lebih agresif terhadap Rohingya, bahkan ketika ia telah tanpa henti menindak oposisi dan perbedaan pendapat politik.”
Namun, ketika Bangladesh semakin kesulitan untuk mengatur masuknya pengungsi, tampaknya posisi Dhaka berubah.
Pada bulan Juni, Perdana Menteri Hasina mendesak komunitas internsional untuk mempercepat proses repatriasi Rohingya.
"Kami telah melindungi mereka atas alasan kemanusiaan, tapi populasi yang besar seperti itu tidak bisa tinggal untuk kurun waktu yang tak tentu … saya meminta komunitas dunia untuk membantu kami dalam repatriasi Rohingya yang bermartabat dan damai,” demikian the Dhaka Tribune, surat kabar berbahasa Inggris Bangladesh, mengutip Hasina dalam pidato yang direkam sebelumnya pada Konferensi Keamanan Internasional IX Moskow pada bulan Juni.
Ed: vv/pkp